TNews, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengerahkan serangan udara ke Iran. Serangan tersebut menewaskan Komandan Garda Revolusi Iran, Mayor Jenderal Qasem Soleimani. Serangan udara yang menyebabkan kematian Komandan Pasukan Quds pada Jumat (3/1) pagi, tepatnya di kota Bhagdad itu dilakukan Trump guna ‘melindungi personel AS di luar negeri’.
Tewasnya Jenderal Iran tersebut meningkatkan ketegangan di Timur Tengah yang menjadi rumah bagi negara-negara penghasil minyak. Presiden Iran Hassan Rouhani mengungkapkan dalam sebuah pernyataan bahwa ia kan membalas kejadian ini. Peristiwa ini disebut-sebut sebagai pemicu perang dunia ketiga alias world war 3. Ungkapan itu pun menggema di dunia maya.
Selang beberapa waktu dari peristiwa naas tersebut, harga minyak dunia naik. Harga minyak brent melonjak 3,6% ke level US$ 68,60 per barel pada Jumat (3/1) kemarin. Padahal, dalam Asumsi Makro APBN 2020, pemerintah memprediksi harga minyak mentah hanya sebesar US$ 63 per barel. Selain itu, minyak berjangka AS juga naik 3,1% ke US$ 63,05 per barel. Ini merupakan kenaikan terbesar dalam sebulan terakhir dan harga tertinggi sejak September 2019.Menurut ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara, kenaikan harga minyak ini bisa turut mengerek harga bahan bakar minyak (bbm) terutama non subsidi. Kenaikan itu bisa mengakibatkan inflasi dan menekan daya beli masyarakat, yang ujung-ujungnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Untuk itu, Bhima memberikan beberapa saran yang dapat dilakukan pemerintah demi mengantisipasi terjadinya kemungkinan-kemungkinan buruk tersebut.
Pertama, pemerintah harus bekerja keras untuk menjaga daya beli masyarakat, bahkan meningkatkannya. “Pastikan daya beli masyarakat terjaga dengan mendorong stimulus fiskal khususnya kepada masyarakat rentan miskin dan miskin,” kata Bhima kepada detikcom, Minggu (5/1/2020).
Kemudian, pemerintah juga perlu merevisi Asumsi Makro dalam APBN 2020 dan menyesuaikan kenaikan harga minyak mentah yang terjadi saat ini. Selain itu juga, pemerintah disarankan menambah subsidi bbm, listrik, dan LPG 3 kilogram (kg).
“Melakukan APBN perubahan 2020 agar asumsi makro khususnya harga minyak disesuaikan dan alokasi subsidi bbm listrik dan LPG 3 kg bisa ditambah,” ujar Bhima.
Terakhir, membuka kesempatan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia meminjam utang dengan valas. “Mendorong korporasi yang meminjam utang dengan valas agar melakukan lindung nilai atau hedging, antisipasi pelemahan kurs rupiah,” tutup dia
Sumber : Detik.com