TNews, SEHAT – Para peneliti dari Universitas Oxford menemukan kemanjuran dari obat dexamethasone. Dexamethasone adalah adalah obat pertama yang terbukti membantu menyelamatkan pasien Corona dengan sakit parah.
Dikutip dari New York Times, para peneliti memperkirakan seandainya dokter menggunakan obat steroid dexamethasone sejak awal pandemi Corona ada sejumlah kematian yang bisa dicegah. Kemungkinan ada 5.000 kematian dapat dicegah di Inggris.
Dalam kasus yang parah, virus Corona secara langsung menyerang sel-sel yang melapisi saluran udara dan paru-paru pasien. Namun, infeksi tersebut juga dapat memicu reaksi kekebalan yang luar biasa yang sama berbahayanya. Tiga perempat pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit harus menerima bantuan oksigen.
Obat ini tampaknya mengurangi peradangan yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh. Dalam penelitian tersebut, dexamethasone mengurangi sepertiga kematian pasien yang menggunakan ventilator, dan seperlima dan kematian pasien dengan bantuan oksigen.
“Dengan asumsi bahwa ketika melalui peer review, ia berdiri, dan ini adalah peneliti yang sudah mapan, ini adalah terobosan besar, terobosan besar,” kata Dr Sam Parnia, seorang pulmonolog dan profesor kedokteran di Grossman School of Medicine di Universitas New York.
“Aku tidak bisa menekankan betapa pentingnya hal ini,” jelas Dr Sam.
“Dexamethasone adalah obat pertama yang menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup pada pasien COVID-19,” jelas salah satu kepala peneliti studi, Peter Horby, seorang profesor penyakit menular di Universitas Oxford, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Horby menambahkan bahwa dexamethasone kini harus menjadi standar perawatan pasien. Karena selain murah, obat ini tersedia secara luas dan dapat segera digunakan.
“Ada manfaat yang nyata dari penggunaan obat ini. Dexamethasone diberikan selama 10 hari kepada pasien dan hanya membutuhkan biaya 5 poundsterling. Itu artinya, hanya butuh 35 poundsterling (Rp 623.123) untuk menyelamatkan satu nyawa. Obat ini juga sudah tersedia secara massal,” ujar Martin Landray, yang juga memimpin penelitian, dikutip dari BBC.
Sumber: Detik.com