TOTABUAN.NEWS, BOLMONG – Ratusan warga Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) terancam tak bisa lagi menikmati fasilitas air bersih dari pemerintah. Pasalnya, kebijakan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bolmong dalam menaikkan tarif dasar air bersih terhitung 1 Juli 2018 lalu, yang didasari Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 210 Tahun 2018 justru memberatkan warga khususnya pelanggan.
Belum lagi, penerapan sistem penghitungan tarif secara online oleh PDAM semakin membuat warga tidak mampu membayar biaya air bersih setiap bulannya. Sebagaimana pengakuan dari Lian Pobela, warga Desa Kopandakan Dua, Kecamatan Lolayan. Pasca pemberlakuan aturan baru dari PDAM, dirinya mengaku harus membayar hingga empat kali lipat dari harga biasanya. “Untuk pemakaian bulan Agustus, saya harus membayar 370 ribu. Padahal biasanya paling tinggi hanya 60 ribu. Jujur, dengan harga sekarang ini saya tidak mampu lagi membayar. Terserah mau dilakukan pemutusan,” ungkap Lian, kemarin.
Senada dikatakan Ifran Mamonto, warga Desa Mopait, Kecamatan Lolayan. Mantan aktivis HMI Cabang Bolmong ini menyebutkan, PDAM sudah bagaikan perusahaan asing yang dengan sesuka hati menaikan harga air yang notabene merupakan kebutuhan pokok manusia. Menurut Irfan, PDAM sudah menjadi perusahaan kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan, tanpa melihat kemampuan masyarakat. “Kami masyarakat meminta bupati Bolmong, Yasti Soepredjo Mokoagow untuk mengingatkan perusahaan, agar nantinya kebijakan perushaan justru tidak bertolak belakang dengan visi misi bupati dalam mensejahterakan masyarakat. Apalagi, kondisi saat ini, kebutuhan pokok lainnya juga mengalami kenaikan harga,” kata Irfan Mamonto.
Terpisah, tokoh pemuda Lolayan, Ismail Ambaru menilai, kebijakan PDAM saat ini terkesan tidak mendukung visi dan misi Bupati. Sejak dilantik sebagai Bupati 22 Mei 2017 lalu, pasangan Yasti-Yanny terus menggenjot pembangunan diberbagai sektor. Tujuannya semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat Bolmong. Contohnya, pasca dilantik, Bupati langsung menggenjot pembangunan Instalasi Pengelolaan Air (IPA) di Kecamatan Passi Timur, hingga akhirnya diresmikan, beberapa bulan lalu.
IPA yang mampu mengaliri 2000 sambungan pipa dengan kecapatan 20 liter perdetik ini diharapkan mampu mendukung perekonomian masyarakat. “Kewajiban pemerintah menyediakan air yang layak. Tapi kondisi saat ini, justru ratusan masyarakat terancam tak bisa nikmati air bersih dari pemerintah akibat kebijakan sepihak dari PDAM,” singgung Ismail.
Sementara itu, Dirut PDAM Bolmong, Irwan Paputungan, saat dikonfirmasi membenarkan kenaikan harga air dan penerapan penghitungan secara online. Menurut Irwan, sistem manual yang digunakan sebelumnya dianggap tidak akurat dan rawan penyelewengan. Dirinya bahkan mengakui, banyak petugas PDAM yang hanya sembarangan mancatat angka dimeteran setiap pelanggan. Bahkan kata dia, ada yang tidak turun lapangan dan hanya mengira-ngira jumlah pemakaian air masing-masing pelanggan.
Alhasil, jumlah air yang dikeluarkan PDAM tidak sesuai dengan jumlah yang harus dibayar. “Jadi dengan menggunakan sistem online, maka jumlah pemakaian selama ini yang tidak tercatat oleh petugas akan terakumulasi secara otomatis. Jadi jangan heran kalau jumlah yang dibayarkan terbilang besar,” kata Irwan, saat dikonfirmasi via ponselnya, baru-baru ini.
Terkait keluhan sejumlah warga, Irwan Paputungan menegaskan, bahwa itu sudah sesuai aturan dan harus dibayar. Dia menjelaskan, PDAM tidak mau lagi mengalami kerugian seperti tahun-tahun sebelumnya. Apalagi menurut dia, PDAM merupakan perusahaan yang membiayai diri sendiri, mulai dari gaji pegawai hingga biaya operasional. Selain itu, upaya ini juga untuk mendongkrak pendapatan asil daerah (PAD). “Selama ini PDAM tidak punya kontribusi untuk daerah. Jadi apa yang sudah tercatat harus dibayar. Kalau tidak bayar maka saya lakukan pemutusan sambungan,” ketusnya, dengan nada tinggi.
Tim Totabuan News