TNews, KOTAMOBAGU – Jalanan Kotamobagu terlihat sepi, sesekali kendaraan beroda dua malu-malu melintas. Hanya burung kecil yang lebih tampak serangga, tapi orang-orang menyebutnya burung, atau apalah itu, yang masih bebas berkerumun memperlihatkan keramaian di bawah PJU.
Semenjak pandemik Corona mulai menyerang Sulawesi Utara, (Sulut), pemerintah Kota tak pernah absen mengingatkan warga untuk menghindari keramaian.
Tak main-main, untuk menekan potensi penyebaran virus ini, orang pemerintah lengkap dengan masker biru, saban hari patroli membubarkan semua aktifitas beramai-ramai ria-nya orang-orang khidmat nongkrong, makan-makan, nyinyirin presiden, menyanyi lagu Bob Marley, nikahan, khitanan, syukuran, dan segenap aktifitas keramaian masyarakat Kotamobagu. Meminta warga tetap di rumah saja, kembali berdiam, memasuki sepi–walau sebenarnya sepi tidak selalu sama dengan sendiri.
Itulah yang diyakini Supandi (41), pedanga ini terdengar menghibur diri, ia tahu ramai berarti sebuah titian rezeki menyambung hidup, jalan pundi-pundi rupiah masuk ke dalam blek coklat bekas cemilan bergambar keluarga, miliknya.
Satu-satunya benda kesayangan yang saat ini menemani buntelan bakso, sayur-mayur, kerupuk, tahu, kecap yang tertata rapi di atas gerobak. Gerobak yang tentu juga berparkir di bawah keramaian burung atau serangga “penguasa” PJU di simpang jalan Kelurahan Poyowa Kecil, Kecamatan Kotamobagu Selatan.
Setelah dua belas tahun jualan, inilah kali pertama, Mas Andi, (sapaan akrab para pembeli), mempersempit wilayah kekuasaannya dengan menutup warung makan. Memparkir gerobak dan menanti keajaiban. Berharap, keramaian serangga bisa membantu mendatangkan pundi-pundi rupiah lagi.
“Saya takut tapi bagaimana. Saya harus tetap jualan agar bisa bertahan hidup. Saya selalu berdoa menghadap langit yang banyak serangganya, semoga wabah Corona ini bisa segera berakhir, dan semoga ada pembeli yang datang. Tak perlu banyak 5 pembeli saja cukup, buat modal parkir gerobak esok malamnya lagi,” ujar Mas Andi, Senin, (30/03/2020).
Dibarengi napas panjang, Mas Andi tahu persis tak seharusnya ia parkir gerobak. Ia bukan sedang tidak ingin mendengar pemerintah, atau tidak takut Corona. Dua anak dan satu istrinya butuh makan.
“Saya terpikir, kalau memang tidak boleh berkerumun, ramai-ramai makan di warung, kenapa tidak langsung dibawa saja. Makanya, kedai tetap tutup, saya hanya melayani pembeli yang langsung bawa pulang,” ucap Mas Andi.
Meski tidak sebanyak dulu, Mas Andi bersyukur, dengan sistem bawa pulang ini, rupiah yang melemah dan lambat tetap berjalan menuju blek coklatnya.
“Rupiah hanya mungkin saya dapat dengan sistem bawa pulang. Biar tidak kena’ wabah dan tetap bisa menyambung hidup,” kata Mas Andi.
Seolah paham dengan hidup Mas Andi dan mas-mas pedagang lainnya, pemerintah melalui Tim Gugus Tugas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), telah mempersiapkan surat edaran sebagai instruksi pemberlakuan sistem Take Away (Bawa Pulang) bagi pelaku usaha, restoran siap saji.
“Surat edarannya sementara dibuat,” kata Kepala Disparbud Kotamobagu, Anki Taurina Mokoginta, Senin (30/3/20)
Ia menjelaskan, surat edaran tersebut memuat instruksi pemberlakuan jam operasi bagi tempat usaha kuliner siap saji.
“Untuk instruksi sistem take away, dan pemberlakuan jam beroperasi untuk tempat usaha restoran cepat saji. Nanti akan kami dikoordinasikan dengan Sekretaris Daerah,” ujarnya.
Begitulah bunyi berita-berita yang dibaca, Mas Andi. Dari berita yang menyebar melalui mulut ke mulut pedagang itu, Mas Andi tahu, Tuhan yang dia yakini ada di atas langit, di atasnya serangga-serangga PJU sedang berbaik hati padanya.
Neno Kalina