TNews, JAKARTA – Peningkatan utang publik jadi sorotan lembaga penelitian Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Utang BUMN salah satunya.
Dalam Catatan Akhir Tahun yang disusun tiga Ekonom Perempuan Indef Aviliani, Eisha Maghfiruha Rachbini dan Esther Sri Astuti, peningkatan utang BUMN non finansial telah meningkat sejak triwulan dua tahun lalu.
“Peningkatan utang bukan hanya terjadi pada Pemerintah Pusat, tetapi juga pada BUMN non finansial. Peningkatan utang BUMN non finansial ini melonjak sejak triwulan II-2018,” ungkap Indef dalam catatannya, dikutip Sabtu (21/12/2019).Pembangunan infrastruktur yang masif dinilai jadi masalah. Pasalnya, Indef menilai pemerintah kurang memperhatikan para perusahaan pelat merah saat berutang untuk pembangunan.
‘Pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan oleh BUMN non finansial perlu memperhatikan rasio keuangan mereka terutama terkait utang. Perlu ada manajemen pembayaran utang yang baik,” papar Indef.
Melihat hal tersebut, Indef menilai sudah saatnya pemerintah lebih banyak melirik dan menggandeng pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur. “Selain itu sudah saatnya BUMN berbagi tugas dengan swasta domestik dalam pembangunan infrastruktur jika mau lebih efisien,” jelas Indef.
Indef juga menilai utang pemerintah kemungkinan akan terus bertambah. Terlebih lagi penerimaan pajak sedang merosot.
“Konsekuensi penurunan penerimaan pajak di saat belanja tinggi adalah peningkatan utang Pemerintah Pusat. Hal ini juga berimplikasi pada pelebaran defisit keseimbangan primer, artinya utang pemerintah ke depan akan bertambah lagi,” ungkap Indef.
“Bahkan posisi defisit anggaran terhadap PDB sudah di atas target APBN 2019, yaitu sebesar 2,3%, padahal target APBN 1,84% terhadap PDB,” lanjutnya.
Indef menyarankan agar utang lebih banyak diarahkan untuk menstimulus pergerakan perekonomian. Sebaliknya, jangan pernah berutang demi menutup utang yang lalu.
“Utang yang dikatakan baik adalah yang digunakan untuk menstimulus ekonomi agar bergerak sehingga ada pengembalian terhadap negara berupa penerimaan pajak, namun jika utang dilakukan untuk membayar utang maka akan memperburuk neraca anggaran,” papar Indef.
Terakhir Indef mengingatkan jangan terlalu banyak menarik utang dari luar negeri, karena rentan dengan pergerakan ekonomi global. Sejauh ini pembiayaan utang banyak dilakukan dengan menggunakan surat berharga negara (SBN), jumlahnya 83% dari keseluruhan utang negara.
“Pembiayaan utang didominasi oleh SBN, yaitu sekitar 83% data per September 2019 dari total utang. Persoalannya, kepemilikan SBN yang porsinya semakin didominasi oleh non-residen membuat perekonomian rentan terhadap goncangan pasar global,” jelas Indef.
Sumber : Detik.com