TNews, HUKRIM – Lagi-lagi pasangan suami-istri dijerat KPK karena diduga terlibat korupsi. Kali ini giliran Ismunandar dan Encek UR Firgasih, pasangan suami-istri dari Kutai Timur, yang terjerat kasus korupsi.
Tak tanggung-tanggung, Ismunandar dan Encek merupakan orang nomor satu di eksekutif dan legislatif di kabupaten yang berada di Kalimantan Timur (Kaltim) itu. Ismunandar tercatat sebagai Bupati Kutai Timur, sedangkan istrinya, Encek, adalah Ketua DPRD Kutai Timur.
Keduanya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis, 2 Juli, pekan lalu. Setelah itu, KPK memproses hukum keduanya dengan sangkaan suap-menyuap terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur pada 2019-2020.
Termasuk Ismunandar dan Encek, total ada 7 tersangka dari kasus itu. Mereka adalah:
Penerima
-Ismunandar selaku Bupati Kutai Timur
-Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Kutai Timur
-Suriansyah selaku Kepala BPKAD
-Aswandi selaku Kadis PU
-Musyaffa selaku Kepala Bapenda
Pemberi
-Aditya Maharani selaku kontraktor
-Deky Aryanto selaku rekanan
KPK menduga ada sejumlah penerimaan uang dari kontraktor Aditya Maharani untuk Ismunandar. KPK menduga Ismunandar menerima uang THR untuk keperluan kampanyenya pada Pilkada 2020.
Selain kepada Ismunandar, KPK menduga uang itu juga diberikan kepada Kepala Bapenda Kutai Timur Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kadis PU Kutai Timur Aswandini, masing-masing Rp 100 juta. Khusus Ismunandar, dia mendapat Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye.
“Diduga terdapat juga penerimaan uang THR dari AM (Aditya Maharani) sebesar masing-masing Rp 100 juta untuk ISM, MUS, SUR, dan ASW, pada tanggal 19 Mei 2020, serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye ISM,” ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jaksel, Jumat (3/7/2020).
KPK menyebut Kepala Bapenda Kutai Timur Musyaffa menerima uang senilai Rp 4,8 miliar dari kontraktor terkait dengan sejumlah proyek di Kutai Timur. “Diduga terdapat beberapa transaksi berupa penerimaan sejumlah uang dari rekanan kepada MUS melalui beberapa rekening bank atas nama MUS terkait dengan pekerjaan yang sudah didapatkan di Pemkab Kutai Timur. Saat ini total saldo yang masih tersimpan di rekening tersebut sekitar Rp 4,8 miliar,” ucapnya.
Dalam kasus ini, istri Ismunandar, Encek, juga diduga menerima uang sejumlah Rp 200 juta. Diduga uang itu diterima Encek karena Ismunandar mengamankan anggaran proyek di Pemkab Kutai Timur agar para kontraktor tidak mendapat potongan anggaran.
“Terdapat penerimaan uang melalui ATM atas nama Irwansyah yang diserahkan kepada EU (Encek Unguria) sebesar Rp 200 juta,” ungkap Nawawi.
Terlepas dari itu, penetapan tersangka terhadap Ismunandar dan Encek itu menambah daftar panjang suami-istri yang dijerat KPK. Total setidaknya ada 13 pasangan suami-istri yang menjadi ‘pasien’ KPK.
- Mantan Bendum Demokrat M Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni (April 2012)
Menerima suap Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah, pemenang lelang proyek Wisma Atlet, serta kasus pencucian uang. Nazaruddin dipidana bui 13 tahun, sedangkan Neneng 6 tahun.
- Mantan Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah (Januari 2015)
Menerima suap senilai Rp 5 miliar dari CEO PT Tatar Kertabumi, Aking Saputra, untuk penerbitan Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR). Selain itu, keduanya dijerat pencucian uang. Ade kemudian dihukum penjara 6 tahun, sedangkan Nurlatifah 5 tahun.
- Mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan Masyitoh (Maret 2015)
Romi menyuap Ketua MK Akil Mochtar saat itu senilai Rp 14,145 miliar dan USD 316.700, dibantu Masyitoh. Tujuannya mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pilkada Kota Palembang. Pasutri itu juga dijerat dengan pasal pemberian kesaksian palsu di persidangan. Romi lalu dihukum 7 tahun penjara, sedangkan Masyitoh 5 tahun. Romi meninggal di Lapas Gunung Sindur pada September 2017.
- Mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti (Juli 2015)
Pasutri ini menyuap 3 hakim dan panitera di PTUN Sumatera Utara. Uang suap senilai USD 15 ribu dan SGD 5.000 lewat pengacara OC Kaligis. Selain itu, Gatot kembali dijerat kasus korupsi dana hibah dan dana bantuan sosial (bansos). Gatot kini menjalani hukuman total 12 tahun, sedangkan Evy 2,5 tahun penjara dan telah bebas.
- Mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan Suzanna Budi Antoni (Juli 2015)
Menyuap Ketua MK Akil Mochtar senilai Rp 10 miliar dan USD 500 ribu agar memenangi sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang di MK. Pasutri ini juga memberikan keterangan tidak benar saat menjadi saksi di persidangan dengan terdakwa Akil Mochtar. Budi kemudian dihukum 4 tahun penjara, sedangkan Suzanna 2 tahun.
- Mantan Bupati Musi Banyuasin, Sumsel, Pahri Azhari dan Lucianty (Mei 2016)
Menyuap anggota DPRD Musi Banyuasin untuk memuluskan pembahasan RAPBD Kabupaten Musi Banyuasin. Uang yang dibagikan ke anggota DPRD berasal dari urunan para kepala dinas. Pahri dihukum 3 tahun dan Lucianty 1,5 tahun bui.
- Mantan Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan Itoc Tochija (Desember 2016)
Atty dan Itoc menerima suap Rp 500 juta terkait proyek pembangunan Pasar Atas Cimahi tahap II senilai Rp 57 miliar. Duit suap tersebut diterima mereka dari pengusaha Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi. Atty divonis 4 tahun penjara, sedangkan Itoc 7 tahun.
- Mantan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan Lily Martiani Maddari (Juni 2017)
Menerima suap Rp 1 miliar dari commitment fee Rp 4,7 miliar. Suap diterima dari bos PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya yang memenangi dua proyek peningkatan jalan di Kabupaten Rejang Lebong. Lily berperan sebagai perantara suap itu.
- Eks Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud dan istrinya, Hendrati (Mei 2018)
Dirwan Mahmud dan Hebdrati ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap. Dirwan diduga menerima suap Rp 98 juta dari Juhari selaku kontraktor. KPK menyebut uang itu merupakan bagian dari 15 persen commitment fee atas lima proyek pekerjaan infrastruktur dengan nilai total Rp 750 juta.
- Xaveriandy Sutanto dan Memi
Pasangan suami-istri, Xaveriandy dan Memi, dijerat KPK karena diduga menyuap eks Ketua DPD Irman Gusman. Keduanya terbukti menyuap mantan Ketua DPD Irman Gusman Rp 100 juta untuk mendapatkan kuota pembelian gula impor sebanyak 1.000 ton. Hakim telah menjatuhkan hukuman 3 tahun bui untuk Xaveriandy dan penjara 2 tahun 6 bulan kepada Memi.
- Sekeluarga Penyuap Pejabat Kementerian PUPR
Selain pasangan suami-istri, KPK pernah menjerat sekeluarga sebagai tersangka kasus suap proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) Kementerian PUPR. Mereka ialah Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur Keuangan PT WKE Lily Sundarsih, Dirut PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma, dan Project Manager PT TSP Yuliana Enganita Dibyo. Mereka telah divonis bersalah dan dieksekusi.
Budi Suharto dan Lily merupakan pasangan suami-istri. Sedangkan Irene dan Yuliana adalah anak dari pasangan suami-istri itu.
- Sjamsul dan Itjih Nursalim di Kasus BLBI
KPK menetapkan pengusaha Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sjamsul dan Itjih dijerat sebagai tersangka karena diduga menjadi pihak yang diperkaya dalam kasus BLBI yang terindikasi merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun. Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
“Setelah melakukan proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka KPK membuka penyidikan baru, dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Tumenggung, selaku Kepala BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku Obligor BLBI kepada BPPN dengan tersangka, yaitu SJN (Sjamsul Nursalim) sebagai pemegang saham pengendali BDNI dan ITN (Itjih Nursalim) swasta,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2019).
Sjamsul dan Itjih dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Namun keberadaan keduanya sampai saat ini belum dalam genggaman KPK. Diketahui Sjamsul dan Itjih berada di Singapura tetapi belum dapat dijerat KPK.
- Ismunandar-Encek, Suami-Istri dari Kutai Timur
Ismunandar dan Encek yang merupakan pasangan suami-istri dicokok KPK pada Kamis, 2 Juli lalu. Mereka lantas ditetapkan KPK sebagai tersangka. Termasuk Ismunandar dan Encek, total ada 7 tersangka dari kasus itu. Mereka adalah:
Penerima
-Ismunandar selaku Bupati Kutai Timur
-Encek UR Firgasih selaku Ketua DPRD Kutai Timur
-Suriansyah selaku Kepala BPKAD
-Aswandi selaku Kadis PU
-Musyaffa selaku Kepala Bapenda
Pemberi
-Aditya Maharani selaku kontraktor
-Deky Aryanto selaku rekanan
Dalam konferensi pers yang digelar KPK pada Jumat, 3 Juli kemarin, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango turut membeberkan peran dari 5 tersangka penerima itu. Berikut ini perannya:
-ISM (Ismunandar) selaku Bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran.
-EU (Encek UR Firgasih) selaku Ketua DPRD melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait pekerjaan di Pemkab Kutai Timur.
-MUS (Musyaffa) selaku kepercayaan bupati melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Dinas PU di Kabupaten Kutai Timur.
-SUR (Suriansyah) selaku Kepala BPBKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10% dari jumlah pencairan.
-ASW (Aswandi) selaku Kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
KPK mengatakan total uang disita dalam OTT itu senilai Rp 170 juta dan beberapa tabungan dengan total saldo sekitar Rp 4,8 miliar. Penerimaan suap itu diduga terkait sejumlah pembangunan proyek infrastruktur di Kutai Timur tahun 2019-2020.
Sumber: Detik.com