TOTABUANEWS, KOTAMOBAGU – Proyek pelebaran jalan Kotobangon-Moyag terus menuai kontroversi. Sejumlah, warga yang lahannya menjadi korban pelebaran, terus menyuarakan penolakan. Mereka menilai, meski pelebaran itu untuk kengembangan ruang kesejateraan masyarakat, namun disatu sisi, sangat dirugikan mereka. Apalagi, sudah ada pernyataan dari pemerintah kota (pemkot) Kotamobagu, bahwa tidak ada ganti rugi atas pelebaran jalan tersebut.
“Apalagi, ada beberapa warga yang usahanya menjadi korban karena pelebaran itu,” ungkap salah satu tokoh masyarakat Moyag Hifny Nando.
Lanjutnya, maksud meraka bukan menolak adanya pembangunan, akan tetapi pemerintah harus tetap mengganti sumber pendapatan masyarakat yang hilang karena dampak pelebaran. “Pengembangan jalan yang bertujuan memberi faedahnya ekonomis dan perputaran jasa justru menjadi kontradiktif dengan hakikat pembangunan. Bukan hanya warung dan kios yang hilang, tapi juga pendapatan masyarakat,” katanya.
Tambahnya lagi, proyek itu tentu aakn menguntungkan pihak kontraktor yang punya modal besar. Tetapi sangat arif jika pemerintah mengalokasikan dana ganti rugi untuk rakyat yang usahanya ‘hilang’ karena danpak pelebaran jalan.
“Kami percaya pemerintah pasti bisa memutuskanya. Tapi jika memang tidak ada putusan yang menguntungkan, maka kami akan projusticie untuk melaporkan pengrusakan lahan yang dilakukan para pihak yang tersangkut dalam proyek ini,” tandasnya.
Terpisah, anggota DPRD Kota (Dekot) Kotamobagu dari Partai Keadilan Sejaterah (PKS) Kadir Rumoroi, berpendapat bahwa jika proyek pelebaran jalan Moyag-Kotobangon akan diberhentikan, maka akan sangat merugikan banyak pihak. “Usuk kami baiknya pekerjaan jalan terus, karena apabila diberhentikan maka banyak pihak dirugikan. Termasuk masyarakat juga. Ingat akses jalan sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi masyarakat,” ujar Ketua Komisi I Dekot ini.
Menurutnya, jika ada gugatan dari masyarakat soal ganti rugi, silahkan lewat jalur hukum. “Akan tetapi, untuk pekerjaan harus tetap jalan,” tandasnya.