Draf RUU Cipta Kerja Diminta Direvisi

0
84

TNews, JAKARTA – Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai reaksi dari berbagai elemen masyarakat.

Hal ini lantaran adanya persoalan substansial pada pasal 170. Pemerintah disarankan untuk menarik dan memperbaiki draf tersebut.

“Sebaiknya pemerintah segera melakukan penarikan RUU Cipta Kerja dari DPR untuk perbaikan materi yang krusial dan yang dinilai menabrak sejumlah prinsip-prinsip dasar dalam bernegara.

Pemerintah tak perlu gengsi untuk menarik draf RUU Cipta Kerja tersebut. Pemerintah juga tidak akan kehilangan muka jika menarik draf RUU Cipta Kerja ini.

Setidaknya, penarikan RUU Cipta Kerja ini sebagai upaya mencegah kerusakan yang akan muncul dari RUU ini.

Mencegah kerusakan harus lebih diutamakan oleh pemerintah ketimbang mendorong kemanfaatan yang diharapkan dari RUU Cipta Kerja ini,” kata Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi kepada wartawan, Senin (9/3).

Menurut Ferdian, polemik yang ditimbulkan dari RUU Cipta Kerja harus direspons secara baik dan bijak oleh pemerintah sebagai pihak yang menginisiasi RUU Cipta Kerja ini. Sejumlah persoalan substansial, yang belakangan pemerintah menyebut typo atau salah ketik, semestinya segera diperbaiki. RUU Cipta Kerja ini merupakan etalase wajah hukum pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Dosen HTN Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya itu menilai, pemerintah harus memastikan secara substansial RUU Cipta Kerja ini tidak keluar dari koridor reformasi dan demokrasi yang telah diperjuangkan bersama-sama pada 21 tahun silam. RUU Cipta Kerja justru harus menguatkan bangunan reformasi dan demokrasi.

“Pasal 70 ayat (1) UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan “RUU dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden”. Surat Presiden mengenai RUU Cipta Kerja ini hingga masa sidang kemarin belum dibacakan dalam rapat paripurna. Secara normatif, draf RUU Cipta Kerja ini dapat ditarik oleh Presiden dari DPR,” lanjutnya.

Selain itu, prosedur penarikan draf RUU juga dijelaskan pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan DPR No 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan RUU. Di sana disebutkan ‘RUU yang telah diajukan Presiden kepada DPR sebelum memasuki pembahasan pada pembicaraan tingkat I dapat dilakukan penarikan’.

Mekanisme penarikan RUU, di Pasal 9 ayat (3) Peraturan DPR No 3 Tahun 2012 disebutkan harus disampaikan oleh Presiden secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan disertai penjelasan alasan penarikan dan dibubuhi tandatangan Presiden.

Penarikan RUU dari Presiden tersebut diumumkan oleh Pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR.

Setelah RUU Cipta Kerja ditarik dari DPR, pemerintah diminta harus sungguh-sungguh untuk melakukan perbaikan terhadap sejumlah substansi yang dianggap menabrak prinsip reformasi dan demokrasi.

Konsolidasi di internal pemerintah harus segera dilakukan dalam penyusunan draf RUU Kerja ini.

“Termasuk, pemerintah agar menginisiasi perubahan UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai dasar hukum dalam penyusunan RUU yang berkarakter Omnibus law.

Setidaknya dengan langkah ini, dari sisi prosedur penyusunan perundang-undangan yang berkarakter Omnibus law secara pasti memiliki landasan hukumnya,” pungkasnya.

Sebelumnya, RUU Cipta Kerja menuai kontroversi yang membuat resah masyarakat. Keinginan pemerintah untuk menyederhanakan aturan Undang-Undang agar memudahkan investasi dan pembukaan lapangan kerja, malah berimplikasi menyasar hajat hidup masyarakat luas.

Salah satu poin menjadi sangat kontroversial adalah Pasal 170 ayat (1) disebutkan Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang melalui Peraturan Pemerintah (PP). Padahal menurut Menkopolhukam Mahfud Md Udang-Undang tidak bisa diubah ataupun diganti menggunakan PP.

Karenanya hal itu hingga saat ini menjadi perdebatan. MenkumHAM Yasonna Laoly mengatakan, bisa saja hal itu ada salah ketik atau typo. Karena menurutnya, pengubahan UU dengan PP memang tidak bisa.

Artinya, Yasonna menegaskan nantinya yang bisa diubah menggunakan PP dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Peraturan Daerah (Perda). Perda tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya seperti Peraturan Presiden (Perpres) dan PP.

“Kalau bertentangan, kita cabutnya tidak melalui eksekutif review seperti dulu. Kalau dulu Kemendagri membuat eksekutif review kemudian melalui keputusan Mendagri dibatalin, tidak bisa. Undang-undang nanti setelah kita lihat peraturan ini pembatalannya melalui peraturan perundang-undangan di atasnya,” kata Menteri Yasonna.

 

Sumber: Merdeka.com

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.