TNews, NASIONAL – Lagi dan lagi massa yang berasal dari beragam organisasi masyarakat (ormas) berkumpul demi menggaungkan orasi. Namun kali ini ormas-ormas dari mulai Front Pembela Islam (FPI), GNPF Ulama, hingga Persaudaraan Ulama (PA) 212 itu sedikit berbeda dalam gelaran aksinya.
Bila biasanya massa aksi menuju ke Istana Kepresidenan atau Gedung DPR, kali ini massa berkumpul di satu tanah lapang di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Minggu, 5 Juli 2020. Lapangan Ahmad Yani yang tak jauh dari Gandaria City Mall itu menjadi titik kumpul massa di kala Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi berlaku di Ibu Kota.
Pangkal persoalan yang membuat massa itu kembali berkerumun yaitu tentang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP yang merupakan usulan DPR. Memangnya kenapa?
Disebutkan adanya trisila dan ekasila dalam draf RUU HIP itu, tepatnya di Pasal 7. Begini isinya:
Pasal 7
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Mengenai RUU HIP usulan DPR itu pemerintah sudah menyatakan ketidaksetujuannya. Menko Polhukam Mahfud Md pernah berbicara tentang dua alasan pemerintah tak setuju pembahasan RUU HIP itu. Alasan pertama adalah tak dicantumkannya Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.
“Akhir-akhir ini terjadi perdebatan panas ketika muncul Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi. Pemerintah sendiri pada sikap tidak setuju dengan isi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila itu dalam dua hal,” ujar Mahfud saat memberikan sambutan dalam acara silaturahmi bersama tokoh masyarakat di Hotel Grand Aston, Medan, Kamis (2/7/2020).
“Satu, tidak setuju kalau tidak dicantumkan Tap MPRS Nomor 25 Tahun 66. Pemerintah tidak setuju. Tap MPRS Nomor 25 Tahun 66 suatu ketetapan yang mengatakan bahwa Partai Komunis Indonesia itu dilarang dan dibubarkan. Kita tidak setuju kalau itu tidak dimasukkan, karena itu yang menjadi penolakan masyarakat,” sambungnya.
Dia mengatakan hal tersebut merupakan sikap pemerintah. Alasan kedua adalah soal isi RUU yang disebutnya memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila.
“Kita katakan pemerintah akan sampaikan sikap itu. Yang kedua, kita tidak setuju juga kalau Pancasila itu diperas menjadi trisila, trisila diperas lagi menjadi ekasila,” ujarnya.
Kembali lagi pada gelaran apel bermacam ormas yang dimotori PA 212. Apa saja aksinya?
Tajuk aksi kali ini memang cukup berbeda lantaran sifatnya berupa apel. Mereka menamakannya Apel Siaga Ganyang Komunis. Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis didapuk langsung menjadi inspektur apel.
Dari podium Sobri tampak membakar semangat para peserta apel dengan orasinya. Dia turut menyebut tentang Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.
“Upaya-upaya licik yang dilakukan kelompok anti-Tuhan pada lima tahun lalu, Imam Besar Al Habib Rizieq Shihab bersama teman-temannya membuat kajian indikasi kebangkitan komunis di Indonesia, mulai dari marak logo PKI, lalu penghapusan sejarah pada kurikulum sekolahan, lalu hilangnya film G30-S PKI yang menandakan bahaya, Indonesia sampai kudeta dua kali,” kata Sobri.
“Upaya-upaya untuk mencabut Tap MPR 65 Tahun ’66, lalu adanya upaya mendesak pemerintah Indonesia minta maaf kepada komunis, kepada PKI,” imbuhnya.
Dengan argumen itu Sobri mengajak para peserta apel untuk menyepakati satu hal: menuntut RUU HIP dicabut dari Prolegnas serta inisiatornya dihukum. Tak lupa dalam apel itu ada aksi-aksi silat yang ditampilkan dari ormas Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar), Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), serta dari Perguruan Seni Beladiri Pencak Silat Tapak Suci.
Para pesilat menampilkan jurus-jurus andalan di hadapan massa. Sedangkan di atas tribun tampak Ketua PA 212SlametMa’arif serta tokoh-tokoh PA 212 lainnya.
Slamet sendiri sempat menyampaikan tentang kesiapan para jawara yang memamerkan silatnya untuk benar-benar unjuk gigi apabila kelak komunis muncul lagi. Bahkan, Slamet menyamakan ancaman komunis itu dengan apa yang terjadi pada penyidik senior KPK Novel Baswedan yang mengalami penyiraman air keras di wajahnya.
“Tadi kan digelar pasukan yang pertama menjaga ulama dan tokoh kita supaya tidak terjadi apa yang terjadi di Novel Baswedan,” ujar Slamet.
“Makanya tadi jawara laskar mereka akan siapkan ulama artinya kalau ada siapa pun yang ingin mencoba mengganggu ulama dan tokoh kita mereka siap jihad untuk menghadapi,” imbuh Slamet.
Di tempat yang sama tampak pula Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, Munahar Muchtar. Dia sempat pula menyampaikan orasi dari atas podium.
“Saya hadir atas nama MUI Indonesia, baik Provinsi DKI dan para pimpinan MUI provinsi 34, kita sudah keluarkan maklumat bahaya laten komunis gaya baru saat ini. Ini adalah musuh nyata, musuh besar bagi bangsa Negara Republik Indonesia,” ujar Munahar.
Munahar menegaskan sikap untuk menolak RUU HIP. Dia meminta agar RUU HIP tidak lagi dibahas, bahkan mengancam akan adanya gelaran aksi besar-besaran bila pembahasan RUU HIP masih dilanjutkan.
“Kalau ini terpaksa dan di DPR tetap UU akan dijalankan MUI membuat maisyah masirah kubro. Kita akan melaksanakan besaran, 80% umat Islam akan turun. Kalau ini terjadi akan terjadi 212 jilid dua, bahkan lebih besar,” katanya.
“Tujuan kita membela negara, membela Pancasila, ini adalah amanat telah diberikan pahlawan, yang diberikan pendahulu kita, tidak ada hak komunis hidup di negara kita,” imbuhnya.
Slamet pun sebelas-dua belas dengan apa yang disampaikan Munahar. Tuntutan sedari awal disebut Slamet sudah jelas yaitu membatalkan dan mencabut RUU HIP dari Prolegnas.
“Kita tidak menuntut ditunda, diganti judulnya karena sudah terbukti rancangan ini memecah belah anak bangsa, menjadi gaduh nasional, bahkan sebagian ormas besar sudah menolaknya,” kata Slamet.
“Kalau ini belum dipenuhi, kami akan terus berjuang bahkan kami akan menyiapkan aksi yang jauh lebih besar dari aksi yang pernah kita lakukan untuk menyelamatkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” sebut Slamet menambahkan.
Sumber: Detik.com