TNews, POLITIK – Mantan anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi massanya tak diperbolehkan maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden pada Pilpres 2024 mendatang.
Aturan persyaratan capres/cawapres itu tertuang dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Akan tetapi, tak ada larangan jika mantan PKI menjadi calon anggota DPR.
“Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI,” bunyi Pasal 169 huruf s UU Pemilu.
Capres atau cawapres harus menyertakan surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan G.30.S/ PKI dari kepolisian sebagai syarat mendaftar ke KPU. Hal ini diatur dalam pasal 227 huruf m UU Pemilu.
Di sisi lain, UU Pemilu justru memperbolehkan mantan anggota PKI dan organisasi massanya untuk mencalonkan diri sebagai kandidat calon anggota legislatif seperti DPR/DPRD/DPD di Pemilu 2024.
Dalam aturan syarat anggota DPR/DPRD pasal 240, tidak ada larangan khusus bagi mantan anggota PKI untuk mendaftar sebagai calon anggota DPR/DPRD.
Hal yang sama juga tidak diatur secara khusus dalam pasal 182 UU Pemilu tentang syarat calon anggota DPD.
Mengenai syarat khusus pencalonan capres-cawapres, calon anggota DPR/DPD dan DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal membuat peraturan khusus. Akan tetapi, tidak boleh bertentangan dengan UU Pemilu.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyanti memperkirakan adanya perbedaan syarat eks anggota PKI dilarang maju sebagai capres/cawapres, tapi dibolehkan maju sebagai caleg karena sempat ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hak politik eks PKI.
Sebagai informasi, MK pernah membatalkan ketentuan Pasal 60 huruf g UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPR pada tahun 2004 silam. Artinya, eks PKI boleh maju sebagai caleg DPR/DPD/DPRD.
Pasal 60 huruf g UU Nomor 12 tahun 2003 itu awalnya menyebutkan bahwa calon anggota DPR, DPD dan DPR disyaratkan bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya.
“Waktu itu UU Pemilu Legislatif dan UU Pilpres masih terpisah. Putusan MK ini hanya berlaku untuk UU 12/2003 saja tentang Pileg. Sementara waktu itu masih ada ketentuan larangan di UU Pilpres yang tidak terdampak dari putusan MK ini,” kata Khoirunnisa.
“Sehingga ketika UU Pemilu sekarang digabungkan, jadinya larangan itu masih ada di soal capres,” tambahnya.
Sumber: cnnindonesia.com