TNews, JAKARTA – Pada tahap awal kemunculan wabah virus corona, diperkirakan sebagian besar yang terinfeksi dan mengembangkan gejala parah adalah lansia yang memiliki kondisi kesehatan sebelumnya atau penyakit penyerta. Namun dalam beberapa waktu terakhir, telah terjadi kematian yang cukup banyak pada usia muda yang tidak memiliki penyakit sebelumnya.
Di antaranya termasuk Ismail Mohamed Abdulwahab, 13, dari Brixton, London selatan, dan Luca Di Nicola, 19, yang meninggal di Rumah Sakit Middlesex Utara di London utara, pekan lalu. Tak satu pun dari para korban memiliki komorbiditas. Sementara itu, bayi berusia enam minggu di Connecticut menjadi korban virus corona termuda di dunia pada hari Kamis (2/4/2020).
Adanya kematian tersebut membuat para ahli bertanya-tanya alasan mengapa orang muda yang sehat juga bisa sekarat karena virus corona COVID-19.
Beberapa peneliti menyebut bisa jadi kematian tersebut dipengaruhi oleh DNA seseorang. Secara khusus, ahli menyebut pengkodean gen untuk protein sel angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2), yang digunakan virus corona untuk memasuki sel saluran pernapasan bisa menjadi salah satu jawabannya.
Philip Murphy, seorang ahli imunologi di National Institute of Allergy and Infectious Diseases, mengatakan kepada Science Magazine bahwa variasi dalam gen ACE2 dapat mengubah reseptor dan membuatnya lebih mudah bagi virus untuk masuk ke dalam sel.
Ada juga kemungkinan bahwa bahan penting yang diproduksi oleh tubuh, yang dikenal sebagai surfaktan, yang membuat paru-paru bisa mengembang dan berkontraksi, menjadi habis terkuras pada beberapa pasien terinfeksi virus corona. Jika Anda menganggap paru-paru sebagai spons, surfaktan adalah deterjen yang membuatnya lunak dan lentur. Namun, tanpa surfaktan, paru-paru menjadi kaku dan sulit ditekan. Mungkin itulah sebabnya beberapa pasien terus berjuang bahkan dengan alat bantu pernapasan.
Sementara itu, ahli lain tengah meneliti sistem kekebalan tubuh manusia dan bagaimana sistem itu merespons virus dan bakteri, khususnya pada pasien usia muda. Para peneliti berpendapat bahwa sistem kekebalan yang sangat reaktif dapat memicu badai sitokin besar yang menyebabkan paru-paru bereaksi berlebihan.
“Pada beberapa orang muda yang sehat, sistem kekebalan yang sangat reaktif dapat menyebabkan badai sitokin masif yang dapat membanjiri paru-paru dan organ lain,” kata Dr Sanjay Gupta, seorang ahli bedah saraf dan kepala koresponden medis untuk CNN.
Badai sitokin menghasilkan peradangan yang melemahkan pembuluh darah di paru-paru sehingga menyebabkan cairan meresap ke kantung udara.
“Dalam kasus-kasus itu, bukan masalah sistem kekebalannya yang sudah tua atau melemah , itu sistem yang bekerja dengan baik,” tambahnya.
Ada kemungkinan beberapa orang muda berpikir bahwa karena mereka sehat mereka tidak akan tertular virus atau jika mereka melakukannya mereka hanya akan mendapatkan gejala ringan. Hal ini kemudian membuat mereka abai dan tidak menerapkan jaga jarak sosial sehingga menyebabkan jumlah virus corona di dalam tubuh mereka makin banyak.
Sumber: Detik.com