TNews, Jakarta – Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan bicara mengenai sepak terjang Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro yang terlibat dalam skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal itu disampaikan Dahlan di laman pribadinya disway.id dengan judul Nasib Benny. Dikutip, Kamis (16/1/2020), mengawali tulisannya, Dahlan mulanya berpikir sosok Benny Tjokrosaputro atau biasa disapa Bentjok bakal lolos dari masalah hukum. Ia juga menilai mulanya berpikir Bentjok masih pintar.
Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) kali ini hebat. Kejagung menetapkan Bentjok dan keempat orang lainnya jadi tersangka. “Awalnya saya berpikir Bentjok –Benny Tjokrosaputro– pasti lolos lagi. Kali ini pun. Ternyata Kejaksaan Agung kali ini hebat. Bentjok sudah ditetapkan sebagai tersangka. Bersama empat tersangka lainnya. Dalam kasus Jiwasraya yang seru itu,” tulis Dahlan. “Semula saya pikir Bentjok masih pintar: bisa lepas dari jeratan hukum. Dengan menggunakan hukum-hukum dagang yang tersedia. Yang, menurut hukum itu, bisa saja ia merasa benar. Bisa saja Bentjok merasa sudah sesuai dengan peraturan yang ada,” sambung Dahlan.
Dahlan mengatakan, Bentjok merupakan orang yang terkenal pintar. Bentjok bisa tak merasa menipu meski ada orang yang tiba-tiba tertipu. Bentjok, katanya, adalah tipe orang yang berpikir panjang. Segala langkahnya sudah dihitung bahkan untuk masa yang jauh. Termasuk, sudah memperhitungkan akibat hukumnya. “Bahwa sekarang ia jadi tersangka mungkin salahnya pepatah –sepandai-pandai tupai melompat akhirnya ada tangga yang jatuh,” katanya.
Dalam tulisannya, Dahlan menyinggung penggunaan uang Jiwasraya oleh Bentjok. Dahlan menilai intrumennya sudah diatur agar tidak mekanggar hukum. Salah satunya melalui medium term note (MTN). “Bahwa ia pernah memakai uang Jiwasraya ratusan miliar ia akui. Tapi, katanya, sudah lunas. Dan proses pemakaian uang itu pasti sudah ia persiapkan. Ia pasti sudah melengkapinya dengan dokumen yang rapi,” kata Dahlan. “Bentuknya pun pasti sudah diatur yang tidak melanggar hukum –menurut ia. Misalnya waktu mengeluarkan MTN –surat utang jangka menengah. Mediun term note. Itulah cara Bentjok pinjam uang secara legal. Kesalahan Jiwasraya: kok mau meminjami,” jelasnya.
Kemudian, Dahlan bilang, MTN bukan satu-satunya transaksi antara Jiwasraya dengan Bentjok. Ada transaksi lain yakni pembelian saham Hanson International milik Bentjok. Jiwasraya, katanya, membeli saham Hanson ketika harganya Rp 1.300 per lembar saham dengan nilai Rp 760 miliar. Banyak yang menilai itu kemahalan, tapi harga sahamnya terus menanjak. “Banyak yang menilai itu kemahalan. Tapi itulah harga resmi di pasar modal. Setahun kemudian harga saham itu naik drastis. Menjadi Rp 1.865/lembar. Saat inilah mestinya Jiwasraya jual saham. Bisa untung lebih Rp 100 miliar,” lanjut Dahlan.
Tapi penjualan itu tidak dilakukan, menurut Dahlan, mungkin menunggu harga naik lagi. Namun, setelah itu saham Hanson terjun bebas sampai Rp 50 per saham. “Hitung sendiri berapa ratus miliar uang Jiwasraya hilang,” ujarnya.
Bagaimana cerita Benny merintis bisnis?
Dahlan bercerita, Bentjok punya banyak tanah. Menurutnya, bisnis Bentjok memang di bidang tanah, alias jual beli tanah. “Orang Solo akan menyebut orang seperti Benny sebagai pengusaha lemah –lemahe akeh tenan (tanahnya banyak sekali),” tulis Dahlan. Dahlan menuturkan, Benny punya lahan sekitar 6.500 ha tanah saat ini. Namun, Benny masih perlu banyak uang untuk terus membeli tanah. Kadang, Benny kesulitan uang saat jualan tanah masih sepi seperti empat tahun terakhir.
Lanjutnya, Benny sudah main tanah sejak muda. Sejak Benny masih berada di Solo. “Awalnya karena ia jengkel: setiap Batik Keris mau memperluas pabrik harga tanah di sebelahnya sudah naik,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, Benny merupakan cucu pendiri Batik Keris, Kasom Handoko Tjokrosapoetro. Karena kebutuhan lahan, Benny muda memutuskan agar membeli tanah yang luas sekalian sehingga kapan pun pabrik diperluas tidak jengkel lagi. “Ternyata perkembangan Batik Keris tidak terus memerlukan perluasan pabrik. Ternyata jualan rumah lebih cepat mendapat uang –daripada jualan batik,” terang Dahlan.
Sebab itu, tanahnya di Solo Baru dijadikan real estate. Itu adalah real estate pertama yang modern di Solo. Dari situ Benny kemudian lebih tertarik ke tanah daripada batik. Namun, Benny tetap tertarik main saham. Meski Benny tidak rela diberi gelar tukang goreng saham dan beberapa kali ditepisnya, gelar itu sudah amat melekat di lingkungan bursa saham. Memang, banyak sekali perusahaan Benny yang sudah melantai di pasar modal. “Saya ini lebih tepat dikatakan suka membawa perusahaan ke pasar modal,” kata Benny ke media. Sudah banyak media yang memuat keterangannya seperti itu, bukan penggoreng saham. Namun, penjelasannya itu tidak mampu mencabut gelarnya sebagai tukang goreng saham.
Sumber : detik.com