TNews, INDONESIA – Nasib apes mendera nilai tukar rupiah dalam sepekan terakhir. Rupiah harus rela jadi mata uang dengan kinerja paling buruk di Asia. Potensi resesi yang meningkat jadi tekanan untuk mata uang Garuda.
Pada perdagangan terakhir untuk minggu ini, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,41% terhadap dolar AS dan ditutup di Rp 14.620/US$. Tak hanya terkoreksi, rupiah juga menjadi mata uang paling terpuruk di kawasan Asia pada perdagangan kemarin.
Memburuknya kinerja rupiah sebenarnya sudah mulai tampak di awal pekan ini. Nilai tukar rupiah terus bergerak menjauhi Rp 14.000/US$. Pada akhirnya rupiah harus terdepresiasi 1,8% dan jadi mata uang dengan nasib paling nelangsa di kawasan Benua Kuning.
Kabar buruk dari dalam negeri memang hilir mudik sepekan ini. Kabar soal potensi RI masuk jurang resesi membuat rupiah mulai ditinggalkan.
Kenaikan jumlah kasus infeksi baru Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Bukannya menurun, jumlah kasus baru justru berfluktuasi cenderung naik. Kasus di DKI Jakarta juga melonjak.
Kenaikan kasus pada akhirnya membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang periode Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari ke depan. Jika perkembangan kasus tak kunjung membaik, bukan tak mungkin kebijakan rem darurat (emergency brake) akan ditempuh oleh DKI Jakarta.
PSBB jelas menimbulkan konsekuensi, pasalnya mobilitas yang membangun perekonomian dibatasi. Aktivitas ekonomi bisa mati suri lagi setelah bergeliat beberapa waktu belakangan. Jurang resesi pun semakin terbuka.
Kasus di Indonesia yang terus naik juga menjadi sorotan oleh Bank Dunia. Sebelumnya lembaga keuangan internasional tersebut memperkirakan ekonomi RI tak akan tumbuh di tahun ini dengan asumsi wabah sudah mulai melandai pada Juli atau Agustus.
Namun jika asumsi tersebut tak terpenuhi, Bank Dunia memperkirakan ekonomi RI akan mengalami kontraksi -2% tahun 2020 ini.
“Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya,” tulis laporan Bank Dunia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti.
Juli merupakan awal kuartal III-2020, jika PSBB transisi terus berlanjut, artinya masih belum semua sektor ekonomi yang dibuka, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus. Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.
Sehingga jika PDB minus lagi di kuartal III-2020, maka Indonesia akan resmi mengalami resesi, mengingat pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 diproyeksikan mengalami kontraksi.
Untuk menyelamatkan perekonomian dari kejatuhan, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter Tanah Air kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan Juli ini, sehingga BI 7 Day Reverse Repo Rate berada di 4%.
Meskipun dipangkas lagi, tingkat inflasi yang rendah di bawah 2% serta imbal hasil obligasi tenor 10 tahun yang berada di angka 7% membuat tingkat suku bunga riil masih berada di angka 500 bps. Masih lebih baik dari suku bunga riil AS dan negara emerging market lain sehingga bisa mendorong inflow.
Ke depan fokus BI mungkin akan menggunakan toolbox moneter lain yakni melalui pelonggaran kuantitatif (QE), ketimbang mengutak-atik suku bunga acuan. Hal tersebut tercermin dari pernyataan langsung Gubernur BI Perry Warjiyo.
“Bagaimana kebijakan suku bunga ke depan, akan kita lihat bagaimana pola pemulihan ekonomi dan dampaknya ke inflasi. Masa-masa pandemi Covid-19 kita harus sering cermati data terbaru untuk merespon suku bunga” kata perry.
Perry menekankan dalam kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas, yaitu bagaimana dari aspek likuditas dan pendaan, seperti quantitative easing yang sudah dilakukan BI.
Sumber: cnbcindonesia.com