Laporan : M. Ali Sumaredi
TOTABUANEWS.COM, Tagline kopi cap Keluarga, yang diproduksi UD (Usaha Dagang) Sakura, yakni “Rasanya Enak, Sedap, dan Nikmat” ternyata kontras dengan nasib Alex Makaminang (52), salah satu karyawannya. Ironis memang, bapak tiga orang anak yang sudah bekerja selama 16 tahun (1997-2013) di perusahaan itu, kini hidup menderita di ujung pengabdiannya.
Kisah Alex berawal ketika pada akhir 2011, ia mengalami stroke. Gerak tangannya yang lincah kala mengoperasikan mesin penggiling kopi, seketika lumpuh. Begitupun kaki dan bagian tubuh lainnya, mendadak sulit digerakkan. Praktis, Alex tak dapat beraktivitas seperti biasanya. Jangankan mengoperasikan mesin, makan saja ia harus disuapi sang istri.
Sebagai karyawan UD Sakura, Alex kemudian meminta istrinya, menemui pemilik perusahan kopi bubuk terbesar di Bolmong itu. Untuk meminta haknya, baik biaya pengobatan yang harusnya dijamin oleh perusahaan, maupun gajinya yang wajib dibayar, karena sakit berkepanjangan, sebagaimana ketentuan undang-undang.
Namun menurut sang istri, permintaan Alex tersebut ditolak pihak UD Sakura, dengan alasan UD Sakura bukan perusahaan, jadi tidak wajib menanggung biaya pengobatan karyawan yang sakit. Apalagi membayar upah karyawan yang tidak bekerja. Kalaupun UD Sakura mau membantu, itu sekedar bantuan sukarela.
“Ko’ Toni (pemilik UD Sakura) bilang, Sakura bukan perusahaan. Mereka tidak mau membiayai. Kalau sekedar membantu, Sakura mau, tapi itu pun hanya sukarela,” ujar Istrinya kala itu.
Mendengar penuturan istri seperti itu, Alex mengaku hanya bisa diam. Sedih dan kecewa begitu dalam ia rasakan. Meski berusaha tegar di depan istri dan anak-anaknya . Namun, tanpa ia sadari butir-butir airmata telah menetes, membasahi kedua pipinya. Alex sedih karena tidak bisa membayangkan betapa sulit menjalani hidup dengan tubuh setengah lumpuh. Dalam kondisi normal saja, ia sudah merasakan susahnya membiayai hidup dengan upah yang rendah.
Sebagai operator mesin di UD Sakura, Alex mengaku terakhir menerima gaji sebesar Rp500.000 per 2 minggu. “Sebelum sakit pada 2011 saya digaji Rp 500 ribu setiap 2 minggu. Jadi satu bulan gaji saya Rp 1 juta,” ujar Alex.
Kini meski dalam keadaan stroke, Alex tetap berupaya memperjuangkan hak-haknya. Setelah proses mediasi dengan UD Sakura yang difasilitasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kotamobagu beberapa waktu, gagal. Alex berharap pada proses selanjutnya di Disnakertrans Sulawesi Utara, masalahnya akan selesai, dan UD Sakura mau menunaikan kewajibannya.
Menanggapi nasib Alex, Anggota DPR RI dari Komisi IX (komisi yang membidangi masalah tenaga kerja), Aditya Anugerah Moha ketika dihubungi Kamis (03/10) via seluler mengatakan, sesuai dengan ketentuan UU tenaga kerja, terhadap pekerja yang mengalami sakit berkepanjangan, wajib bagi pengusaha, untuk membayar upahnya sebagaimana ketentuan Pasal 93 ayat 3. Upaya yang ditempuh Alex, menurut Aditya sudah sesuai dengan mekanisme dan ketentuan perundang-undangan.
“Jalani saja proses itu. Jika di Disnakertrans provinsi, Bapak Alex Makaminang, juga tidak mendapat haknya atau tidak mendapatkan keadilan. Silakan prosesnya dilanjutkan ke Kemenakertrans di Jakarta dengan tembusan ke Komisi IX DPR RI. Nanti saya yang kawal di sini. Kalau mereka (UD Sakura) tidak mau taat aturan, akan dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha,” tegas politisi yang biasa disapa ADM ini.
Kepala Dinsosnaker Kota Kotamobagu, Rukmini Simbala, ditemui Rabu (29/09) lalu mengatakan, setelah proses mediasi pertama gagal, kini pihaknya telah mengajukan permohonan ke Disnakertrans Provinsi Sulawesi Utara.
Sebelumnya, Hendri mewakili UD Sakura, ketika ditemui di toko UD Sakura Jl Jend A Yani Kotamobagu beberapa waktu lalu mengatakan, penyelesaian masalah Alex Makaminang, sepenuhnya sudah diserahkan ke Dinsosnaker Kota Kotamobagu.