TNews, SULUT – Tahun politik selalu menarik dinantikan.
Indonesia akan menggelar hajatan besar di 2024.
Meskipun masih dua tahun lagi, namun perbincangan terkait pelaku kompetisi mulai dibicarakan.
Bahkan menjadi topik utama di kalangan masyarakat.
Di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulut, sejumlah kandidat konon diperhitungkan mengisi singgasana 01.
Sebut saja Steven Kandouw yang digadang-gadang menjadi penerus Olly Dondokambey sebagai Gubernur Sulut.
Selain merupakan kader terbaik partai pemenang pemilu, Steven Kandouw mungkin saja menjadi calon kuat, mengingat Olly Dondokambey telah dua periode menjabat gubernur.
Meski begitu, nama-nama baru juga patut diperhitungkan.
Karena menjadi peserta pilkada adalah hak semua warga negara.
Pastinya, tidak melulu dari pentolan partai politik.
Birokrat ulung
Edwin Harminto Silangen, S.E, M.S dan Asiano Gamy Kawatu, S.E, M.Si, bisa saja menjadi figur hebat dari kalangan birokrat.
Berpengalaman di bidang pemerintahan, menjadi pondasi kuat bagi keduanya menapaki jejak politik.
Dan bisa jadi, Pilgub Sulut 2024 menjadi babak baru bagi Edwin Silangen dan Gamy Kawatu menuju posisi lebih tinggi dari Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sulut.
Edwin dan Gamy mungkin saja dilirik sebagai calon wakil gubernur (wagub).
Apalagi jika ada parpol atau gabungan koalisi yang memberikan lampu hijau.
Bahkan Edwin dan Gamy berpeluang menjadi pasangan calon karena merupakan keterwakilan dari daerah berbeda.
Edwin adalah Putra Sangihe, Kelahiran Tahuna 22 Oktober 1961.
Sementara Gamy Kawatu, lahir di Desa Rumoong Atas, Kecamatan Tareran, 24 Agustus 1962.
Soal siapa 01-02 bisa dibicarakan kemudian.
Berkaca di masa lalu, rekam jejak birokrat sebagai kepala daerah sudah terjadi.
Sebut saja Djouhari Kansil mantan Kepala Dinas Pendidikan Sulut, menjabat wagub mendampingi Sinyo Hari Sarundajang periode kedua.
Kansil kala itu, identik keterwakilan Nusa Utara seperti halnya Edwin Silangen.
Birokrat berprestasi perlu didukung
Pengamat Politik Ferry Daud Liando menilai pengalaman panjang sebagai birokrat tentu menjadi modal kuat berkompetisi sebagai calon kepala daerah.
Apalagi, kata Ferry Liando, selama berkarier mereka telah menunjukan reputasi terbaik.
“Tidak pernah berurusan dengan penegak hukum seperti penyelewengan kewenangan atau korupsi,” kata Ferry.
Menurutnya, nama akan menjadi besar karena prestasi dan dedikasi, bukan sengaja dibesarkan sebagaimana praktik-praktik yang dilakukan aktor politik instan.
“Dari dulu saya sering mendorong para birokrat yang berhasil mengembangkan karir berdasarkan sistem merit untuk berkompetisi di pilkada. Sebab pengalaman pemerintahan bakal mendukung kerja-kerja politik,” terangnya.
Apalagi, lanjut Ferry, tidak semua parpol melakukan rekrutmen dan seleksi calon kepala daerah dengan baik.
Sebagian, kata dia, lebih mementingkan uang setoran atau mahar ketimbang menilai reputasi dan kapasitas calon.
“Akibatnya ketika terpilih, daerah yang dipimpin tidak mengalami perbaikan apapun. Sekali lagi, siapapun birokrat berprestasi perlu didukung jika ada parpol yang mengusung,” bebernya.
Namun, kendalanya adalah siapa parpol yang bisa mengusulkan para birokrat di pilkada.
Sebetulnya, selain mekanisme pencalonan melalui parpol, ada ranah lain sesuai Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada yakni melalui jalur perseorangan.
“Tetapi belum ada sejarah di Sulut, calon perseorangan bisa memenangi Pilkada. Saya menyarankan membuka akses dengan parpol terutama yang memiliki kursi 20 persen di DPRD hasil pemilu 2024,” tandas Ferry.
Shera/TNews