TNews, BOLMONG – “Rambo” begitulah orang desa biasa menyebutnya. Ditengah majunya alat transportasi darat maupun udara, rambo tetap menjadi alat transportasi andalan sebagian warga di Desa Pomoman, Kecamatan Poigar, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong).
Tak bisa dipungkiri, Desa Pomoman memang masih terisolir serta salah satu desa terpencil yang jauh dari riuk-pikuk keramaian kota.
Untuk menuju desa yang satu ini, harus menggunakan rambo, rambo merupakan mobil buatan Jepang jenis Toyota Hartop yang telah dimodifikasi khusus.
Hengky Pandeong (50), salah satu sopir rambo yang telah menekuni profesinya sebagai joki sejak tahun 90-an silam.
Dia tak sendiri, ada tiga sesama rekannya yang menekuni profesi itu.
Mereka merupakan penyambung hidup warga untuk mengangkut berbagai bahan logistik maupun kebutuhan sekitar 300-an penduduk desa.
Tak hanya logistik yang diangkut menuju desa, selain mengangkut manusia, dirinya juga mengakut hasil kebun warga, seperti kopra, cengkih maupun jagung.
Hengky, adalah salah satu warga Desa Nanasi Timur, Kecamatan Poigar. Sejak menekuni profesi itu, dia sudah lama bermukim di Desa Pomoman.
Sekali turun, Hengky bisa meraup keuntungan hingga jutaan rupiah. Pasalnya, sekali mengangkut, tarif yang dipatok Rp. 500.000.
“Tarifnya sudah begitu. Sama, manusia maupun hasil kebun harganya tetap Rp. 500.000 walau beratnya beda. Kalau manusia bisa sampai delapan orang. Sedangkan tiap panen kopra diangkut itu bisa sampai 17 karung dengan berat rata-rata per karung 70 Kg. Sementara untuk jagung bisa sampai 30 karung sekali angkut,” katanya, Selasa (23/06/2020).
Wajar saja, keuntungannya sampai jutaan. Sebab, untuk bisa menuju desa ini, harus menempuh perjalan hingga lebih dari satu jam.
Akses jalan sendiri harus melalui 8 anak sungai, sangat berbahaya jika cuaca tidak bersahabat.
Dimulai dari titik nol perjalanan, tepatnya di Desa Mondatong, yang berbatasan langsung dengan Minahasa Selatan (Minsel) juga harus menempuh jarak 13 Kilometer.
Begitulah yang saya rasakan, saat bersama tim Dinas Pendidikan Bolmomg meninjau sekolah di desa terpencil ini.
Dari tempat tinggal saya di Kota Kotamobagu, menuju Desa ini pastinya sangat melelahkan, perut harus terisi penuh. Belum juga diperjalan nanti harus melalui jalan bebatuan dan menanjak.
Jalan menuju desa ini sangat ekstrim, di bagian kiri jalan merupakan gunung, sedangkan di bagian kanan adalah jurang yang terjal.
Harus ekstra hati-hati, lengah sedikit saja nyawa taruhannya.
Namun tidak bagi Hengky, demi menghidupi keluarganya, dirinya harus mengais rejeki bersama kuda besi kesayangannya.
“Kalau dulu ke desa ini bisa sampai 3 jam. Kerena jalan masih sangat berbahaya. Ini juga keuntungan warga dengan anggaran Dana Desa, perlahan jalan mulai diperbaiki, jadi kedaraan roda 2 pun sudah bisa masuk,” ungkapnya.
Dikutip dari http://pomoman.sideka.id/profil/sejarah/ Kabupaten Bolaang Mongondow, sejarah Desa Pomoman. Dahulu kala, desa ini hanyalah sebuah lokasi perkebunan masyarakat Bulud, semenjak ada kejadian bencana alam yang terjadi Longsor di Rerer dan Banjir di Tondano, departemen social membebaskan resettlement utuk dijadikan lokasi pemukiman BKBA atau Bantuan Keluarga Bencana Alam).
Kemudian pada saat KBA (Rerer) dating ke lokasi untuk memeriksa, mereka menolak pemukiman ini untuk ditinggali. Pada tanggal 24 maret 1983 merupakan awal masuknya pemukiman di desa Pomoman yang sebelumnya disebut dengan nama “Pomomaan” artnya tempat persinggahan/istirahat para petani untuk makan. Kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan ejaan terbaru kemudian menjadi “Pomoman”.
Sebelum menjadi desa definitf jumlah pemukim sebanyak 195 kepala keluarga, 195 kepala keluarga ini berasal dari beberapa tempat yaitu; Roong, Talour, Kiniar, Sisipan, Bulud dan Poigar. Fret Tampi ditunjuk pemerintah sebagai Koordinator pertama, Koordinator kedua Wahid Mokoginta, Koordinator ketiga Joutje Kawet, Koordinator ke empat Joutje Kasakean.
Desa Pomoman diresmikan sebagai desa definitive dengan No. Kode 71-02.15.2008 pada tanggal 25 Maret 1994 berdasarkan SK Gubernur KDH. TKT.I Sulawesi Utara No.411 tahun 1993 tanggal 30 Desember 1993 yang di tandatangani Gubernur Sulut C.J. Rantung. Kepala Desa (Sangadi) pertama Desa Pomoman adalah Joutje Kasakean.
Desa Pomoman juga memiliki Ekowisata yang sangat indah terdiri dari air terjun, air panas serta air putih.
Penulis : Imran Asiaw