TNews, EKONOMI – Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi meminta masyarakat tidak menyalahkan pihak lain terkait kegaduhan rencana impor beras. Sebab, menurutnya masalah impor beras ini jadi tanggung jawab dirinya demi menjaga harga tetap stabil di pasaran. “Jadi jangan salahkan Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto), Pak Mentan (Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo), jangan salahkan Dirut Bulog (Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso). Salahkan saya,” ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).
Ia menjelaskan tidak ada niat pemerintah menghancurkan harga petani. Sebaliknya, pemerintah ingin menjaga harga beras di pasaran, sebab ada kekhawatiran, Perum Bulog bakal kesulitan memenuhi target cadangan beras 1-1,5 juta ton setahun. Mengingat, masa panen raya kali ini masih sering diselingi musim hujan, membuat banyak gabah basah. Akhirnya tidak bisa disimpan jadi cadangan di Perum Bulog. “Saya ingin pastikan hari ini belum ada impor, tidak akan menghancurkan harga beras petani dan saya jamin tidak ada niatan pemerintah hancurkan harga petani. Yang ada sekarang gabah basah, gabah nggak bisa dibeli Bulog, petani berhadapan dengan pedagang, itu yang terjadi,” tambahnya.
Lutfi mengungkapkan stok beras di Perum Bulog saat ini masih jauh dari kata ideal. Saat ini, menurut Lutfi, stok beras di Perum Bulog tak mencapai 500.000. Padahal, seharusnya di Perum Bulog itu tersedia stok antara 1-1,5 juta ton beras setiap tahunnya. “Stok Bulog kurang dari 1 juta ton. Menurut Dirut Bulog ada beras impor 2018 yang sudah turun mutu. Menurut hitungan saya yang turun mutu dari 2018 itu kira-kira 270.000 ton jumlahnya. Jadi yang sudah dikatakan turun mutu itu 160.000 ton, jadi ada 120.000 ton lagi. Jadi stok akhir Bulog yang kira-kira 800.000 ton dikurangi dengan stok impor 2018 yang 300.000 jadi stok Bulog hanya, mungkin tidak mencapai 500.000 ton. Ini adalah salah satu kondisi stok terendah dalam sejarah Bulog. Jadi, Anda tahu bagaimana rasa hati saya ngilunya,” katanya.
Sampai saat ini pun, Bulog baru mampu menyerap sekitar 85.000 ton beras dari hasil panen raya. Padahal seharusnya, Bulog harus bisa menyetok 400.000-500.000 ton beras hari ini. Hal inilah yang kemudian jadi pertimbangan untuk impor beras yang belakangan heboh diperdebatkan publik. Musim hujan yang bertepatan dengan masa panen raya, menyebabkan banyak gabah yang basah. Sehingga, Bulog tak bisa menampung gabah basah tadi, alhasil hanya sedikit beras yang bisa dijadikan. Jadi, tegas Lutfi, kekurangan stok beras di Perum Bulog, bukanlah salah lembaga BUMN Penjaga Ketahanan Pangan tersebut.
“Bukan salah Bulog, kenapa? Karena Bulog itu ketika membeli gabah petani itu dengan syarat-syarat tertentu, salah satunya adalah masalah kekeringan dari gabah tersebut. Apa yang terjadi sekarang? Yang terjadi sekarang adalah hujan tidak berhenti-henti jadi gabah petani itu basah, secara peraturan, Bulog tidak bisa menyerap gabah basah tersebut karena ada aturannya,” tutur Lutfi. Gabah basah tadi pun tak bisa dijual ke pedagang. Sebab, pedagang juga tak punya pengering gabah basah. Sedangkan, kalau gabah basah dipaksa diproses ke dalam rice milling bisa merusak kualitas beras.
“Jadi yang kejadian sekarang ini, ketika gabahnya basah, Bulog tidak bisa membeli, petani berhadapan langsung dengan pedagang dan pedagang pada hari ini juga tidak punya pengering. Kalau gabah basah dimasukkan dalam rice milling itu gabahnya pecah, berasnya menjadi hancur,” tambahnya. Meski gabah basah tadi akhirnya tak ada yang beli, Lutfi menjamin tidak ada penurunan harga beras di tingkat petani “Kalau kita lihat daripada harga beras 7 hari terakhir tidak ada penurun beras sedikitpun.
Jadi bapak ibu kita lihat sekarang harga per hari dari tanggal 5 Maret, jadi kalau anda bilang harga turun, tidak, harga tidak turun, malah naik,” kata Lutfi. Lutfi merinci, harga beras di DKI Jakarta tanggal 5 Maret harga beras medium Rp 9.800 per Kg, tanggal 8 Maret harga Rp 9.800, tanggal Rp 9.878 per Kg, 10 maret Rp 9.878 per Kg, 12 Maret Rp 9.878, 17 Maret Rp 9.878 per Kg. Rata-rata Rp 9.859 per Kg. “Artinya nggak ada penurunan sedikitpun. Coba lihat di ews.kemendag.go.id ya bapak ibu, bisa dilihat nggak ada penurunan harga,” tegasnya.
Sumber : detik.com