TNews, SEHAT – Aliansi Dokter Dunia mengklaim bahwa COVID-19 tidak ada, Aliansi Dokter Dunia bahkan menyebut COVID-19 hanyalah flu biasa.
Pernyataan Aliansi Dokter Dunia itu terekam dalam sebuah video dan viral beredar di media sosial. Dokter-dokter itu disebutkan berasal dari Jerman, Belanda, Swedia, Irlandia, dan Inggris.
“Kami adalah dokter, ilmuwan, dan aktivis perdamaian dan kami semua mengatakan peristiwa COVID-19 ini tidaklah benar,” kata seorang dokter dari Jerman, Heiko Schoning.
Schoning mengklaim hasil tes COVID-19 hanyalah dibuat-buat. Mereka pun menyebut seluruh kejadian terkait COVID-19 tidak benar. Aliansi Dokter Dunia itu juga menyebut bahwa tes PCR (polymerase chain reaction) tidak akurat.
Lalu benarkah semua itu? Berikut faktanya:
- COVID-19 Bukan Flu Biasa
Aliansi Dokter Dunia menyebut COVID-19 hanyalah flu biasa. Namun virus corona yang bernama SARS-CoV-2 berbeda dengan influenza penyebab flu.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dalam situsnya menyebut virus COVID-19 dan influenza memang memiliki gejala penyakit yang serupa yakni menyerang pernapasan. Kedua virus ditularkan melalui kontak dan tetesan.
Namun, perbedaan dua virus itu terlihat dari kecepatan penularan. Influenza memiliki masa inkubasi median yang lebih pendek (waktu dari infeksi hingga munculnya gejala) dan interval serial yang lebih pendek (waktu antara kasus yang berurutan) daripada virus COVID-19.
Interval serial untuk virus COVID-19 diperkirakan 5-6 hari, sedangkan untuk virus influenza interval serial adalah 3 hari. Artinya, influenza bisa menyebar lebih cepat dari COVID-19.
Kematian untuk COVID-19 tampaknya lebih tinggi daripada influenza, terutama influenza musiman. Jumlah kematian yang dilaporkan dibagi dengan kasus yang dilaporkan adalah antara 3-4%, kematian akibat infeksi. Untuk influenza musiman, angka kematian biasanya jauh di bawah 0,1%.
Data Universitas Johns Hopkins disebutkan, jumlah korban meninggal 1.154.242 per data 26 Oktober 2020.
- Penjelasan Tes PCR Tidak Akurat
Tes PCR (polymerase chain reaction) adalah pemeriksaan molekuler untuk mendeteksi keberadaan virus atau bakteri yang menyebabkan penyakit tertentu. Salah satu metode pengambilan sampel untuk tes PCR adalah tes swab.
Dilansir situs WHO, pengujian molekuler (misalnya PCR) dari sampel saluran pernapasan adalah metode yang direkomendasikan untuk identifikasi dan konfirmasi laboratorium kasus COVID-19.
Produk diagnostik molekuler COVID-19 sedang dievaluasi kualitas dan keamanannya melalui Prosedur Pencatatan Penggunaan Darurat Prakualifikasi WHO dan melalui kolaborasi dengan Foundation for Innovative New Diagnostics (FIND).
Dokumen panduan WHO untuk deteksi COVID-19 telah diterbitkan yakni panduan WHO tentang pengujian laboratorium untuk COVID-19 pada kasus yang dicurigai pada manusia. Selain itu, panduan tentang bagaimana pengujian dapat dirasionalkan ketika kurangnya reagen atau kapasitas pengujian memerlukan prioritas populasi atau individu tertentu untuk pengujian juga tersedia.
Untuk menginformasikan kebijakan WHO tentang penggunaan tes cepat imunodiagnostik untuk COVID-19, WHO bekerja sama dengan jaringan pakar laboratorium global, dan meninjau dengan cermat hasil laboratorium dan studi klinis yang direncanakan dan dilaksanakan oleh laboratorium rujukan, kelompok akademik, dan organisasi non-pemerintah.
Profil produk target untuk diagnosis COVID-19 yang diinginkan untuk menginformasikan upaya penelitian dan pengembangan sedang dalam pengembangan.
WHO akan terus bekerja dengan kelompok penelitian, lembaga lain, dan negara anggota untuk mengembangkan dan menafsirkan data yang mungkin menunjukkan area spesifik di mana tes tersebut dapat berguna untuk manajemen kasus klinis, pemahaman epidemiologi, dan atau pengendalian infeksi.
- Tanggapan Jubir Satgas COVID-19
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menegaskan klaim yang disampaikan Dokter Aliansi Dunia tersebut adalah misinformasi.
“Konten informasi dalam video ini dapat diidentifikasikan sebagai misinformasi yang muncul dengan menyamakan COVID-19 dengan influenza. “Kita tahu penyebab, dinamika transmisi dan akibat dari keduanya pun berbeda,” kata Prof Wiku saat dihubungi detikcom, Senin (27/10/2020).
Sumber: detik.com