TNews, JAKARTA – Program penceramah bersertifikat yang digagas Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi memicu badai kritik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak program tersebut lantaran berpotensi menjadi alat untuk mengontrol kehidupan beragama.
“Rencana sertifikasi Da’i/Muballigh dan/atau program Da’i/Muballigh bersertifikat sebagaimana direncanakan oleh Kementerian Agama telah menimbulkan kegaduhan, kesalahpahaman dan kekhawatiran akan adanya intervensi Pemerintah pada aspek keagamaan yang dalam pelaksanaannya dapat menyulitkan umat Islam dan berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan. Oleh karena itu MUI menolak rencana program tersebut,” demikian salah satu bunyi pernyataan sikap MUI seperti dilihat detikcom, Rabu (9/9/2020).
Pernyataan MUI itu tertuang dalam surat keputusan bernomor Kep-1626/DP MUI/IX/2020. Surat itu diteken oleh Waketum MUI Muhyiddin Junaidi dan Sekjen MUI Anwar Abbas.
Berikut ini pernyataan lengkap MUI terkait program penceramah bersertifikat Kemenag:
PERNYATAAN SIKAP
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: Kep-1626/DP MUI/IX/2020
بسم هللا الرحمن الرحيم
Sehubungan dengan rencana program Sertifikasi Da’i/Muballigh dan/atau program Da’i/Muballigh Bersertifikat oleh Kementerian Agama sebagaimana disampaikan oleh Menteri Agama dan pejabat Kementerian Agama melalui media massa, maka Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia sesuai dengan keputusan Rapat Pimpinan MUI pada hari Selasa, 08 September 2020 M/20 Muharram 1442 H, dengan bertawakkal kepada Allah SWT menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
- Rencana sertifikasi Da’i/Muballigh dan/atau program Da’i/Muballigh bersertifikat sebagaimana direncanakan oleh Kementerian Agama telah menimbulkan kegaduhan, kesalahpahaman dan kekhawatiran akan adanya intervensi Pemerintah pada aspek keagamaan yang dalam pelaksanaannya dapat menyulitkan umat Islam dan berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan. Oleh karena itu MUI menolak rencana program tersebut.
2. MUI dapat memahami pentingnya program peningkatan kompetensi (upgrading) Da’i/Muballigh sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan Da’i/Muballigh terhadap materi dakwah/tabligh, terutama materi keagamaan kontemporer seperti ekonomi Syariah, bahan produk halal, wawasan kebangsaan, dsb. Namun program tersebut diserahkan sepenuhnya kepada ormas/kelembagaan Islam termasuk MUI dan pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk itu;
3. Menghimbau kepada semua pihak agar tidak mudah mengaitkan masalah radikalisme dengan ulama, dai/muballigh dan hafizh serta tampilan fisik (performance) mereka, termasuk yang lantang menyuarakan amar makruf nahi munkar bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian pernyataan ini disampaikan agar dapat diketahui dan dipahami dengan baik oleh semua pihak.
Penjelasan Kemenag
Kemenag menegaskan program penceramah bersertifikat bukan sertifikasi profesi seperti dosen dan guru. Program ini dibuat untuk meningkatkan kapasitas penceramah.
“Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan,” kata Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin dalam keterangan tertulis di situs Kemenag, Senin (7/9).
“Kalau penceramah bersertifikat, ini sebenarnya kegiatan biasa saja untuk meningkatkan kapasitas penceramah. Setelah mengikuti kegiatan, diberi sertifikat,” sambung Kamaruddin.
Kamaruddin mengatakan penceramah bersertifikat sama halnya dengan program peningkatan kapasitas penyuluh agama dan penghulu yang dilakukan Dirjen Bimas Islam. Untuk diketahui, saat ini ada sekitar 50 ribu penyuluh dan 10 ribu penghulu di Indonesia.
Kapasitas mereka di bidang literasi tentang zakat, wakaf, dan moderasi beragama ditingkatkan demi mengoptimalkan layanan. Setelah mengikuti kegiatan itu, mereka akan mendapatkan sertifikat.
“Jadi ini sertifikasi biasa yang tidak berkonsekuensi apa-apa. Jadi bukan sertifikasi profesi sehingga ini tidak berkonsekuensi wajib atau tidak. Bukan berarti yang tidak bersertifikat tidak boleh berceramah; atau yang boleh berceramah hanya yang bersertifikat. Sama sekali tidak begitu,” ujar Kamaruddin.
Sumber: detik.com