TNews, POLITIK – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu merupakan janji politik yang pernah disampaikan Jokowi sejak 2014. Taufik menyampaikan itu untuk merespons Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional HAM (Perpres RANHAM) 2021-2025 yang baru diterbitkan oleh Jokowi tapi tak menyinggung soal penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menurut Taufik, penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu merupakan janji politik yang tertuang secara eksplisit di dalam agenda prioritas Jokowi, Nawacita. “Tetapi saya ingin mengingatkan bahwa penuntasan pelanggaran berat HAM masa lalu merupakan janji politik Presiden Jokowi sejak periode pertama yang tertuang secara eksplisit dalam Nawacita,” kata Taufik, Senin (21/6). Taufik mengatakan bahwa janji politik Jokowi soal penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu masih membutuhkan langkah konkret. Pasalnya, ia menilai janji politik itu belum terlaksana hingga hari ini.
“Hingga sekarang janji politik itu belum terlaksana karena itu Presiden perlu melakukan langkah-langkah konkret untuk mewujudkan janji politik tersebut,” ujar dia. Taufik belum mau berbicara lebih jauh soal Perpres RANHAM 2021-2025 yang baru diterbitkan oleh Jokowi yang tidak menyinggung kasus HAM berat. Ia mengaku ingin memahami regulasi tersebut lebih dahulu. Sebelumnya, Perpres RANHAM 2021-2025 yang baru diterbitkan oleh Jokowi tak menyinggung soal penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Seperti dijelaskan dalam Pasal 1, Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021-2025 itu merupakan dokumen yang memuat sasaran strategis untuk sebagai acuan pemerintah dalam melaksanakan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM di Indonesia. Dalam Perpres itu, aksi HAM dalam RANHAM harus dilaksanakan oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. “RANHAM dimaksudkan sebagai pedoman bagi kementerian, lembaga, dan pemda dalam menyusun, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Aksi HAM,” demikian bunyi Pasal 2 ayat 2(a) Perpres tersebut, sebagaimana dikutip Senin (21/6).
Berdasarkan penelusuran, baik di bagian utama Perpres maupun dua lampirannya, tak tercantum rencana penanganan masalah pelanggaran HAM berat masa lalu; hal yang berulangkali dijanjikan Presiden di masa kampanye dan masa jabatannya. Kata “pelanggaran HAM” hanya ditemukan dua kali pada Lampiran I terkait salah satu kelompok sasaran Perpres, yakni Kelompok Masyarakat Adat.
“Dasar pemikiran bahwa hingga saat ini belum tersedia kerangka perlindungan hukum yang memadai bagi Kelompok Masyarakat Adat dan pelanggaran hak atas lahan Kelompok Masyarakat Adat masih sering terjadi,” demikian bunyi petikan lampiran I itu. Sisanya, hanya soal capaian penanganan kasus. “Adanya upaya penanganan dugaan pelanggaran HAM untuk perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan Kelompok Masyarakat Adat.” Secara substansi, Perpres RANHAM 2021-2025 ini tak beda dengan Perpres RANHAM 2015-2019.
Sumber : cnnindonesia.com