TNews, SEHAT – Israel setuju untuk menyediakan ribuan vaksin kepada Palestina, di tengah polemik siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas program vaksinasi di kawasan pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Kementerian Pertahanan Israel pada hari Minggu (31/01) mengatakan 5.000 dosis vaksin Covid-19 akan tersedia bagi para tenaga kesehatan Palestina yang bertugas di garda depan penanganan pandemi virus corona.
Tingkat vaksinasi Covid-19 bagi warga Israel adalah yang paling tinggi di dunia, namun program tersebut sejauh ini tidak mencakup warga Palestina yang tinggal di kawasan-kawasan yang diduduki Israel.
Para pakar hak asasi manusia PBB mengatakan, Israel bertanggung jawab atas program vaksinasi di kawasan-kawasan Palestina yang mereka duduki.
Namun, pemerintah di Tel Aviv menyatakan, vaksinasi bagi warga Palestina menjadi tanggung jawab Otorita Palestina, yang hingga sekarang belum memulai program tersebut.
Dr Fadi Al-Atrash, yang bertugas di Rumah Sakit August Victoria di Yerusalem Timur mengatakan ada “kesenjangan vaksinasi antara warga Israel dan Palestina”.
“Ada masalah ketidaksetaraan,” kata Dr Fadi Al-Atrash, belum lama ini. Ia sendiri sudah divaksin.
Tidak jauh darinya, di Israel, masyarakat setempat divaksinasi Covid-19 dengan lebih cepat daripada di tempat-tempat lain di dunia.
Namun, tempat di mana dia bekerja, yaitu di wilayah Palestina yang dianeksasi oleh Israel dan berada di bawah kendali penuhnya, situasinya sangat berbeda.
“Kami tidak dapat memberikan vaksinasi kepada pasien-pasien kami, kepada keluarga kami di Tepi Barat dan di Gaza.”
“Saya tak merasa senang bisa mendapatkan vaksinasi … [sementara] orang-orang dari komunitas Anda tidak bisa mendapatkannya,” tambahnya.
Israel memvaksinasi kelompok tenaga kesehatan seperti Dr Fadi, tetapi tidak memberikannya kepada pasien-pasien yang dia rawat di seluruh Tepi Barat dan Gaza.
Akibat-akibat dari langkah tersebut, baik secara moral maupun medis, mengkhatirkan banyak orang.
Tanggung jawab
Ada perbedaan besar dalam kecepatan peluncuran progam vaksinasi di berbagai negara. (Reuters)
Tidak ada kesepakatan tentang siapa yang harus bertanggung jawab untuk peluncuran program vaksinasi di Tepi Barat dan Gaza.
Sejumlah orang menunjuk pada Konvensi Jenewa yang menyatakan bahwa mereka yang menempati suatu wilayah, dalam hal ini adalah Israel, harus bertanggung jawab atas kesehatan publik warga yang tinggal di sana.
Sementara yang lain melihat ke Perjanjian Oslo, kesepakan pada 1993 antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina, yang berujung dengan pembentukan pemerintahan mandiri Palestina secara terbatas.
Mereka yang memegang pada fakta ini mengatakan bahwa Otoritas Palestina bertanggung jawab dengan program vaksinasi.
Terlepas dari teknis-teknis hukumnya, kenyataannya adalah bahwa pemerintah Israel tidak menjalankan program vaksinasi di Tepi Barat dan Gaza, dan Otoritas Palestina belum meminta bantuan – beberapa percaya bahwa hal itu dihindari agar tidak terlihat lemah.
Pemisahan
Bagi Mohammad Amro, akibat dari kekacauan ini adalah dia tidak bertemu keluarga selama berbulan-bulan.
Dia adalah seorang warga Palestina dari Hebron, di Tepi Barat, tetapi dia tinggal di Israel agar dia dapat mempertahankan pekerjaannya di bidang konstruksi.
“Tentu saja, kita semua menunggu, terlepas kita orang Arab atau Yahudi,” katanya.
“Jika saya menerima vaksin itu berarti saya kebal terhadap virus dan dapat kembali ke keluarga saya.”
Para pakar hak asasi manusia PBB mengatakan, Israel bertanggung jawab atas program vaksinasi di kawasan-kawasan Palestina yang mereka duduki. (Reuters)
Di Israel, industri pembangunan, seperti banyak industri-industri lainnya, bergantung pada sejumlah besar pekerja dari Tepi Barat.
“Kami bergantung pada 65.000 pekerja Palestina, yang bekerja di pekerjaan inti dalam konstruksi dan kami membutuhkan mereka, karena tanpa mereka kami tidak dapat membangun,” kata Raul Srugo, presiden Asosiasi Pembangun Israel.
Menurutnya, situasi saat ini berpandangan sempit baik dari segi ekonomi maupun kesehatan.
“Saya pikir itu adalah logis bahwa kita harus memvaksinasi rakyat Israel dan setidaknya orang-orang Palestina yang bekerja dengan kita.”
“Pertama-tama, ini manusia, oke. Karena mereka adalah tetangga kita dan mereka tidak dalam kondisi ekonomi yang sangat baik.”
Pandangan itu dianut oleh Dr Fadi, yang mengatakan, “Kami hidup bersama; kami hampir tidak memiliki batas.”
“Jika Anda memvaksinasi orang Israel dan Anda tidak memvaksinasi rakyat Palestina di Tepi Barat dan Gaza, Anda masih tidak dapat memutuskan rantai infeksi, Anda tidak dapat melawan pandemi dengan baik.”
Tidak ada perubahan
Tapi pemerintah Israel tidak akan berubah pikiran.
“Apa sebenarnya tanggung jawab menteri kesehatan Palestina, untuk merawat lumba-lumba di Mediterania?” Menteri Kesehatan Israel, Yuli Edelstein, bertanya.
“Saya mengizinkan pemberian sejumlah vaksin kepada tim medis yang secara langsung bekerja dengan pasien-pasien Corona di Otoritas Palestina.”
“Ini bukan karena saya pikir kami memiliki kewajiban hukum, itu karena saya memahami mereka adalah dokter dan perawat dan tidak mendapatkan vaksin pada tahap ini.”
Namun direktur Human Rights Watch Israel dan Palestina, Omar Shakir, tidak setuju.
“Israel telah memvaksinasi 3,5 juta warganya sendiri, 40% dari populasinya [per Minggu 24 Januari] termasuk pemukim Israel di Tepi Barat, tetapi terus meninggalkan 4,5 juta warga Palestina tanpa bantuan,” katanya.
Selain bekerja dengan Organisasi Kesehatan Dunia, Otoritas Palestina telah beralih ke Rusia untuk mencoba mendapatkan vaksin.
Mereka memesan Sputnik V Moskow dan berharap dapat memberinya untuk 50.000 penduduk pada Maret, setelah memberikan persetujuan darurat penggunaan obat.
Seperti banyak hal tentang kehidupan di wilayah ini, virus corona telah menyoroti saling ketergantungan dan perpecahan yang dalam di kedua sisi.
Sumber: detik.com