TNews, NASIONAL – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap alasan pelonggaran sanksi administratif pajak dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian diturunkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021. Menurutnya, pelonggaran sanksi tersebut sejalan dengan rencana pemerintah untuk melakukan pembenahan terhadap fundamental perekonomian, meningkatkan pendanaan investasi, mendorong kemudahan serta kepatuhan wajib pajak secara sukarela.
Selain itu, pelonggaran sanksi juga bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum serta menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri. “Jadi ini untuk menciptakan suatu environment, lingkungan, ekosistem bagi kita semua, sekarang fokus kami itu benerin Indonesia yang bagian fundamental,” ujarnya dalam webinar bertajuk ‘Akselerasi Indonesia Maju Melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal’, Kamis (1/4). Salah satu sanksi administratif yang mengalami pelonggaran ialah pengungkapan kebenaran atau bukti permulaan. Sebelumnya, dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) sanksi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan adalah sebesar 150 persen. Sementara di UU Cipta Kerja jumlahnya dipangkas menjadi 100 persen.
Namun, kata Sri Mulyani, wajib pajak harus melakukan pembetulan pajak dengan kesadaran sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemerintah juga membuka peluang untuk menghentikan penyidikan terkait pidana pajak dengan denda sebesar 300 persen dari total pajak terutang/kurang bayar. Sebelumnya, dalam UU KUP yang lama, wajib pajak harus membayar empat kali pajak terutang/kurang bayar/tidak seharusnya dikembalikan. “Ini compliance untuk wajib pajak. Kalau dia bilang, kami enggak benar waktu itu melakukan (pelaporan). Oke sekarang dibenarkan saja dan kami memberikan hanya sanksi administratif. Sebetulnya kalau sampai ketahuan itu ada sanksi pidananya,” tegas Sri Mulyani.
Sumber : cnnindonesia.com