TNews, SULUT – Pengadilan Negeri Manado menjatuhi hukuman 2 tahun penjara kepada Ramli Hiola pelawak kondang Sulawesi Utara yang dikenal dengan nama panggung Amoy dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (17/11/2021).
Amoy menjadi terdakwa atas dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Manado, Alfons A Tilaar SH dengan dakwaan Primair melanggar Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2016, tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Dakwaan Subsidair melanggar pasal 102 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Sidang dipimpin Majelis Hakim Alfi Sahrin Usup SH MH dan masing-masing sebagai hakim anggota, Halima Umaternate SH MH dan Djulira T Massora SH MH.
Dalam persidangan itu, Jaksa Penuntut Umum Ihcent Pelealu SH MH menuntut dengan Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dalam (Dakwaan Primair), dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun 6 (enam) Bulan, pidana denda lima ratus juta rupiah subsidiar 3 (tiga) bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa langsung di tahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Manado.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado menjatuhkan Putusan terhadap Terdakwa dengan Amar Putusan menyatakan terdakwa Ramly Hiola alias Amoy, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk diperdagangkan sebagaimana dalam dakwaan primair di atas.
Kuasa hukum Amoy, Smaryyo Paradeti SH, Suprianto Tahumang SH dan Marhaendra Sangian SH pun menghormati putusan dari Majelis Hakim.
Namun, kuasa hukum mengungkapkan, ada banyak kejanggalan yang didapati selama jalannya proses sidang.
Selaku penasehat hukum, Smaryyo mengaku tidak puas dan tidak sependapat dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim karena tidak mencerminkan rasa keadilan bagi diri terdakwa.
“Seharusnya tidak dapat diterapkan Undang-undang dan pasal terhadap terdakwa,” ujar Smaryyo.
Menurut kuasa hukum Amoy, jika melihat unsur-unsur dalam Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, seseorang dapat dinyatakan melakukan tindak pidana, yakni: Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan.
Tertuang dalam pasal yakni jika seseorang memproduksi suatu barang dalam hal ini harus dilengkapi dengan fasilitas peralatan berupa mesin cetak untuk memproduksi suatu barang, dan/atau memperdagangkan artinya ada unsur komersil atau memperoleh/mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri dengan barang yang diproduksi.
“Sedangkan klien kami Ramli Hiola ini tidak memiliki fasilitas peralatan membuat rokok, dari situ sudah ada kejanggalan pasal yang dijerat ke Amoy tidak sesuai dengan pasal tersebut,” ungkap Smaryyo Paradenti SH.
Lanjut Smaryyo, Amoy dilaporkan karena mengurangi omzet penjualan rokok yang telah memegang lisensi merek rokok di Sulut.
Namun anehnya, menurut kuasa hukum Amoy tidak ada bukti data-data omzet yang berkurang selama di persidangan.
Bahkan selama proses persidangan, Smaryyo, menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak pernah menghadirkan barang bukti yang dimaksud berupa mesin pencetakan barang produksi.
Begitu juga dengan bukti lainnya, JPU tidak pernah memperlihatkan bukti transaksi penjualan barang dari terdakwa.
“Sehingga jelas terdakwa tidak pernah memperoleh keuntungan dan hal ini tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam memberikan putusan,” kata Smaryyo yang didampingi kuasa hukum lainnya, Suprianto Tahumang dan Marhaendra Sangian.
Lanjutnya, berdasarkan data dari jalannya persidangan, melalui kuasa hukumnya Amoy akan melakukan banding atas putusan majelis hakim.
“Jadi berdasarkan dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado terhadap terdakwa, kami selaku Penasehat Hukum terdakwa akan mengajukan upaya hukum Banding Ke Pengadilan Tinggi Manado,” ucap Smaryyo.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 67 KUHAP di mana terdakwa atau penasehat hukumnya diberikan hak oleh undang-undang untuk mengajukan upaya hukum banding jika tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama.
“Beberapa hari ke depan kami akan mengajukan banding setelah Salinan Putusan sudah kami terima, karena masih ada tenggang waktu 7 hari sesuai dengan KUHAP terhitung sejak putusan dijatuhkan,” pungkas Smaryyo.
Sumber : beritamanado