Pomoman belum “Merdeka”

0
665
Nampak Tugu perbatasan saat memasuki Desa Pomoman. (Foto: Imran Asiaw/TNews)

TNews, BOLMONG — Matahari tepat bersinar di ubun-ubun, saya bersama Tim Diseminasi Pendidkan Dinas Pendidikan (Disdik) mengunjungi Desa Pomoman, Kecamatan Poigar Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Guna menuju desa yang satu ini, tentu harus membutuhkan perjuangan ekstra, tidak sembarang kendaraan mewah yang bisa melintas. Hanya satu kendaraan yakni rambo, begitulah orang desa biasa menyebutnya. Ditengah majunya moda transportasi darat maupun udara, rambo tetap menjadi alat transportasi andalan warga di Desa Pomoman.

Tak bisa dipungkiri, Desa Pomoman memang masih terisolir serta salah satu desa terpencil yang jauh dari riuk-pikuk keramaian kota. Wajar saja jika desa ini belum merasakan merdeka sepenuhnya setelah 75 tahun Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

Rambo merupakan mobil buatan Jepang jenis Toyota Hartop yang telah dimodifikasi khusus di jalan menuju desa ini.

Hengky Pandeong (50), sedang bersiap mengsisi BBM untuk mengangkut kami menuju Desa Pomoman.

Hengki merupakan satu diantara sopir rambo yang telah menekuni profesinya menjadi joki sejak tahun 90-an silam. Dia menceritakan bagaimana kemudian dirinya menjadi sopir.

Dia tak sendiri, ada tiga sesama rekannya yang menekuni profesi itu.

Mereka merupakan penyambung hidup warga untuk mengangkut berbagai bahan logistik maupun kebutuhan sekitar 300-an penduduk desa.

Tak hanya logistik yang diangkut menuju desa, selain mengangkut manusia, dirinya juga mengangkut hasil kebun warga. Seperti kopra, cengkih maupun jagung.

Hengky, adalah salah satu warga Desa Nanasi Timur, Kecamatan Poigar. Sejak menekuni profesi itu, dia sudah lama bermukim dan telah membangun rumah sederhana di Desa Pomoman.

Sekali turun, Hengky bisa meraup keuntungan hingga jutaan rupiah. Pasalnya, sekali mengangkut, tarif yang dipatok Rp. 500.000.

“Tarifnya sudah begitu. Sama, manusia maupun hasil kebun harganya tetap Rp. 500.000 walau beratnya beda. Kalau manusia bisa sampai 10 orang yang diangkut. Sedangkan tiap panen kopra diangkut itu bisa sampai 17 karung dengan berat rata-rata per karung 70 Kg. Sementara untuk jagung bisa sampai 30 karung sekali angkut,” kata Hengky.

Wajar saja, keuntungannya sampai jutaan. Sebab, untuk bisa menuju desa ini, harus menempuh perjalan hingga lebih dari satu jam.

Akses jalan sendiri harus melalui 8 anak sungai, sangat berbahaya dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Jika hujan, warga tak bisa turun maupun kembali ke desa.

Dimulai dari titik nol perjalanan, di Jalan Amurang Kotamobagu Doloduo (AKD), tepatnya di Desa Mondatong, yang berbatasan langsung dengan Minahasa Selatan (Minsel) juga harus menempuh jarak lebih dari 13 Kilometer.

Begitulah yang saya rasakan, saat bersama tim Disdik Bolmong meninjau sekolah di desa terpencil ini.

Dari tempat tinggal saya di Kota Kotamobagu, menuju Desa ini pastinya sangat melelahkan, perut harus terisi penuh. Belum juga diperjalan nanti harus melalui jalan bebatuan dan menanjak.

Jalan menuju desa ini sangat ekstrim, di bagian kiri jalan merupakan gunung, sedangkan di bagian kanan adalah jurang yang terjal.

Harus ekstra hati-hati, lengah sedikit saja nyawa taruhannya.

Namun tidak bagi Hengky, demi menghidupi keluarganya, dirinya harus mengais rejeki bersama kuda besi kesayangannya itu.

“Kalau dulu ke desa ini bisa sampai 3 jam lebih. Kerena jalan masih sangat berbahaya. Ini juga keuntungan warga dengan anggaran Dana Desa, perlahan jalan mulai diperbaiki. Namun, hanya jalan yang titiknya rawan. Saya rasa kami belum merdeka di sini, harapan setidaknya pemerintah bisa membangun akses jalan sebab di sini ada tempat wisata maupun hasil komoditi yang terbilang cukup,” ungkapnya.

Desa ini memang masih terisolir, Kantor Desa saja baru dibangun dan hanya terbuat dari kayu. Setiap warga bahkan belum merasakan kemajuan tekhnologi di era moderen saat ini. Sebab, di sana tidak ada jaringan internet.

Namun setidaknya, Hengki bersama warga desa tetap merayakan kemerdekaan walau dengan segala keterbatasan.

Selain itu, di desa ini terdapat potensi Sumber Pendapatan Daerah (PAD) dengan keindahan alam yang indah.

Air Terjun Pomoman namanya, tak hanya menyimpan wisata pantai dan SDM berlimpah, Kabupeten Bolaang Mongondow  ternyata menyimpan potensi wisata Air Terjun tersembunyi di balik hutan dan tebing yang menjulang.

Dari sekian banyak potensi wisata alam yang seakan tak tersentuh oleh pemerintah ini dikarenakan lokasi yang sangat sulit dicapai serta banyak wisatawan belum mengetahuinya, satu diantaranya air terjun ini yang masih sangat alami dan terjaga kelestariannya.

Air Terjun Pomoman ini memiliki beberapa tingkatan, dikiri merupakan air terjun paling panjang sekitar 30-an meter. Sementara dikanan memiliki 3 tingkatan.

Udara sekitar yang masih asri dan memiliki air jernih serta udara segar sayang jika dilewatkan. Apalagi bagi anda yang hobi mengabadikan foto bisa mengunjungi tempat ini.

Untuk bisa menikmati deburan airnya, anda harus membutuhkan perjuangan ekstra.

Sebenarnya air terjun ini cukup dekat, namun medan yang sulit serta harus melewati 8 anak sungai menjadi tantangan tersendiri.

Belum sampai disitu, sesampainya di Desa Pomoman, masih harus melewati jalur ektrim hingga mencapai kemiringan 80 derajat agar bisa menikmati indahnya pemandangan dan gemercik air yang jatuh dari bebatuan.

Memang, air terjun ini hanya berada di belakang kampung, sekitar 100 meter saja sudah sampai. Namun jalan menuju lokasinya mebutuhkan waktu sekitar 30 sampai 40 menit, jalan yang curam dan licin tentunya bisa membahanyakan nyawa pengunjung jika tidak berhati-hati.

Anda seakan terhipnotis ketika sampai dilokasi ini, air terjun ini juga berbentuk sebuah kolam alami dengan kedalaman sekitar 4 meter. Di kolam ini, anda bisa mandi berenang atau hanya duduk dibebatuan dan mencelupkan kaki ke air. Rasanya dahaga hilang seketika dengan perjalanan panjang yang dilalui terbayar dengan keindahannya.

Pemandangan alam sekitar yang dikelilingi dengan hutan belantara yang masih alami juga menjadi nilai tambah untuk Air Terjun Pomoman ini. Banyak ditemui pepohonan, serta tumbuhan hijau sehingga sangat sedap untuk dipandang.

Tempat ini sangat cocok dikunjungi . Pemandangan alam sekitar juga masih sangat asri. Kicauan burung yang hinggap diranting pepohonan seolah menjadi teman setia.

Tempat yang masih alami ini butuh sentuhan pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah dengan potensi wiasata yang ada.

“Di sini ada banyak potensi wisata, selain air terjun ada juga air putih dan air panas. Yang utama itu harus jalan dulu. Kalau akses jalan sudah bagus pasti banyak yang berkunjung supaya desa kami kedepan ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah,” kata Hengky lagi.

Selain terus berupaya meningkatkan program prioritas di bidang pendikan, Disdik Bolmong juga berupaya memerdekakan para murid dan juga guru di Desa Pomoman ini.

Kepala Disdik Renti Mokoginta mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk ditingkatkan di wilayahnya, terutama diseminasi pendidikan di daerah terpencil.

“Kepedulian daerah terhadap pentingnya pendidikan dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi prioritas dalam menunjang pembangunan Kabupaten Bolaang Mongondow di HUT ke-75 RI untuk menju kedepan menjadi lebih baik lagi. Terutama di daerah terpencil,” kata Mokoginta, belum lama ini.

Dibawah kordinir Kepala Disdik Renti Mokoginta, didampingi Kabid Dikdas Abdul Rivai Mokoagow serta Korwil Kecamatan Poigar Mardin Manangin, turun langsung di daerah terpencil tepatnya di Desa Pomoman.

Desa Pomoman tercatat sebagai salah satu wilayah terpencil yang dimukim sekelompok  masyarakat sejak tahun 1983. Didalamnya, aktifitas berlangsung termasuk pendidikan sebagai indikator peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang setara dengan wilayah lainnya.

Pomoman sendiri, memiliki Gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) Satap dibawah naungan Disdik Bolmong.

“Kita datang kesini untuk tujuan diseminasi pendidikan daerah terpencil. Selain itu, salah satu tujuan kita tentunya melakukan peninjauan terhadap pendidikan baik itu guru sebagai tenaga didik dan murid yang ada di sekolah,” ujar Renti.

Lanjutnya, Desa Pomoman masuk kategori terpencil di Kabupaten Bolaang Mongondow. Jaminan pemerintah terhadap tenaga pendidik dan murid menjadi perhatian khusus untuk mempertahankan peningkatan SDM yang memadai.

“Ini tujuan dan juga target kita, termasuk dalam meningkatkan IPM,” ucapnya.

Di sisi lain, Kasus Drop Out atau putus sekolah merupakan tantangan bagi tenaga pendidik di derah terpencil ini.

Tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan terhadap anak di wilayah terpencil harus menjadi perhatian khusus pemerintah.

Pada kondisi wilayah yang terisolir nan jauh dari pemukiman umum, kasus drop out kerap terjadi tanpa terfikir oleh orang tua siswa akan pentingnya berpendidikan dimasa sekarang ini. Apalagi Indonesia telah menginjak usia 75 Tahun pasca merdeka, disinilah tantangan dan peran tenaga pendidik.

Seperti di Desa Pomoman ini, berdasarkan penuturan Kepala Sekolah SMP Negeri Satap Pomoman, Rentje Winokan, pihaknya harus berkali-kali mendatangi rumah siswa untuk membujuk orang tua dan siswa agar kembali masuk sekolah.

“Kita harus mengunjungi mereka, membujuk agar bisa masuk kembali sekolah seperti sebelumnya,” kata Rentje.

Keberadaan jumlah siswa yang sedikit tentunya hanya bisa mengakomodir warga Desa Pomoman sendiri untuk mengenyam pendidikan, juga mengharuskan pihak sekolah senantiasa memberikan bimbingan dan arahan tentang pentingnya pendidikan saat ini.

“Ada juga yang kita kunjungi secara langsung tetap tidak berhasil. Sehingga mereka harus putus sekolah. Ini menjadi upaya kita kedepan untuk bisa memasukkan kembali siswa yang drop out,” katanya.

Desa Pomoman sendiri memiliki Gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang digunakan oleh 28 siswa secara keseluruhan kelas I hingga Kelas VI dengan jumlah guru 4 orang.

Selain itu juga memiliki gedung SMP dengan jumlah siswa 14 orang secara keseluruhan dari Kelas VII hingga Kelas IX, 4 siswa diantaranya sudah dinyatakan lulus dan memiliki 4 tenaga guru.

Kepala Disdik Renti Mokoginta menegaskan kepada pihak sekolah untuk kembali mendatangi siswa-siswa yang sudah putus sekolah tersebut, untuk diajak beraktifitas di sekolah seperti biasanya.

“Nanti kepsek dan gurur-guru yang ada, datangi kembali siswa yang sudah drop out. Ajak mereka sekolah. Berikan solusi dan pemahaman yang baik agar anak-anak kita di Bolmong walaupun tinggal di desa terpencil memiliki pendidikan yang sesuai dengan harapan daerah,” kata Mokoginta lagi.

Hal ini juga kata dia, menjadi tugas para tenaga pendidik yang ada di wilayah terpencil, siswa-siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi harus didaftarkan untuk dimasukkan dalam program Paket A, B maupun C.

 

“Ini harus menjadi perhatian para guru-guru yang yang ada. Usahakan mereka tidak putus harapan pendidikannya,” pungkas mantan Sekretaris Bappeda itu.

Diketahui bersama, dikutip dari http://pomoman.sideka.id/profil/sejarah/ Kabupaten Bolaang Mongondow, sejarah Desa Pomoman. Dahulu kala, desa ini hanyalah sebuah lokasi perkebunan masyarakat Bulud, semenjak ada kejadian bencana alam yang terjadi Longsor di Rerer dan Banjir di Tondano, departemen sosial membebaskan resettlement untuk dijadikan lokasi pemukiman BKBA atau Bantuan Keluarga Bencana Alam).

Kemudian pada saat KBA (Rerer) datang ke lokasi untuk memeriksa, mereka menolak pemukiman ini untuk ditinggali. Pada tanggal 24 maret 1983 merupakan awal masuknya pemukiman di desa Pomoman yang sebelumnya disebut dengan nama “Pomomaan” artinya tempat persinggahan/istirahat para petani untuk makan. Kemudian diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan ejaan terbaru kemudian menjadi “Pomoman”.

Sebelum menjadi desa definitif jumlah pemukim sebanyak 195 kepala keluarga, 195 kepala keluarga ini berasal dari beberapa tempat yaitu; Roong, Talour, Kiniar, Sisipan, Bulud dan Poigar. Fret Tampi ditunjuk pemerintah sebagai Koordinator pertama, Koordinator kedua Wahid Mokoginta, Koordinator ketiga Joutje Kawet, Koordinator ke empat Joutje Kasakean.

Desa Pomoman diresmikan sebagai desa definitife dengan No. Kode 71-02.15.2008 pada tanggal 25 Maret 1994 berdasarkan SK Gubernur KDH. TKT.I Sulawesi Utara No.411 tahun 1993 tanggal 30 Desember 1993 yang di tandatangani Gubernur Sulut C.J. Rantung. Kepala Desa (Sangadi) pertama Desa Pomoman adalah Joutje Kasakean.

Penulis : Imran Asiaw

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.