TNews, JAKARTA – Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan pemerintah menunda pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Mahfud mengungkapkan dua alasan mengapa pemerintah tegas menunda dan menolak pembahasan RUU usulan DPR ini.
Mahfud menuturkan alasan pertama yakni pemerintah sudah satu suara dengan berbagai organisasi masyarakat bahwa tidak boleh ada peluang untuk meminimalisir TAP MPRS nomor 25 tahun 1966. Di mana TAP MPRS tersebut merupakan sebuah pedoman dalam membuat peraturan mengenai ideologi.
“Karena secara prinsipil pemerintah sepakat dengan suara organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, bahwa tidak boleh ada peluang bagi upaya meminimalisir peran tap MPRS nomor 25 tahun 66. Artinya bagi pemerintah TAP MPRS nomor 25 tahun 66 itu adalah satu pedoman kalau kita mau membuat peraturan tentang ideologi. Oleh sebab itu kalau tidak ada itu pemerintah menolak, itu satu,” kata Mahfud kepada wartawan, Selasa (7/7/2020).
Alasan berikutnya, dikatakan Mahfud bahwa Pancasila yang sah merupakan pancasila yang terumus pada tanggal 18 Agustus 1945. Selain daripada tanggal tersebut, dianggap sebagai sejarah yang tidak perlu dinormakan.
“Yang kedua bagi pemerintah sama pandangannya dengan masyarakat bawah Pancasila itu adalah Pancasila yang disahkan tanggal 18 Agustus, di luar itu adalah sejarah piagam Jakarta, sejarah 1 Juni, sejarah 29 Mei, sejarah 30 Juni, kan semua bicara tentang dasarnya. Itu semua sejarah tidak usah dinormakan. Sudah terumus dengan baik di dalam tanggal 18 Agustus itu dengan segala kesepakatannya,” ujarnya.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan, apabila ingin bertujuan untuk membuat organisasi, pemerintah sudah memiliki Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Jika ingin ditingkatkan menjadi undang-undang, Mahfud mempersilakan karena BPIP merupakan organisasi yang wajib mensosialisasikan dan membumikan pancasila serta tidak ada secara prinsip yang menentang pancasila.
“Ada gagasan dari ketua MPR, dari PBNU, dari purnawirawan yang mengatakan kalau tujuannya hanya mau membentuk organisasi dan organisasi itu sekarang sudah ada dan pemerintah juga sudah punya organisasi itu. Ada atau tidak ada undang-undang kan sudah ada BPIP,” ucapnya.
“Nah kalau sekarang mau ditingkatkan menjadi undang-undang boleh saja kan tidak ada yang secara prinsip menentang ideologi Pancasila itu hanya organisasi yang wajib mensosialisasikan dan membumikan Pancasila di dalam kehidupan bernegara bukan dengan tafsir baru tapi yang sudah ada sekarang ini, tidak usah ditafsir-tafsir kan sendiri. Masukannya kalau tujuannya untuk buat organisasi ya buat saja organisasi. Ndak usah bicara soal apa yang dimaksud ini oleh Pancasila bagaimana Pancasila bagaimana itu Pancasila itu semua sudah ada di dalam berbagai peraturan perundang-undangan,” sambung Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga menyampaikan, tidak boleh ada tafsir pancasila di dalam sebuah undang-undang yang disebut sebagai haluan. Menurutnya tidak perlu lagi ada tafsir yang lebih spesifik.
“Jadi tafsir Pancasila tidak boleh hanya ada di dalam satu undang-undang yang disebut haluan. Tafsir di bidang ekonomi sudah ada, tafsir di bidang sosial sudah ada undang-undang PJS misalnya, tafsir di bidang diplomasi sudah ada undang-undang diplomatik, tafsir di bidang ketahanan sudah ada. Jadi ndak perlu tafsir lagi yang spesifik disebut haluan gitu,” imbuhnya.
Apabila nantinya RUU HIP diusulkan menjadi RUU Pembinaan ideologi pancasila, Mahfud mempersilakan usulan tersebut untuk dibahas. Dia juga tidak mempermasalahkan adanya aksi unjuk rasa di berbagai daerah untuk menolak RUU HIP selagi tidak merusak fasilitas umum.
“(Usulan RUU HIP jadi RUU pembinaan ideologi oancasila) Mungkin, silakan saja nanti dibicarakan, tetapi kalau hanya itu, itu tidak bertentangan dengan aspirasi yang disampaikan masyarakat. (Demonstrasi di beberapa daerah tolak RUU HIP) Ya ndak papa namanya demokrasi mau demo-demo tapi jangan merusak gitu aja dan ikuti protokol kesehatan,” tandasnya.
Sumber: Detik.com