TNews, HUKRIM – Siasat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah yang meminta dana miliaran rupiah kepada sejumlah kontraktor dibongkar dua mantan ajudannya. Keduanya ialah Muhammad Salman Natsir dan Syamsul Bahri. Siasat itu terkuak saat Syamsul Bahri dan Muhammad Salman dihadirkan sebagai saksi dalam sidang terdakwa penyuap Nurdin, Agung Sucipto alias Anggu, di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (3/6/2021). Kedua eks ajudan tersebut bahkan masih cukup ingat dengan detail kronologi pengambilan uang miliaran rupiah dari tangan para kontraktor.
Kesaksian pertama disampaikan Salman. Dia bercerita soal pengambilan uang Rp 1 miliar dari kontraktor di salah satu apartemen di Kota Makassar melalui mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sulsel Sari Pudjiastuti. Saat itu jaksa KPK bertanya kepada Salman soal koper berisi uang Rp 1 miliar yang diterimanya dari Sari. “Jadi terima koper itu yang isinya uang?” tanya jaksa KPK kepada Salman. Salman lantas membenarkan pertanyaan jaksa KPK itu, bahwa dirinya memang menerima koper berisi uang Rp 1 miliar. “Siap, diperintahkan, Pak, sama Nurdin Abdullah,” jawab Salman.
Jaksa kemudian meminta eks ajudan Nurdin itu menceritakan detail momen Nurdin Abdullah memerintahkan pengambilan uang. Salman mengungkapkan, suatu hari dia menerima pesan WhatsApp dari Nurdin Abdullah. Isi pesan itu, Salman diminta menghadap ke rumah pribadi Nurdin di Perumahan Dosen (Perdos) Unhas, Tamalanrea, Makassar. “Dan sekitar jam 07.30 Wita, saya tiba di sana. Saya ketemu beliau, terus diperintahkan ambil titipan (uang) sama Ibu Sari. Terus saya hubungi Ibu Sari lewat Telegram, karena beliau (Ibu Sari) posisinya ada di Hotel Rinra, beliau saya jemput,” kata Salman.
Setelah bertemu dengan Sari di Hotel Rinra, Salman mengantar Sari ke Apartemen Vida View. Saat di lokasi, Salman menceritakan Sari menelepon seseorang, yang tak lama kemudian seseorang tersebut datang dan memasukkan koper berisi uang ke dalam mobilnya. “Kami berada di parkiran saja sambil menunggu, saya tidak tahu Bu Sari menelepon siapa. Tidak lama kemudian ada mobil hitam yang datang kemudian memindahkan koper itu ke mobil saya,” ujar Salman. Kepada jaksa, Salman mengaku tidak mengetahui siapa orang itu. Namun, berdasarkan fakta persidangan pada Kamis (27/5), uang Rp 1 miliar tersebut diterima Sari dari salah satu kontraktor bernama H Momo.
Saat itu Sari mengungkapkan, setelah menerima uang Rp 1 miliar dari H Momo, dia menitipkan uang itu kepada kemenakannya untuk diantarkan ke apartemen, dan diserahkan ke ajudan Nurdin bernama Salman. Mendengar kronologi tersebut, hakim tak puas. Hakim kemudian kembali bertanya kepada Salman soal siasat Nurdin Abdullah soal pengambilan uang miliaran rupiah tersebut. Salman lalu melanjutkan penjelasannya bahwa dari Apartemen Vida View, Makassar, dia terlebih dahulu mengantarkan Sari kembali ke Hotel Rinra, dan selanjutnya mengantarkan uang Rp 1 miliar itu ke salah satu bank BUMN. “Karena perintah awal dari Bapak Nurdin untuk ketemu Bu Sari (di Apartemen Vida View), kemudian titipan saya dibawa ke bank,” lanjutnya.
Di Bank Mandiri, Salman menyerahkan uang dalam koper senilai Rp 1 miliar tersebut ke kepala cabang bernama Ardi. Uang tersebut kemudian dibawa Ardi ke teller bank untuk segera dihitung. Ternyata uang yang disebut Rp 1 miliar di dalam koper jumlahnya kurang Rp 1,6 juta. Atas perintah Sari, Salman lalu memberikan kekurangan uang Rp 1,6 juta itu kepada bank. Tak hanya meminta Salman menyerahkan uang Rp 1 miliar ke Bank Mandiri, pada hari yang sama Nurdin Abdullah memerintahkan Salman menarik uang baru Rp 800 juta di Bank Mandiri. Namun, karena uang tunai yang tersedia di bank saat itu hanya Rp 400 juta, Salman hanya menerima Rp 400 juta.
“Yang Rp 400 juta uang baru itu saya bawa ke rumah jabatan. Jadi perintah nya Pak Gubernur, minta Rp 800 juta, cuma stok uang barunya Pak Ardi cuma Rp 400 juta,” ungkapnya Karena masih kurang Rp 400 juta dari titipan Nurdin Rp 800 juta, kata Salman, Nurdin kembali memerintahkan dirinya kembali ke bank untuk mengambil Rp 400 juta sisanya meski pada akhirnya uang yang diterima Salman bukan uang baru. Uang Rp 400 juta kedua yang diterima Salman dari Bank Mandiri itu kemudian diantarnya lagi ke rumah jabatan Nurdin. Siasat Nurdin dalam meminta dana dari sejumlah kontraktor juga diungkap Syamsul Bahri, ajudan yang mengawal Nurdin sejak menjabat Bupati Bantaeng. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Sementara itu, ajudan Syamsul Bahri mengungkap fakta-fakta siasat Nurdin Abdullah lainnya. Syamsul bahkan mengungkap dia diperintahkan mengambil uang miliaran rupiah dari empat kontraktor. Kontraktor pertama yang disebut jaksa KPK bernama Robert. “Saudara pernah diperintahkan mengambil uang dari Robert?” tanya jaksa KPK kepada Syamsul. Syamsul membenarkan hal tersebut dan mengaku diperintah Nurdin Abdullah untuk menerima uang dari Robert pada 2020. Momen perintah mengambil uang itu terjadi setelah Robert datang menghadap Nurdin Abdullah di rumah jabatan Gubernur Sulsel. Saat Robert mau pulang, Syamsul mengaku diperintah Nurdin untuk menemui Robert di parkiran. “Saya disampaikan Pak Gub, ‘Itu nanti ketemu Pak Robert’. Kemudian beliau (Robert) masih di parkiran, langsung ketemu di parkiran di belakang rujab. Jadi beliau (Nurdin Abdullah) menyampaikan ke saya nanti ada titipan,” kata Syamsul.
Syamsul mengaku memahami makna titipan itu sebagai uang yang disimpan dalam sebuah kardus. Kardus berisi uang tersebut kemudian diantar ke kamar tidur Nurdin di Rujab. “Itu kardus warna cokelat. (Kemudian) saya bawa ke rumah jabatan di kamar tidur Pak Gubernur,” ungkapnya. Setelah nama Robert terungkap, jaksa KPK juga bertanya ke Syamsul soal kontraktor lainnya yang memberikan uang kepada Nurdin. Nama kontraktor atas nama Khaeruddin pun terungkap. Pengakuan Syamsul, uang dari Khaeruddin untuk Nurdin Abdullah diterimanya pada Januari 2021. Dia awalnya diperintahkan Nurdin untuk menemui Khaeruddin di kediamannya. “Saya temui beliau (Khaeruddin) di rumahnya di (Jalan) Pettarani. Jadi saya ketemu Khaeruddin, kemudian dia sampaikan ke saya ini ada titipan. Saya bawa ke rujab, saya simpan di ruang kerja,” kata Syamsul.
Syamsul mengatakan uang dari Khaeruddin itu berjumlah sekitar Rp 1 miliar. Setelah menyimpan uang itu di ruang kerja Nurdin di rujab, dia lalu melapor ke Nurdin. Selanjutnya, jaksa KPK juga bertanya soal kontraktor bernama Ferry Tanriadi, yang juga memberi uang kepada Nurdin Abdullah. “Kalau Ferry Tanriadi?” tanya jaksa KPK kepada Syamsul dalam sidang. Syamsul pun kembali bercerita cukup gamblang. Pada Januari 2021, Syamsul mengaku diperintah Nurdin Abdullah untuk menghubungi Ferry Tanriadi. “Beliau (Ferrry) menyampaikan ada titipan, jadi nanti besok datang. Besok saya datang, Pak Gub juga iya kan,” jelas Syamsul. “Akhirnya saya datang (ke rumah Ferry) kemudian sama, Pak, ada titipan berupa kardus itu, saya bawa ke rujab kembali. Sebenarnya saya tidak buka isinya berapa, tapi sudah dikonfirmasi penyidik, itu isinya Rp 2,2 miliar,” kata Syamsul.
Untuk kontraktor terakhir, nama H Momo, yang sebelumnya diungkap eks ajudan bernama Salman kembali diungkap Syamsul. Hanya, sementara Salman mengaku menerima uang dari H Momo dalam sebuah koper, Syamsul mengaku menerima uang dari amplop berukuran sedang. Bahkan Syamsul mengaku pihak H Momo sendiri yang mengantarkan uang tersebut ke rumah Syamsul. “Ceritanya sama, setelah H momo sudah menghadap, saya dipanggil Pak Gubernur. Diperintahkan kami menghadap ke H Momo,” ungkap Syamsul. “Saya telepon beliau (H Momo) ada di Makassar. Sekitar jam 11 malam H Momo telepon, saya (mengatakan) ‘di rumah saja’,” lanjutnya. Pemberian H Momo kepada Syamsul itu berupa amplop tersebut kemudian dibawa Syamsul ke rujab Nurdin pada keesokan harinya. “Saya bawa besoknya, karena itu sudah malam. Besoknya saya masuk kantor saya serahkan ke beliau (Nurdin Abdullah),” pungkasnya.
Sumber : detik.com