TNews, BOLMONG — Guna menunjang kegiatan belajar mengajar (KBM) selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Pemrintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memberikan kuota gratis bagi siswa dan siswi.
Pemberian kuota gratis itu diketahui, akan dimulai September hingga Desember 2020 mendatang. Hal itu merupakan kabar gembira. Namun sayang, tidak semua siswa maupun siswi di Kabupaten Bolaang Bolmong (Bolmong) mendapatkan bantuan ini. Itu dikarenakan tidak semua siswa juga memiliki handphone Android. Selain itu, terkendala dengan jaringan internet terutama sekolah yang berada di wilayah pelosok atau terpencil.
Dikatakan salah satu pengamat Pendidikan Donal Tungkagi, program bagi-bagi kuota gratis dari Kemendikbud untuk fasiltas pendidikan jarak jauh (PJJ) seperti program simalakama. Pasalnya kata dia, program itu mempunyai dampak dua sisi, positif dan negatif. Positifnya, dengan kuota gratis, siswa dapat belajar lebih maksimal di rumah tanpa memikirkan kuota internet untuk satu sampai empat bulan kedepan. Sedangkan dampak negatifnya, program rawan tidak tepat sasaran. Sebab yang bakal dapat kuota hanya mereka yang memiliki telefon genggam dengan fasilitas internet berbasis android.
“Biasanya yang memiliki ponsel seperti ini justru kalangan berada yang mampu beli kuota. Sedangkan kalangan kelas bawah justru tidak jadi sasaran, sebab jangankan beli ponsel pintar, untuk makan saja mereka kesusahan. Lagi pula di pelosok desa, tidak terlalu butuh kuota gratis, karena jaringan internet juga susah. Ini perlu diperhatikan pemerintah,” kata Donal, Rabu (03/09/2020).
Solusinya kata dia, pemerintah perlu strategi yang mumpuni, agar anggaran Rp 7,2 triliun yang dikucurkan untuk kuota gratis tidak habis sia sia. Anggaran ini, misalnya bisa juga disalurkan untuk membayar jasa guru honorer yang rela mengajar naik turun rumah di pedesaan. Itu karena anak didiknya tidak bisa mengikuti PJJ ala anak kota.
“Kami yakin, program kuota gratis ini pada dasarnya merupakan niat baik pemerintah. Hanya niat baik saja tidak cukup, perlu upaya maksimal dan sungguh, agar program ini tepat sasaran dan terjadi pemerataan. Tidak hanya anak didik di kota, anak didik di desa juga bakal merasakan. Jika pemerataan program kuota gratis saja belum tepat sasaran, maka menurut saya visi menteri Nadiem untuk menciptakan Merdeka Belajar masih jauh dari harapan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan (Disdik) Bolmong, Abdulrivai Mokoagow mengatakan, untuk saat ini pihaknya sementara melakukan proses pendataan untuk pemberian kuora internet gratis bagi peserta didik. Pendataan tersebut dilakukan karena semua nomor hanphone siswa termasuk guru akan diinput dalam aplikasi data pokok pendidikan (Dapodik).
“Tanggal penginputannya dilakukan hingga 11 September mendatang,” ucap Mokoagow.
Lebih lanjut dia menjelaskan, saat ini untuk Sekolah Dasar (SD) berjumlah di Kabupaten Bolmong ada 22.220 siswa. Sedangkan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah 9.800 siswa. Jadi, totalnya ada 32.020 siswa.
“Tapi tidak semua siswa yang dapat kuota. Karena banyak yang belum memiliki hanphone android,” bebernya.
Setiap siswa nantinya akan mendapat kuota sebesar 35 GB per bulan secara gratis. Nah, bagaimana dengan siswa yang tidak punya android, terkait dengan itu Rivai mengungkapkan masih menunggu petunjuk selanjutnya, karena saat ini rujukan adalah edaran Kementerian.
“Kita masih menunggu petunjuk terkait siswa yang tidak punya android. Kita juga sudah sampaikan itu,” jelas dia.
Soal pemberian pulsa gratis bagi siswa dan siswi tersebut juga mendapat respon dari salah satu tokoh pendidikan BMR, Hamri Manoppo. Menurut dia, pemerintah harus relevan dalam melaksanakan program kuota gratis tersebut. Sebab, tidak semua daerah sama. Jangan samakan dengan kondisi di kota-kota besar, dengan kondisi sekolah yang berada di wilayah pelosok atau siswa yang tidak memiliki android.
“Ini yang harus menjadi perhatian Pemerintah Pusat. Bagaimana kemudian dengan kondisi siswa yang tak punya android. Apa dapat bantuan juga atau belajar seperti biasa. Kalau demikian, hanya siswa yang memiliki android diuntungkan karena dapat bantuan,” katanya.
Seharusnya kata dia, dalam melaksanakan program lebih dulu mengutakan pemerataan di sektor pendidikan. Bahkan, sekolah atau siswa yang berada di wilayah pelosok diberikan bantuan lebih, agar semangat mereka bersekolah tetap ada untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Saya pikir program kuota gratis belum merata. Harus ada solusi atau timbal balik diberikan kepada siswa yang tak punya android,” tutupnya.
Imran Asiaw