TNews, HUKRIM – Terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Hendra Kurniawan, menyatakan tidak terima atas pemecatan dirinya dari jabatan Karo Paminal Polri.
Menurut Hendra, proses pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) itu tidak profesional. Ia menuturkan, dalam sidang kode etik, saksi yang dimintai keterangan hanya empat orang. Padahal, seharusnya 17 orang.
Hal itu disampaikan Hendra saat menjadi saksi untuk terdakwa obstruction of justice eks Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (16/12). Hendra menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal alasannya dimutasi dari jabatan Karo Paminal Polri.
“Perlu Pak Jaksa tahu, bahwa dari 17 saksi yang dihadirkan, hanya tiga yang fisik, satu daring. Lainnya tidak hadir. Jadi ini menurut saya juga enggak profesional dalam proses itu,” kata Hendra.
Hendra menjelaskan bahwa dia harus menjalani sidang kode etik karena dianggap tidak profesional dalam menyelidiki kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang didalangi eks Kadiv Provam Ferdy Sambo. Hasilnya, Hendra dinyatakan menyalahi kode etik.
Hendra pun mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) itu.
Hendra dan Irfan melakukan perintangan penyidikan terkait penanganan perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Tindak pidana itu dilakukan bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Agus Nurpatria, dan Baiquni Wibowo.
Atas perbuatannya itu, Irfan dan Hendra didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Sumber: Antaranews.com