TNews, HUKRIM – YLBHI meminta pasal hukuman mati tidak diatur di RUU KUHP. Sebab hukuman tersebut dianggap keji.
“Kami tidak setuju karena itu sudah masuk ke dalam hukuman yang keji, alasan lain adalah banyak kesalahan peradilan sesat atau salah menghukum orang, bagaimana kalau kemudian setelah dihukum ketahuan dia tidak salah,” kata Ketua Umum YLBHI Asfinawati dalam diskusi bertajuk Apa Kabar Nasib RKUHP Kontroversial, yang disiarkan langsung di akun Instagram @AmnestyIndonesia, Selasa (7/7/2020).
Ia mencontohkan beberapa kasus yang ditangani YLBHI, salah satunya ada orang yang sudah dihukum selama beberapa tahun, tetapi akhirnya terbukti bukanlah pelakunya. Sementara itu bagi pelaku tindak pidana narkotika dan terorisme, hukuman mati menurutnya justru tidak memberantas peredaran narkotika sampai ke akarnya.
“Kalau kasusnya itu narkoba yang parah-parah atau terorisme, kalau orang ini dihukum mati justru sel kejahatannya terputus dan sering kali justru kartel-kartel narkoba seperti itu malah senang kalau ada korbannya dihukum mati karena ya terputus,” ujarnya.
“Dan dalam sejarah pengungkapan kejahatan seperti itu penegak hukum yang berkoalisi dengan penjahat bisa menembak mati satu sel itu karena dia bekerja sama dengan otak pelakunya supaya hilang jejaknya. Jadi nggak ada gunanya sebenarnya hukuman mati itu,” sambungnya.
Sebelumnya, hukuman mati di RUU KUHP dijatuhkan secara bersyarat. Terpidana bisa saja tidak dieksekusi mati apabila menunjukkan penyesalan selama 10 tahun di penjara.
Hal itu tertuang dalam Pasal 100 RUU KUHP yang didapat, Kamis (29/8/2019). Berikut sejumlah syarat penjatuhan hukuman mati:
- Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam Tindak Pidana tidak terlalu penting; atau ada alasan yang meringankan.
2. Jika terpidana selama masa percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup.
“Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung,” demikian bunyi Pasal 100 ayat 5.
Hukuman mati dalam RUU KUHP dijatuhkan kepada:
- Pelaku pidana makar.
2. Pelaku pembunuhan berencana.
3. Pelaku genoside.
4. Pelaku kejahatan HAM berat.
5. Terpidana Terorisme.
6. Terpidana narkotika.
“Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden,” bunyi pasal 99 ayat 1.
Namun jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
“Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil, wanita yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan, wanita tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh,” ujar pasal 99 ayat 4.
Sumber: Detik.com