TOTABUANEWS.COM – Diabetes melitus merupakan penyakit kadar gula darah tinggi. Untuk mengendalikan kadar gula darah yang tinggi itu diperlukan perubahan gaya hidup, termasuk kedisiplinan mengonsumsi obat.
Tujuan pengobatan diabetes melitus memang bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk menormalkan gula darah dan mencegah kerusakan organ-organ tubuh akibat gula darah yang tinggi.
Gula darah yang tinggi dalam waktu lama (bertahun-tahun) dapat menimbulkan komplikasi pada pembuluh darah di mata, ginjal, otak, dan tungkai.
Ada banyak alasan mengapa penyandang diabetes kurang disiplin menjalani pengobatan, misalnya saja komunikasi yang kurang baik antara pasien dan dokter.
“Bisa jadi dokter tidak memberikan penjelasan, hanya diberikan obat, apalagi dalam jumlah banyak. Yang kedua, pasien mendapatkan informasi yang salah misalnya kebanyakan obat nanti berdampak ke ginjal. Padahal, kerusakan ginjal pada diabetes karena penyakitnya bukan karena obat-obatan,” kata dr.Benny Santosa Sp.PD-KEMD, dalam acara diskusi media yang diadakan PT.MSD Indonesia, di Jakarta (24/3/2017).
Karena obat diabetes harus dikonsumsi setiap hari selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup, banyak pasien yang takut dengan efek samping obat.
“diabetes adalah penyakit yang merusak organ mulai dari mata, kaki, saraf. Tanpa berobat rutin organ-organ ini akan cepat rusak,” kata dokter dari RS Gading Pluit Jakarta ini.
Selain itu, menurut Benny banyak juga pasien yang menyalahkan obatnya jika kadar gula darahnya tidak turun-turun, lalu minta obatnya diganti.
“Jarang ada yang menyalahkan gaya hidup yang memang belum dilakukan. Obat apa pun, tanpa mengubah gaya hidup lebih sehat hasilnya tidak akan maksimal,” ujarnya.
Rendahnya kepatuhan konsumsi obat ternyata lebih banyak ditemukan pada pasien berusia muda dibanding yang sudah usia lanjut.
Ketidakpatuhan pasien mengonsumsi obat yang diresepkan dengan benar (keteraturan dosis dan waktu minum), berkontribusi terhadap kondisi pasien.
Data menunjukkan, rata-rata setengah pasien menghentikan pengobatan dalam waktu 12 bulan sejak memulai pengobatan. Hal ini masih ditambah dengan malas konsultasi ke dokter untuk sekadar memantau gula darah.
Ketidakpatuhan pasien dalam berobat inilah yang menjadi salah satu akar masalah yang membuat penyakit jadi tidak terkontrol dan muncul komplikasi.
“diabetes yang tidak terkontrol membuat tubuh berada dalam kondisi hiperglikemi kronik. Inilah yang bisa menyebabkan komplikasi, baik mikrovaskular seperti kehilangan penglihatan, kebas/baal karena saraf rusak, gangguan ginjal; maupun makrovaskular seperti pengerasan pembuluh darah jantung,” papar dr.Suria Nataatmadja, Medical Affairs Director MSD.