Kota Kotamobagu, umumnya Bolaang Mongondow Raya (BMR) merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam.
Pemanfaatan sumber daya alam, yang masih terus dikembangkan oleh pemerintah adalah sektor pertanian. Namun, bagaimana jadinya jika petani di Kotamobagu terus berkurang serta lahan pertanian juga terus mengalami penyusutan?
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi berkurangnya jumlah petani di Kotamobagu seiring berjalannya waktu, salah satunya adalah menurunnya kualitas tanah.
Saat ini petani tidak merasakan keuntungan tinggi dalam menjalankan usaha taninya. Selain itu juga, karena tingginya pembangunan untuk kepentingan komersial atau industri di Kotamobagu yang terpaksa menggunakan lahan pertanian.
Tingginya harga yang ditawarkan para investor menjadikan petani tergiur dan akhirnya menjual lahannya. Hal tersebut merupakan awal dari terjadinya alih fungsi lahan dan menyebabkan lahan pertanian berkurang secara terus menerus.
Kepala pelayanan data BPS Kotamobagu, Djamila Akuba, kepada TotabuaNews.com mengatakan, berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap sensus pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di kota kotamobagu tercatat sebanyak 8.289 yang dikelolah oleh rumah tangga.
Selain itu terdapat empat usaha pertanian yang dikelolah oleh bukan rumah tangga. Sedangkan, untuk perusahaan pertanian berbadan hukum yang mengelolah pertanian tidak ditemukan.
“Jumlah pertanian tidak berbadan hukum atau bukan usaha rumah tangga usaha pertanian hanya terdapat 4 unit, yakni di Kecamatan Kotamobagu Selatan dan Kotamobagu Timur masing-masing satu unit usaha dan Kotamobagu Barat ada 2 unit usaha,” katanya, Senin (21/05/2018).
Nyaris 40 persen rumah tangga petani yang ada di kotamoagu tinggal di kotamobagu selatan, dan sisanya menyebar di kecamatan lainnya.
Penyebaran rumah tangga usaha pertanian di kecamatan kotamobagu selatan, timur dan utara lebih merata ditiap desa bila dibandingkan dengan kotamobagu barat.
Dari data statistic Kotamobagu, jumlah rumah tangga pertanian (RTP) kotamobagu pada 2003 tercatat sebanyak 10.890 yang terbagi di kecamatan kotamobagu selatan sebanyak 3.667, kotamobagu timur 3.001, kotamobagu barat 2.145 dan kotamobagu utara 2.077.
Sedangkan pada 2013 tercatat sebanayk 8.289 RPH di kotamobagu yang terbagi di kotamobagu selatan 3.187, kotamobagu timur 2.172, kotamobagu barat 1.237 dan kotamobagu utara 1.639. Artinya, jumlah RTP di Kotamobagu mengalami penurunan sebanyak 2.691 atau sebesar 16,3 persen.
“Dalam kurun waktu 10 tahun tersebut sudah terjadi penurunan yang sangat besar. Maka dapat diprediksikan hingga saat ini sudah terjadi penurunan jumlah petani yang cukup besar pula,” ujarnya.
Kurangnya pengetahuan dan motivasi untuk meningkatkan produktivitas lahan pertaniannya memang menjadi salah satu penyebab petani tidak mau meneruskan untuk menggarap lahannya.
Petani banyak memilih mejual lahan, untuk pembangunan perumahan, hotel, dan kepentingan komersial lainnya. Sehingga petani yang sudah menjual lahannya terpaksa beralih profesi.
“Salah satu penyebabnya juga karena seiring perkembangan kota dimana lahan pertanian di kotamobagu berkurang dan sudah berlaih fungsi yang tadinya lahan pesawahan menjadi pemukiman. Selain itu, kurangnya minat anak muda untuk menjadi petani juga menjadi penyebab tidak adanya regenerasi petani. Hal tersebut jelas menyebabkan semakin berkurangnya jumlah petani di Kotamobagu,” jelasnya.
Pada kasus seperti ini tambahnya, dukungan dari pemerintah jelas sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kembali pertanian di Kotamobagu.
Dukungan pemerintah dapat berwujud seperti sarana dan prasarana, bantuan subsidi input usaha tani, maupun penyaluran tenaga penyuluh, untuk memberikan penyuluhan dan informasi dalam hal pertanian sehingga para petani mampu mengelola lahan pertaniannya dengan baik dan mendapat keuntungan yang tinggi. (Neno Karlina)