Oleh : Konni Balamba
TNews, OPINI – Tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) 2020, dari sejak proses pencalonan sampai dengan pencoblosan telah digulir di tanggal 9 Desember 2020 lalu. Hasilnya, dari pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur yang digelar pada 16 Desember 2020 kemarin, Paslon Sam Sachrul Mamonto – Oskar Manoppo (SSM-OPPO) memperoleh suara terbanyak dengan jumlah 20.965 suara, mengungguli 2 pasangan calon lainnya yakni Suhendro Boroma – Rusdi Gumalangit yang memperoleh 16.022 suara dan pasangan calon lainnya yakni Amalia Landjar – Uyun K Pangalima yang harus puas di posisi ketiga dengan jumlah 13.742 suara.
Dengan selesainya pleno KPU Bolmong Timur tersebut, maka secara de facto prinsipnya, Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondow Timur, telah berada ‘di tangan’ pasangan yang memakai tag line Boltim Bersinar tersebut, walaupun proses pelantikannya jika tidak ada halangan, masih akan menunggu hingga bulan Februari 2021 mendatang.
Namun di sisi lain, Pilkada Boltim rupanya masih menjadi momok bagi Partai Demokrasi Indonesian Perjuangan (PDIP). Bagaimana tidak, selang 10 tahun terakhir, partai besutan Megawati Soekarno Putri itu, belum berhasil memecahkan mitos atau meraih kemenangan di wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Minahasa Tenggara, dimana notabene daerah Kabupaten Minahasa Tenggara sendiri, merupakan salah satu basis dari partai berlambang moncong putih tersebut.
Belum pernah menangnya PDIP di wilayah Bolaang Mongondow Timur, merupakan fakta sejarah. Dimana, pada Pilkada tahun 2010 silam, usai Kabupaten Bolmong Timur dimekarkan dan akan menggelar hajatan demokrasi yang pertama kalinya, saat itu PDIP berkoalisi dengan Partai Hanura dan mengusung pasangan calon Sudibyo Mamonto SP – Dyane Merukh SH MH, dan berakhir dengan kekalahan, dimana Pilkada tahun 2010 tersebut dimenangkan oleh Pasangan Sehan Landjar – Meidy Lensun.
Di tahun 2015, PDIP kembali mencoba peruntungannya dengan mengusung pasangan calon Sam Sachrul Mamonto – Meidy Lensun, dimana di tahun tersebut PDIP harus kembali mengakui kekalahan mereka atas pasangan Sehan Landjar – Rusdi Gumalangit yang diusung oleh PAN, PKB, Demokrat dan Gerindra.
Masih penasaran dengan kekalahan di tahun 2015, PDIP pada Pilkada tahun 2020 ini kembali ‘memasuki gelanggan’ politik dengan mengusung pasangan Suhendro Boroma- Rusdi Gumalangit. Dimana, alih-alih akan memecahkan mitos, partai penguasa secara nasional ini justru harus menelan ‘hatrick’ kekalahan ketiga kalinya, dengan hanya berada di posisi runner up, karena kalah selisih hampir enam ribuan suara dari pemenang Pilkada Boltim 2020 Sachrul Mamonto – Oskar Manoppo.
Lepas dari cerita soal ‘hatrick’ kekalahan PDIP di Pilkada Boltim, politik balas dendam di wilayah paling timur Bolaang Mongondow Raya ini juga menarik diulas sedikit.
Runutan sejarah Pilkada dan politik balas dendam ini diawali di tahun 2010, dimama Calon Bupati Sudibyo Mamonto yang dikalahkan oleh Sehan Landjar, adalah paman dari Sam Sachrul Mamonto.
Politik dendam pun dimulai pada Pilkada 2015. Saat Sehan Landjar maju untuk periode kedua, Sam Sachrul Mamonto merupakan keponakan Sudibyo menjadi lawan Sehan Landjar. Sachrul berpasangan dengan Meidy Lensun yang diusung oleh koalisi NasDem dan PDIP, dimana pada Pilkada 5 tahun lalu tersebut, Sehan Landjar yang saat itu berpasangan dengan Rusdi Gumalangit berhasil menang dan melanjutkan kepemimpinannya untuk periode kedua.
Pada Pilkada 2020 tahun ini, politik dendam berlanjut. Sehan Landjar kembali berhadapan dengan Sam Sachrul Mamonto. Namun, kali ini Sehan Landjar mendorong putrinya Amalia Landjar, untuk bertarung di Pilkada. Amalia dipasangkan dengan Uyun K Pangalima yang diusung PAN, Golkar dan Demokrat.
Sedangkan Sachrul Mamonto berpasangan dengan Oskar Manoppo dan diusung oleh Partai NasDem, PKB dan PBB. Pada Pilkada 2020 ini. Hasilnya, kita ketahui bersama Sam Sachrul Mamonto yang berpasangan dengan mantan. birokrat tulen yakni Oskar Manoppo, berhasil memenangkan Pilkada tersebut dan tinggal menunggu waktu untuk dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bolaang Mongondow Timur.
Sebuah dinamika politik tentu, jika mitos politik dendam ini, diprediksi akan berkelanjutan. Dimana, PDIP tentu masih akan tetap berkompetisi dan mengusung pasangan calon untuk pilkada 5 tahun mendatang. Pun begitu dengan, rasa penasaran Sehan Landjar yang bisa saja masih akan berusaha merebut kembali tahta kemenangan di Pilkada nanti. Kita tau bersama, Sehan Landjar masih ‘menyimpan’ aset politisi yakni istrinya yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Sulut, dan juga anak sulungnya yang masih menjadi Ketua DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
Namun begitu, mitos politik dendam ini, tentu diharap hanya bagian dari sebuah dinamika politik, untuk lebih mencerdaskan masyarakat Bolaang Mongondow Timur dari sisi pendidikan demokrasi dalam memilih calon pemimpin mereka kedepan, serta menguatkan visi politik masyarakat, agar daerah tersebut dapat lebih baik dnfan sejahtera dengan program – program kerakyatan dari pemimpin mereka kedepan. (*)