TNews, BOLMONG — Rumah sederhana terbuat dari kayu yang sebelumnya berdiri kokoh berada tepat di bibir sungai, kini telah berubah menjadi lahan kosong tanpa bangunan.
Ratusan masyarakat terlihat sibuk membersihkan sisa-sisa lumpur di rumah hingga batang pohon dan bebatuan besar pasca banjir bandang memporak-porandakan rumah mereka.
Lain hal yang dialami Berci Polakian (51) warga Dusun I, Desa Pangi Timur, Kecamatan Sangtombolang Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut).
Ia terlihat sedih hingga meneteskan ari mata saat ditemui, Sabtu (07/03/2020). Sambil memegang handuk kecil, Berci sesekali mengusap air mata yang berjatuhan dipipihnya.
Betapa tidak, Berci merupakan satu diantara warga yang mengalami musibah bencana banjir bandang yang menghadang ratusan rumah di Desa Pangi Timur, Rabu (04/03/2020) dini hari.
Dia bercerita saat peristiwa alam itu menghadang kampung halamannya, sejak Pukul 16.00 Wita, Selasa (03/03/2020) lalu, hujan dengan intensitas tinggi mengguyur Kecamatan Sangtombolang, tak terkecuali di Desa Pangi Timur.
Sebagian warga bahkan rela tak tidur akibat khawatir akan terjadi musibah. Hingga larut malam tiba, hujan pun kian tak redah. Namun prediksi warga itu tak meleset, alam pun berkata lain.
Tiba Pukul 02.30 Wita dini hari hingga menjelang matahari terbit, suara gemuruh terdengar hingga warga mencium bau lumpur sangat menyengat. Berci yang rumahnya tepat berada di pinggir sungai bersama Suaminya Albert Berhanus (54), dan ketiga anaknya begitu sibuk. Pasalnya, air bercapur lumpur, bebatuan besar hingga batang pohon mulai menghatam rumah mereka. Semua warga panik dan berusaha menyelamatkan diri.
Saat itu pula Berci menceritakan kejadian pilu itu, dirinya lebih memilih menyelamatkan nyawa bersama keluarga daripada harta benda.
Rumah kayu yang dibangun diatas lahan berukuran 4×8 meter persegi hanyut tergerus air rata dengan tanah tak tersisa.
“Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pokoknya sedih saat kejadian itu. Terlihat air membawah rumah dengan cepat. Tidak dihiraukan lagi, saya bersama suami dan anak-anak langsung lari ke gunung sekira satu kilometer dari pemukiman agar aman dari banjir bandang. Dari pada mo mati lebe bae lari, biar jo rumah anyor. (Dari pada nyawa melayang lebih baik lari saja, biarkan rumah hanyut),” kata Berci.
Lewat tulisan ini, Berci bersama keluarganya menaruh harapan penuh terhadap pemerintah. Rumah beserta isinya hanyut, mata pencaharian sudah tidak ada. Sebab barang yang biasa dipakai untuk mengais rezeki ikut disapu banjir.
“Ke kebun pun sudah tidak bisa, Kebun juga terendam banjir, mesin yang biasa digunakan untuk memangkas rumput dan mesin katinting kami hanyut. Mesin-mesin itulah yang sehari-sehari menafkahi kami, bertani maupun melaut. Apa boleh buat. Ya begitulah takdir Tuhan. Harapan setidaknya pemerintah bisa meringankan beban kami,” ungkap Berci sedih.
Walau hanya berupa atap rumah, ataupun barang-barang dapur yang disumbangkan pemerintah, dia sudah sangat bersyukur. Setidaknya, barang-barang itulah sedikit meringankan beban keluarga Albert dan Berci.
“Bahan-bahan dapur atau hanya atap rumah yang akan dikasih oleh pemerintah sudah cukup. Ramuan untuk membangun rumah, seperti kayu dan lainnya nanti kami berusaha cari kembali biar pun susah payah,” ucapnya.
Saat ini kata Berci, dirinya beserta keluarga hanya tinggal di rumah saudaranya. Setidaknya, dirinya masih bisa tidur lelap walau hanya menumpang pasca bencana yang telah memasuki hari keempat.
“Mungkin ada keringanan tangan dari pemerintah bisa membantu saya. Kan tidak mungkin hanya tinggal di rumah orang hingga berbulan-bulan,” tutur dia.
Untung saja, berbagai kebutuhan pokok, makanan maupun pakaian yang disumbangkan pemerintah, berbagai organisasi, desa-desa dan kecamatan masih bisa dirinya rasakan bersama keluarga.
“Untuk kebutuhan makanan masih tercukupi. Sebab bahan pokok yang akan dimasak sudah ada bantuan dari pemerintah. Makananan siap saji, semuanya cukup. Namun rumah yang hanyut tak tersisa itu yang menjadi beban pikiran saya sampai hari ini,” bebernya.
Sekadar diketahui, bencana banjir bandang yang melanda Tiga Desa di Kecamatan Sangtombolang, yakni di Desa Domisil, Desa Pangi Timur dan Desa Pangi tersebut menyebabkan banyak kerugian. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bolmong, kerugian materil akibat bencana di Tiga Desa itu ditaksir mencapai Rp 2,8 Miliar.
15 hektar lahan perkebunan terendam, ratusan rumah rusak berat, sedang hingga ringan. Roda 2 maupun roda 4 ikut tergerus air bah. Peristiwa naas itu juga merenggut nyawa anak berumur lima tahun, atas nama Musdalifa Harun, asal Desa Domisil yang terlepas dari pelukan kakeknya saat menyelamatkan diri.
Penulis : Imran Asiaw