TNews, Jakarta – Pergerakan rekening milik sejumlah kepala daerah yang melakukan cuci uang melalui kasino di luar negeri menurun sejak PPATK mengungkapkan adanya modus tersebut ke publik. Meskipun demikian, kata Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin, gerak-gerik mereka tetap dalam pantauan. “Untuk sementara ini agak sedikit mereda tapi tentu kami monitor terus,” ucap Master Kebijakan Ekonomi dari Universitas Illinois, AS itu.
Proses penelusuran sejumlah rekening di kasino milik beberapa oknum kepala daerah itu dilakukan selama 2-3 tahun terakhir. Penelusuran bermula dari adanya transaksi mencurigakan kepada seseorang di luar negeri yang berperan sebagai gatekeeper sebelum masuk ke kasino. “Bersama beberapa stafnya, Badaruddin mengaku sempat mengunjungi kasino dan ikut berjudi. Tapi ia berkeras tak bersedia menyebut nama kasino maupun lokasi negaranya. Ia cuma memastikan permainan judi yang diikutinya bernilai kecil sekedar untuk mendapat gambaran modus pencucian uang yang ditelitinya. “Yang kecil-kecilan saja sebagai bagian dari investigasi,” ujar mantan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan itu.
Di sejumlah negara, judi di kasino bukan hal terlarang. Karena itu PPATK pun tidak mempersoalkannya. Tapi yang menjadi perhatiannya adalah asal-usul atau sumber uang yang digunakan untuk berjudi. Atas nama kerahasiaan, Badaruddin menutup rapat mulutnya saat ditanya nama kepala daerah maupun sekedar lokasi si kepala daerah apakah di Jawa atau luar Jawa. Ia juga tak bersedia menjelaskan soal kemungkinan pencucian uang itu terkait dengan pilkada, pemberian izin pembukaan lahan tambang atau lainnya. “Itu kewenangan penyidik, sabar saja. Pada waktunya penyidik pasti akan membukanya ke publik,” ujarnya.
Pada bagian lain, Badaruddin sempat menyinggung soal kebijakan PPATK yang tidak membatasi pengawasan nilai transaksi keuangan lintas negara. Sebab dari pengalaman selama ini, ada transaksi dalam nominal kecil ternyata itu terkait untuk kepentingan terorisme. “Iya, jadi terorisme itu tidak besar-besar uangnya, kecil-kecil. Dia ada yang many to one, one to many istilahnya. Dari luar negerinya masuk sini kecil-kecil di sini dikumpulkan menjadi satu atau sebaliknya,” jelas Badaruddin.
Sejumlah kasus terkait hal ini telah masuk ke pengadilan dan divonis berkekuatan hukum tetap. Tapi sebagian lagi masuk database kepolisian yang akan memudahkan untuk melacaknya bila akan terjadi sesuatu aksi. Khusus terkait skandal gagal bayar asuransi Jiwasraya yang merugikan negara hingga triliunan rupiah, Badaruddin mengaku sebagian orang yang tak paham ikut menyalahkan pihaknya. Padahal tanpa laporan dari pengawas keungan di bidang asuransi, PPATK tak akan mungkin bisa bekerja. “Kami bukan lembaga superbody yang setiap jarum jatuh di republik ini pasti tahu. Tidak demikian,” kata Badaruddin.
Sumber : news.detik.com