TNews, HUKRIM – Seorang penyanyi lagu-lagu rakyat di Afghanistan diseret keluar rumahnya dan dibunuh oleh kelompok Taliban di area pegunungan yang bergolak di sebelah utara Kabul. Pembunuhan ini semakin memicu kekhawatiran akan kembalinya kekuasaan brutal Taliban seperti 20 tahun lalu, yang termasuk melarang musik.
Seperti diberitakan CNN, Selasa (31/8/2021), penyanyi bernama Fawad Andarabi itu ‘ditembak di kepala’ di lahan pertanian keluarga di Lembah Andarab, Provinsi Baghland bagian utara, pada Jumat (27/8) lalu. Tidak disebutkan soal alasan Taliban menghabisi Andarabi secara brutal.
“Dia tidak bersalah, seorang penyanyi yang hanya menghibur orang-orang,” kata anak laki-laki Andarabi, Jawad, kepada Associated Press.
Associated Press menjadi media yang pertama melaporkan kematian Andarabi. CNN tidak bisa mengonfirmasi secara independen situasi yang menyelimuti kematian sang penyanyi.
Namun, mantan Menteri Dalam Negeri Afghanistan, Massoud Andarabi, yang juga berasal dari distrik tempat tinggal penyanyi itu berbicara terang-terangan soal kematian Andarabi.
“Kebrutalan Taliban berlanjut di Andarab. Hari ini mereka secara brutal membunuh penyanyi lagu rakyat, Fawad Andarabi yang hanya membawa kegembiraan bagi lembah ini dan orang-orangnya. Saat dia bernyanyi di sini ‘lembah kita yang indah … tanah nenek moyang kita …’ tidak akan tunduk pada kebrutalan Taliban,” tulisnya via Twitter.
Pembunuhan semacam ini memicu kekhawatiran soal kembalinya kebrutalan Taliban yang merajalela saat kelompok radikal itu menguasai Afghanistan tahun 1996-2001 lalu. Pada saat itu, Taliban melarang sebagian besar bentuk musik karena dianggap tidak Islami.
Dalam wawancara dengan New York Times pada (25/8) lalu, juru bicara Taliban, Zabiullah Mujahid, menyatakan bahwa ‘musik dilarang dalam Islam’ ketika ditanya apakah kelompoknya akan kembali melarang musik di Afghanistan.
Dia menambahkan bahwa Taliban berharap bisa ‘membujuk orang-orang untuk tidak melakukan hal semacam itu, bukannya menekan mereka’.
Namun intoleransi Taliban terhadap musik tanpa makna agama telah menjadikan para aktivis HAM mengkhawatirkan penindakan baru terhadap para seniman.
Sumber: detik.com