TNews, WISATA – Ritual buang celana dalam di Pegunungan Sanggabuana yang diyakini dapat membuang sial ternyata dikenakan tarif hingga ratusan ribu rupiah.
Ketua Ekspedisi Flora dan Fauna Pegunungan Sanggabuana Bernard T Wahyu mengatakan selama penjelajahan di Pegunungan Sanggabuana, tim menemukan ada 4 mata air yang dipakai untuk ritual, yakni Pancuran Mas, Pancuran Kejayaan, Pancuran Kahuripan, dan Pancuran Sumur Tujuh.
Sedangkan makamnya ada 14, beberapa diberi nama Makam Eyang Haji Ganda Mandir, Taji Malela, Kyai Bagasworo, Ibu Ratu Galuh, Eyang Abdul Kasep, Eyang Sapujagat, Eyang Langlang Buana, Eyang Jagapati, dan Eyang Cakrabuana.
“Dari 4 mata air dan 14 makam itu dipakai ritual buang sial. Bahkan setiap ritual dikenakan tarif perorang yang dipandu kuncen itu sekitar Rp 250 ribu, buat memandu ritual dan ubo rampenya. Ada juga yang gratis tapi hanya sekedar mandi di pancuran lalu buang celana dalam dan pakaian doang lalu balik,” kata Bernard yang juga Wildlife Photographer, saat dihubungi melalui aplikasi WhatsApp, Selasa (26/10/2021).
Dia menjelaskan banyaknya makam juga makom di Pegunungan Sanggabuana tentunya perlu ada kajian yang mendalam tentang sejarah dan budayanya.
“Apakah makam dan makom itu memiliki potensi cagar budaya atau kesejarahannya? Ini perlu kajian lebih dalam, karena semakin lama malah menjamur ritual yang tentunya menimbulkan kemusrikan,” ucapnya.
Padahal, lanjut Bernard, beberapa tahun sebelumnya, kelompok warga lokal dan pegiat Sanggabuana pernah membongkar makam dan makomnya.
“Dari keterangan pegiat di Sanggabuana, dulu pernah dibongkar makam dan makom yang ada di Pegunungan Sanggabuana, tapi malah ada lagi, ada lagi,” terangnya.
Bahkan, kata dia, banyak bermunculan kuncen-kuncen baru yang bukan berasal dari warga sekitar. “Dulu itu memang ada kuncen aslinya dari warga sekitar tapi sudah tidak ada lagi semenjak dibongkar. Setelah pembongkaran, beberapa tahun kemudian, banyak lagi bermunculan orang yang mengaku kuncen tapi bukan asli warga Tegalwaru, kebanyakan pendatang dari wilayah lain,” ucapnya.
Ia berharap ada upaya dari pemerintah setempat untuk menertibkan praktek ritual yang diakuinya sangat merusak keimanan dan ekologis sekitarnya.
“Sampah celana dalam atau lainnya, secara ekologi ini sebenarnya tidak baik, karena sampah ini mengotori Pegunungan Sanggabuana. Yang jadi masalah utamanya, sampah pakaian dalam ini banyak mengotori di sepanjang aliran air. Kita tidak tau mereka, para peziarah ini dalam kondisi sehat atau tidak. Karena banyak pengunjung dari berbagai kalangan pekerja yang berharap berkah dari pancuran ini, dan jika sedang tidak sehat bisa menyebarkan penyakit menular,” ujarnya.
“Kami berharap pemerintah segera melakukan tindakan atau upaya penertiban praktek ritual yang merugikan ekologi juga keimanan. Karena kalau tidak segera ditindaklanjuti ritual ini akan selamanya bertahan dan malah melekat dan menjadi sebuah keyakinan baru,” ujarnya.
Sumber: detik.com