PERAYAAN Tahun Baru Imlek 2569, di Klenteng Thian Shang Sheng Mu Khung Kelurahan Mongkonai, Kota Kotamobagu, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (15/02/2018) meninggalkan kesan tersendiri, bagi setiap pengunjung yang datang.
Nuansa damai, dan toleransi tinggi, sangat kental terasa, saat mulai memasuki area klenteng. Kehangatan tampak bertumbuh sangat subur di antara warga masyarakat–beda suku, ras, golongan, dan agama ini.
Tak heran, banyak perempuan berhijab, lalu-lalang di bawah lampion, melihat-lihat, juga berselfie ria, mengabadikan kebersamaan saat Imlek. Atau, bukanlah hal yang aneh, melihat sesorang memakai kalung Rosario (alat yang digunakan saat berdoa, oleh orang Katolik, berbentuk kalung manik-manik), bisa berdiri tepat, berpapasan dengan dupa, berbaur bersama semua asap-asap dan aroma yang ditimbulkannya.
Dari 131.011 jiwa jumlah populasi penduduk Kotamobagu, umat Tridharma hanya berkisar 77 Kepala Keluarga (KK). Namun, sebagai minoritas, mereka bisa hidup rukun, damai, berdampingan dengan umat lain.
Salah-satu pemandangan, juga keistimewaan Kotamobagu, yang patut dibanggakan, dijaga kelangsungannya sebagai suatu tatanan hidup, dan warisan adat budaya.
Sejak diresmikan pada 27 Desember 2005, Klenteng Tian Shang Sheng Mu Khung, selalu dipadati masyarakat saat Imlek. Bahkan, yang datang bukan hanya masyarakat Kotamobagu, tapi dari luar daerah.
“Saya ikut nenek yang kebetulan Tionghoa juga, untuk merayakan Imlek di sini,” kata Jently Waluyan, warga Desa Tambun, Kabupaten Bolaang Mongondow.
Tak sekadar ingin menyaksikan langsung, warga yang berbondong-bondong mendatangi klenteng, berusaha untuk tertib, tidak mengganggu, dan berkerjasama dengan aparat kepolisian, turut menjaga umat Tridharma melangsungkan sembahyang.
Di Kotamobagu, Imlek bukan hanya perayaan hari besar umat Tridharma, tapi juga, sebagai cerminan toleransi yang tinggi, atas implementasi pesan perdamaian leluhur; Mototabian, Mototampian bo Mototanoban. Selamat Tahun Baru Imlek, Gong Xi Fa Cai.
OLEH : NENO KARLINA