TNews, NASIONAL – Rapid test saat ini menjadi sangat penting karena dipakai persyaratan berbagai keperluan, terutama untuk bepergian naik pesawat maupun kereta api. Namun biaya rapid test mandiri dinilai terlalu mahal. Yakni antara Rp 350.000 hingga Rp 400.000 sekali tes.
“Sekarang kalau mau keluar kota dan dari luar kota harus mengantongi surat itu (rapid test). Hasilnya menunggu lama dan harganya mahal,” keluh Wahyu, seorang warga Kelurahan Jetis Lamongan kemarin (14/6).
Menurut dia, harga tersebut dinilai cukup mahal. Apalagi hasilnya baru keluar sekitar empat hari kemudian. ‘’Cukup menyulitkan dan memberatkan,’’ tukasnya. Ketua Gugus Tugas RSUD Soegiri Lamongan, dr Tulus Pujianto menjelaskan, untuk rapid test mandiri tidak ada syaratnya.
Sebab, yang butuh pasien sendiri dan biasanya untuk kepentingan pribadi. Misalnya kebutuhan untuk kelengkapan persyaratan bepergian atau kepentingan lain. Terkait harga, sebenarnya relatif. Karena memang alatnya juga beli.
‘’Hal itu tidak hanya di Lamongan, tapi di semua daerah,’’ tukasnya. Berbeda dengan pasien yang masuk isolasi IGD khusus covid, ujar dia, semua akan menjalani rapid test tanpa biaya.
“Kalau kepentingan pribadi pastinya ada biaya. Sebab mereka bukan termasuk pasien yang wajib dilakukan tes oleh pihak rumah sakit,” jelas Wadir Yanmedis RSUD tersebut.
Menurut dia, kecuali mereka yang tes mandiri tapi hasilnya reaktif, disarankan melakukan pemeriksaan lanjutan. Dan akan dimasukkan pasien dalam pengawasan (PDP) dan dipastikan nonbiaya kalau memang rapid lanjutannya di RS atau ada rujukan dokter secara resmi.
Sebab surat keterangan sehat hanya bisa dikeluarkan dokter RS, praktik mandiri, atau faskes. Terkait hasil tes, lanjut dia, harus dipastikan keakuratannya, tidak asal butuh waktu tertentu.
Karena surat keterangan ini harus resmi dari dokter atau petugas yang melakukan tindakan tes. Kemudian untuk akurasi, rapid maupun afias-6 sebenarnya sama.
Kalau rapid bisa mendeteksi reaktif atau nonreaktif. Sementara afias-6 bisa mendeteksi IgG dan IgM lengkap, sehingga bisa tahu kadarnya seberapa. Tapi akurasi tertinggi memang swab atau PCR, dan itu juga bisa dilakukan mandiri selama mereka memiliki keluhan karena reagennya terbatas.
“Kalau Lamongan belum bisa, mereka yang mau swab mandiri bisa di Surabaya, harganya jauh lebih mahal jutaan,” tandasnya. Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Taufik Hidayat menuturkan, rapid tes mandiri hanya bisa dilakukan oleh rumah sakit atau dokter praktik yang membuka pelayanan tersebut.
Sementara dinas/gugus tugas dan puskesmas hanya memberikan rapid tes kepada pasien tracing maupun skrining. Pemeriksaan yang dilakukan puskesmas dan gugus tugas gratis tidak berbayar karena hanya dilakukan kepada mereka yang menjadi sasaran.
Sebaliknya kalau mandiri pastinya harus bayar. Sedangkan harganya kebijakan masing-masing pelaku. “Kita tidak bisa memberikan larangan atau teguran. Sebab setiap dokter atau rumah sakit punya aturan masing-masing khususnya masalah harga,” terangnya.
Selain itu, tambah dia, keterangan sehat resmi hanya bisa dikeluarkan rumah sakit, dokter praktek, dan faskes. Taufik meminta semua pemeriksa kartu keterangan sehat harus detail supaya tidak dimanupulasi. Ditambah hasil rapid sebaiknya ada tindak lanjut pemeriksaan.
Karena hasil rapid tidak bisa langsung disimpulkan, sebab itu skrining awal. Bisa saja rapid reaktif tapi swab negatif, atau sebaliknya sehingga harus ditindaklanjuti. “Kalau saran kita, sebaiknya rapid mandiri di tempat yang sudah pasti agar hasilnya benar-benar teliti,” tuturnya.
Sumber: radarbojonegoro.jawapos.com