TNews, KESEHATAN – Studi baru menemukan populasi dunia kemungkinan akan mencapai puncaknya yaitu 9,7 miliar pada tahun 2064 mendatang. Lalu menurun menjadi 8,8 miliar pada akhir abad ini. Sebab, akses wanita terkait pendidikan dan alat kontrasepsi dinilai sudah baik.
Dikutip dari CNN International, para peneliti dari Institute for Health Metrics and Evaluation di Fakultas Kedokteran Universitas Washington mengatakan pada tahun 2100, 183 dari 195 negara tidak akan memiliki ‘angka kelahiran tinggi’ untuk mempertahankan populasi saat ini, dengan proyeksi 2,1 kelahiran per orang.
“Sekitar 23 negara termasuk Jepang, Thailand, Italia, dan Spanyol akan melihat populasi menyusut lebih dari 50 persen,” kata para peneliti.
Namun, populasi Afrika sub-Sahara bisa tiga kali lipat. Studi pemodelan, yang diterbitkan Selasa (14/7/2020) di The Lancet, juga memperkirakan penurunan dramatis dalam populasi usia kerja di negara-negara termasuk India dan China. Di mana akan melukai pertumbuhan ekonomi dan dapat memiliki implikasi negatif bagi tenaga kerja dan sistem dukungan sosial, demikian penjelasan para peneliti.
Namun, seiring dengan menurunnya angka kelahiran, para peneliti mencatat bahwa imigrasi dapat mengimbangi penyusutan populasi, terutama di negara-negara dengan tingkat kelahiran rendah, seperti AS, Australia, dan Kanada.
“Dunia, sejak 1960-an, telah benar-benar fokus pada apa yang disebut ledakan populasi,” kata Dr Christopher Murray, yang memimpin penelitian, kepada CNN.
“Tiba-tiba, kita sekarang melihat titik balik semacam ini di mana sangat jelas bahwa kita dengan cepat beralih dari masalah terlalu banyak orang menjadi terlalu sedikit,” lanjut Murray.
Populasi menyusut
Menggunakan data dari Global Burden of Disease Study 2017, para peneliti memperkirakan bahwa populasi yang paling cepat menyusut adalah di Asia dan Eropa Timur dan Tengah. Penulis laporan memproyeksikan bahwa populasi Jepang akan menyusut dari sekitar 128 juta orang pada tahun 2017 menjadi 60 juta pada tahun 2100.
Thailand akan mengalami penyusutan dari 71 juta menjadi 35 juta. Spanyol dari 46 juta menjadi 23 juta, Italia dari 61 menjadi 31 juta, Portugal dari 11 menjadi 5 juta, dan Korea Selatan dari 53 menjadi 27 juta.
Sebanyak 34 negara lebih termasuk China juga diprediksi akan mengalami penurunan populasi hingga 50 persen. Para peneliti mengatakan bahwa “penurunan dramatis” pada populasi usia kerja di negara-negara seperti India dan China akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan pergeseran kekuatan global.
“Ini sudah mulai – ini adalah sesuatu yang tidak di masa depan yang jauh. Jumlah orang dewasa usia kerja di China sudah mulai menurun,” kata Murray kepada CNN.
“Penurunan tajam pada orang dewasa usia kerja yang akan terjadi di tempat seperti China berarti bahwa mereka tidak akan mampu dalam jangka panjang untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada kecepatan yang mereka miliki,” kata Murray kepada CNN.
Para peneliti menyarankan bahwa penurunan populasi dapat diimbangi oleh imigrasi, negara-negara dengan kebijakan imigrasi liberal akan lebih mampu mempertahankan populasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi bahkan ketika angka kelahiran menurun. “Jika lebih banyak orang mati dan kemudian dilahirkan, maka populasi akan menurun. Dan satu-satunya cara untuk menangkal itu adalah dengan migrasi,” kata Murray.
Sumber : Detik.com