Duta Besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kyaw Moe Tun mendesak masyarakat internasional untuk meningkatkan tekanan pada rezim militer Myanmar, sambil bersumpah untuk terus melawan junta selama yang dia bisa. Seperti dilansir Channel News Asia, Minggu (14/3/2021) penegasan itu disampaikan Kyaw Moe Tun dalam wawancara dengan CNA di New York Jumat (12/3). Utusan tersebut berterima kasih kepada Dewan Keamanan PBB karena telah mengeluarkan pernyataan bersama untuk mengutuk kekerasan terhadap para pengunjuk rasa di Myanmar. Pernyataan, yang dikeluarkan pada hari Rabu (10/3), disetujui dengan suara bulat oleh 15 anggota dewan keamanan.
“Mengecam keras penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, termasuk terhadap wanita, kaum muda dan anak-anak,” demikian bunyi penggalan pernyataan DK PBB yang mengkritik militer Myanmar itu. “Pada saat yang sama… unsur-unsur yang terkandung dalam pernyataan presiden tidak sesuai dengan harapan kami. Jadi kami sangat ingin mendapat pernyataan yang lebih kuat dari dewan keamanan dan tindakan yang lebih kuat dari dewan keamanan, “kata Kyaw Moe Tun. “Itulah yang sangat diinginkan oleh rakyat Myanmar… Kami membutuhkan perlindungan dari komunitas internasional,” tambahnya.
Duta Besar itu menambahkan bahwa kaum muda adalah masa depan Myanmar dan perlu dilindungi. “Jika kami tidak bisa melakukannya sendiri, kami perlu mendapatkan bantuan dari komunitas internasional,” katanya. Pada 26 Februari lalu, Kyaw Moe Tun meminta PBB untuk menggunakan segala cara yang diperlukan untuk mengakhiri kudeta militer. Dia diberhentikan pada hari berikutnya oleh junta karena dianggap “mengkhianati negara”. Junta menunjuk wakilnya Tin Maung Naing sebagai pejabat utusan PBB untuk Myanmar. Tin Maung Naing kemudian mengajukan pengunduran dirinya, meninggalkan Kyaw Moe Tun sebagai kepala misi diplomatik.
PBB tidak secara resmi mengakui junta sebagai pemerintahan baru Myanmar. Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pihaknya “belum menerima komunikasi apapun mengenai perubahan representasi Myanmar di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.” Diplomat senior Myanmar lainnya, termasuk mereka yang bertugas di Washington DC dan London, juga berbicara menentang militer. “Jika tidak ada resolusi dari dewan keamanan, salah satu alternatif adalah membentuk koalisi negara-negara yang berpikiran sama untuk memotong aliran keuangan ke militer Myanmar, yang akan membantu menempatkan junta dalam posisi yang sulit,” katanya.
“Harus ada alat lain untuk menekan rezim militer dan mengembalikan kekuasaan negara kepada rakyat Myanmar,” katanya. Awal pekan ini, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap dua anak pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing dan enam perusahaan yang dikendalikan oleh mereka. Inggris, Uni Eropa dan Kanada juga turut menjatuhkan sanksi kepada junta dan sekutunya. Thomas Andrews, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar telah mengusulkan agar koalisi negara dapat bekerja sama untuk menghentikan aliran keuangan ke kas junta militer. Kyaw Moe Tun mengatakan bahwa langkah-langkah untuk memberikan tekanan finansial pada junta harus tepat sasaran. “Tolong buat efek seminimal mungkin pada orang-orang Myanmar. Itulah intinya. Ini sangat penting bagi negara,” .
Sumber : detik.com