TNews, WISATA – Nama Desa Tetebatu menarik perhatian traveler belakangan ini. Berada di lereng gunung, desa Ini menjadi salah satu wakil Indonesia di kancah internasional.
Beberapa waktu lalu UNWTO, badan pariwisata dunia milik PBB, memilih tiga desa wisata sebagai wakil dari Indonesia. Mereka adalah Desa Tetebatu dari NTB, Desa Wisata Wae Rebo dari NTT, dan Desa Wisata Nglanggeran dari Gunungkidul, DIY.
Desa Wisata Nglanggeran dari Gunungkidul, Yogyakarta muncul sebagai pemenang dari Indonesia. Namun, bukan berarti membuat Desa Tetebatu berkecil hati.
bersama Toyota Corolla Cross Hybrid Road Trip Explore Mandalika menyambangi Desa Tetebatu. Tetebatu memiki arti yang sangat indah, yaitu tumpukan batu (undakan) yang menyerupai titian, dengan air mengalir keluar dari sela-sela bebatuan.
Di sana detikTravel berbincang dengan Mariani, ketua Badan Pengurus Desa Wisata (BPDW) di Desa Tetebatu.
“Kami sudah dapat brand Desa Wisata Terindah Dunia dan untuk dapat brand itu susah sekali,” katanya dengan bangga.
Mariani menjelaskan bahwa BPDW ada sebelum UNWTO mengumumkan Desa Tetebatu masuk ke dalam daftar UNWTO. Masuknya Tetebatu dalam daftar UNWTO membuat desa ini bergegas untuk mengurus kepengurusannya.
Predikat Desa Wisata Terindah Dunia bukanlah main-main. Desa ini benar-benar menunjukkan keindahan alam dan pariwisata keberlanjutaan dalam pariwisata.
Desa ini memiliki luas sekitar 369 ribu hektare. Dari Kuta Mandalika, perjalanan bisa ditempuh sekitar 1 jam.
Alamnya hijau dan memiliki keanekaragaman hayati. Bentangan sawah, kebun kopi, durian sampai air terjun menjadi kebanggaan dari Tetebatu. Budaya dan adat pun masih dipegang teguh oleh warga Tetebatu.
Berjalan-jalan di desa ini sungguh melegakan. Kamu diajak untuk melepaskan sejenak ketegangan kota yang hiruk pikuk dan bising.
berkeliling kampung sekitar 2 jam. Ini merupakan paket wisata yang bisa kamu nikmati bila liburan ke Tetebatu.
Saat berkeliling kamu akan melihat warga yang menjemur gabah di panasnya aspal, warga yang mencuci langsung dari pancuran air di sawah hingga memetik langsung hasil bumi bersama warga.
Perjalanan terasa begitu cepat. Air hujan mulai membasahi Tetebatu sore itu. Beberapa warga lewat, saya melempar senyum. Orang-orang tua tersebut hendak kembali pulang ke rumah, tak ada payung, daun pisang pun jadi sebagai alas kepala.
“Orang-orang sini sudah terbiasa dengan turis, jadi warga kami memang sangat ramah kepada siapa pun yang datang ke sini,” kata Badrun, salah seorang pemandu lokal.
Bahasa tak menjadi kendala bagi mereka. Jangan salah, warga Tetebatu memang tak semua pandai berbahasa Indonesia, namun para pemandunya jago berbahasa Inggris, Prancis hingga Belanda.
“Karena yang datang ke sini 95 persen turis internasional,” dia menjelaskan.
Indahnya Tetebatu sungguh tiada dua, wajar saja namanya harus sampai ke dunia internasional. masih punya segudang cerita pengalaman di Tetebatu, tunggu artikel selanjutnya!
Sumber : detik.com