TNews, SEJARAH – Jauh sebelum teh celup dikenal luas, teh tubruk sudah mencapai puncak kejayaannya. Tapi tahukah Anda soal teh tubruk? Teh tubruk adalah potongan daun teh kasar (tak sehalus teh di dalam kantong teh celup) dan harus diseduh dengan air panas. Daun-daun teh yang tadinya menggulung, perlahan akan terbuka dan membuat air panas perlahan berubah warna menjadi kecokelatan. Teh tubruk disajikan dengan cara mencampur teh dengan air panas langsung dalam gelas atau teko, kemudian diaduk, tanpa disaring. Kadang teh juga dicampur dengan gula batu sehingga rasanya lebih manis. Karena ketiga bahan ini bercampur atau ditubruk jadi satu dalam wadah, maka dinamakan teh tubruk.
Bagi sebagian orang, daun-daun teh yang ada di dalam gelas ini akan menyulitkan orang yang tengah minum teh tubruk, tak heran banyak orang lebih pilih teh celup demi kepraktisan. Namun bagi pecinta teh tubruk, tak ada yang bisa menandingi rasanya. Tehnya yang kental dengan semburat sedikit rasa pahit di dalamnya membuat rasanya lebih ‘tebal’ dan kuat dibanding teh celup. Di balik itu, penyajian teh dengan cara ditubruk ternyata punya cerita tersendiri. Sejarah masuk dan berkembangnya teh di Indonesia tak lepas dari pengaruh kolonial. Kaum penjajah saat itu terbiasa meminum teh, kebiasaan ini kemudian mulai ditiru oleh bangsawan pribumi.
Ketua Dewan Teh Indonesia Rachmad Gunadi mengatakan, penyajian teh tubruk disinyalir berkembang di masa Karesidenan Banyumas saat zaman kolonial Hindia-Belanda. Beberapa daerah yang mungkin jadi cikal bakal penyajian teh cara ini adalah Purwokerto, Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara. Saat itu, penyajian teh tubruk mungkin dianggap sederhana karena prosesnya cepat, mudah, tanpa memerlukan saringan. “Memilih ditubruk mungkin karena daerah Karesidenan Banyumas itu tidak terbiasa menyiapkan sediaan teh dalam teko seperti di daerah lain,” kata Rachmad, Kamis (27/5).
Senada dengan Rachmad, pecinta teh sekaligus Ahli Riset Perkebunan Nusantara, Rohayati Suprihatini mengungkapkan bahwa teh tubruk mungkin jadi cara penyajian teh asli Indonesia. Sebabnya, Indonesia di masa penjajahan belum terbiasa menyaring ampas teh seperti kaum inlander. “Kalau dulu orang belum punya saringan atau teko khusus teh sehingga ampasnya tetap ada di gelas. Tapi pada dasarnya saat teh diseduh sekitar 7 menit maka ampasnya akan turun ke dasar kan, hal ini jadi kebiasaan yang praktis untuk minum teh,” kata Rohayati. Daun teh yang digunakan dalam sajian teh tubruk juga tak sembarangan. Daun teh yang tersedia di pasaran dicampur dengan bunga melati.
Tangkai dan bunganya dikeringkan lalu dicacah menjadi bagian kecil. Kemudian dicampurkan dalam gelas dan diisi dengan air panas. Menurut Rachmad, pencampuran teh dan bunga melati ini berkembang di daerah Pantura sepanjang Jawa Tengah. Sebabnya pada saat penjajahan, teh yang bisa dibeli oleh orang pribumi hanyalah teh kualitas rendah yang kurang harum. “Mereka jadi menambahkan bunga melati kering dalam teh, akhirnya ada sebutan teh melati, yang biasa digunakan dalam teh tubruk,” katanya. Bagaimana dengan Anda, tim teh tubruk atau teh celup?
Sumber : cnnindonesia.com