Pengelolaan Dana Bos; Juknis versus Rekomendasi
Pendidikan sejatinya merupakan instrumen penting dalam upaya mewujudkan kemajuan pembangunan suatu bangsa. Demikian pentingnya, sehingga sejak tahun 1972 The International Comission for Education Development dari Unesco telah mengingatkan bangsa-bangsa di dunia, jika ingin memperbaiki keadaan sebuah bangsa, mulailah dengan pendidikan.
Berangkat dari pentingnya pendidikan inilah negara-negara maju menjadikan pendidikan sebagai skala prioritas pembangunan, dengan cara melakukan penyempurnaan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan pembaruan, termasuk meningkatkan anggaran pendidikan secara progresif.
Di Indonesia, sejak 2009 pemerintah telah menyediakan untuk sektor pendidikan anggaran sebesar 20% dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun sayangnya, peningkatan anggaran pendidikan tersebut tidak berbanding lurus dengan kondisi pendidikan di tanah air. Beragam persoalan muncul bersamaan dengan kucuran dan aliran dana pendidikan tersebut. Mulai dari dana BSM (Bantuan Siswa Miskin) yang tidak tepat sasaran, hingga Pengelolaan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang tidak transparan, belakangan menjadi isu yang mengemuka.
Khusus di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bolaang Mongondow (Disdikbud Bolmong) pengelolaan dana BOS harus lebih diawasi pihak berwenang agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaannya. Karena sebagaimana hasil investigasi Koran ini beberapa waktu lalu, di sejumlah sekolah di lingkungan Disdikbud Bolmong ditemukan adanya pembelanjaan atau pembelian buku yang tidak sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) Bos.
Dari pengakuan salah satu Kepala Sekolah (Kepsek) di wilayah Kecamatan Lolayan, menyebutkan pembelanjaan buku yang nilainya mencapai 10% dari total dana Bos itu, dilakukan pihaknya karena ada surat rekomendasi dari Kadis Disdikbud Bolmong.
Dari penelusuran Koran ini ke wilayah Passi Barat, Passi Timur, Bolaang, Bolaang Timur, Lolak, dan Poigar, dan Sangtombolang pun menemukan fakta yang sama. Pengadaan buku paket untuk SD se-Kabupaten Bolmong disinyalir ada kerjasama antara penerbit buku dan oknum pejabat di Disdikbud Bolmong.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kepsek salah satu SD di Poigar yang menyebutkan bahwa pengadaan buku KTSP 2006 tersebut terkesan dipaksakan, karena dilakukan di saat Disdikbud Bolmong tengah gencar mensosialisasikan Kurikulum 2013.
Bahkan menurutnya, pada saat acara sosialisasi Kurikulum 2013 bertempat di SMA/SMK Yadika pada awal Desember 2013 Kepala Seksi Kurikulum Disdikbud Bolmong saat itu, Lole Lepa, SPd. Mpd telah mengingatkan kepada seluruh Kepsek SD se-Bolmong agar tidak membeli buku apapun sebelum ada petunjuk dari Disdikbud.
“Kalau tidak ada rekomendasi dari Kadis, tidak mungkin buku itu kami terima,” ujar Kepsek yang mengaku tidak pernah memesan buku dari penerbit.
Dari seratus lebih SD yang disambangi Koran ini, sebagian besar mengaku ikut menjadi “korban” rekomendasi tersebut. Menariknya, salah satu Kepsek di wilayah Lolayan mengaku tetap menolak kebijakan pengadaan buku tersebut, meskipun rekomendasinya ditandatangani langsung oleh Kadis Dikbud Bolmong.
“Penggunaan dana BOS untuk 13 item pembiayaan sudah diatur dalam Juknis BOS. Termasuk mekanisme pembelian barang dan jasa di sekolah,” ujarnya. Ia mengaku sempat ditakut-takuti pihak penerbit buku yang mengatakan akan melaporkan sekolah atau kepsek yang tidak mau membeli buku, kepada Kadis Dikbud.
Fakta adanya rekomendasi Kadis Dikbud Bolmong dalam proyek pengadaan buku di SD se-Bolmong membuktikan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana BOS di Disdikbud Bolmong. Tak hanya soal rekomendasi Kadis, hasil temuan Koran ini di lapangan, umumnya sekolah di lingkungan Disdikbud Bolmong tidak mencantumkan penggunaan dana BOS di papan pengumuman (Formulir BOS-04), sebagaima Juknis BOS tentang Tugas dan Tanggung Jawab Tim Manajemen BOS sekolah. Bahkan, ada sejumlah sekolah yang tidak memasang spanduk sekolah bebas pungutan. Padahal, dalam Juknis BOS pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, sudah dialokasikan dalam komponen pembiayaan dana BOS item ke 2.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bolaang Mongondow, Takarianta ketika dikonfirmasi terkait adanya rekomendasi Kadis Disdikbud dalam proyek pengadaan buku, dengan tegas membantah adanya rekomendasi tersebut. Menurut Takarianta, semua pembelanjaan dan penggunaan dana BOS merupakan kewenangan penuh Kepsek. Dengan demikian lanjut Takarianta, segala konsekuensi atau akibat yang timbul dari penggunaan dana BOS juga merupakan tanggung jawab mereka.
“Tidak ada rekomendasi. Kalau ada pengadaan buku itu permintaan Kepsek sebagai pengguna anggaran,” tegas Takarianta. (tim)