TOTABUANEWS, BOLMONG – Kabupaten Bolmong sebagai lumbung pangan di Sulut, tidak lagi bisa menjadi jaminan. Mengapa tidak, saat ini seminggu jelang sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, harga cabai mulai tidak stabil, bahkan hampir setiap memasuki hari besar keagamaan atau hari raya harganya cenderung meroket.
Kepala Dinas Pertanian Bolmong Taufik Mokoginta, mahalnya cabai di pasar ini akibat permainan pasar karena Bolmong tidak pernah kekurangan cabai. “Ini permainan pasar, lahan Bolmong itu luas. Ini ada spekulan permainan harga oleh pengusaha tertentu,” ungkapnya, belum lama ini.
Perjalanan cabai hingga ke pasar melewati beberapa tahapan. Mulai dari petani, pengumpul satu, pengumpul dua, pengumpul terbesar, dan akhirnya ke pasar.
“Di tiap margin perjalanan, ketambahan harga, misalkan beli ke petani Rp 7 ribu, ke pengumpul satu dua hingga pengumpul besar naik sampai ke pasar harganya sudah Rp 80 ribu. Apalagi di konsumsi cabai di Bolmong terbilang tinggi. Kebutuhan kepedasan masyarakat dimanfaatkan oleh pengusaha,” ujarnya.
Menurutnya, pengumpul cabai di Bolmong, bahkan di Sulut hanya ada satu pintu. Yakni pegusaha dari Provinsi Gorontalo. Bahkan cabai dari Bolmong dikirim ke Gorontalo.
“Yang kendalikan ini pengusaha dari Gorontalo. Saya pernah membawa cabai untuk dagang. Keliling-keliling tak ada yang mau, hingga akhirnya jual ke pengusaha Gorontalo. Mereka yang masukkan ke pasar. Di tiap tempat mereka ada kaki-kakinya,” jelasnya.
Sebenarnya kata dia, masyarakat Bolmong tidak perlu merasakan dampak mahalnya cabai di pasar. Hanya butuh usaha lebih dengan menanam cabai di rumah masing-masing.
“Kan bisa tanam sendiri. Tapi masyarakat maunya yang instan. Akhirnya kalau cabai mahal, masyarakat yang susah,” ujarnya.
Lanjutnya, meski mahal masyarakat Bolmong tetap membutuhkan cabai. Pasalnya, budaya makan pedas warga yang tak bisa ditinggalkan kebutuhan inilah yang dimanfaatkan pengusaha cabai,
Dikatakannya, Dinas Pertanian pun sebenarnya punya program bantuan. Yakni bantuan polibek beserta bibit cabai. Bantuan ini sudah dan sementara disalurkan pada masyarakat.
“Tahun ini kami target menyalurkan 200 bal polibek. Satu bal ada seribu polibek. Tentu beserta bibit cabai. Saat ini sudah 100 bal yang tersalur ke masyarakat,” ujarnya.
Taufik berharap komitmen Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw saat ini, terkait bantuan pertanian di Bolmong terealisasi. Meski setiap kebijakan pasti ada pro dan kontra. “Paling tidak bisa meminimalisir masalah dan bisa mendukung program yang ada,” jelasnya.
Sementara itu, sejumlah bantuan pemerintah masih mendapat keluhan warga. Di antaranya, bantuan polibek dan bibit yang dinilai tak menyentuh semua kalangan. Fahmi Dairus, warga Lalow mengaku tak pernah dapat bantuan ini.
“Kalau ada akan kita terima. Saya berharap boleh dapat bantuan itu. Karena memang membantu kalau ada cabai sendiri. Hanya jaga-jaga, kalau-kalau sewaktu-waktu perlu cabai,” harap Rosyid.
Terpisah, Kepala Dinas Perdagangan dan ESDM Bolmong George ED Tanor mengatakan pihaknya selalu mengontrol bahan-bahan di pasar. Harga cabai di Bolmong yang selalu bergejolak.
“Kalau bahan lain cenderung stabil. Hanya cabai saja yang selalu berubah. Kami tetap mengontrol harga cabai ini. Jangan sampai harga di pasar sudah tak wajar,” pungkasnya.
Peliput: Ebby Makalalag