Sejarah Kelapa Sawit Di Indonesia: Diperkenalkan Portugis, Dikembangkan Belanda

0
171
Sumber Foto : Google.

TNews, LABUSEL – Bagi Belanda, tanah Hindia adalah laboratorium hidup. Semua jenis komoditas impor diuji penanamannya. Usaha itu penuh perjuangan, meski pada akhirnya membawa kesuksesan. Dalam membangun keberhasilan perkebunan kelapa sawit, misalnya. Langkah itu tidak mudah. Keakraban Bumiputra dengan olahan kelapa sebagai minyak adalah muaranya. Oleh karena itu, sejarah kelapa sawit awalnya tak lebih dari penghias taman atau jalanan. Namun, Belanda tidak menyerah. Kelapa sawit juga menjadi komoditas andalan Hindia Belanda.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini sebenarnya berasal dari tanah Afrika. Fakta pemanfaatan kelapa sawit di Afrika didapat dari kesaksian para pelaut Portugis yang berlayar ke Afrika pada tahun 1466.

Pengembaraan memang ditujukan untuk mencari rempah-rempah yang menjadi komoditas mahal di seluruh dunia. Pelaut Portugis juga singgah di Pantai Gading. Di sana mereka menyaksikan sendiri bahwa penduduk setempat sudah familiar dengan pengolahan kelapa sawit. Dari peruntukannya untuk memasak hingga bahan kecantikan.

Ia juga meneliti bibit kelapa sawit. Setelah itu, benih tersebut dibawa ke berbagai belahan dunia. Kelapa sawit juga resmi masuk ke daratan Eropa pada tahun 1844. Eropa kemudian menjadi pintu gerbang penyebaran kelapa sawit ke seluruh negeri. Hindia Belanda, khususnya.

Masuknya kelapa sawit menjadi komoditas baru disambut dengan suka cita oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Mereka sudah mencium manfaat dari penanaman kelapa sawit yang masif. Sebagai permulaan, empat pohon kelapa sawit didatangkan untuk diuji di Kebun Raya Bogor untuk penelitian. Hasilnya tidak memuaskan. Penduduk setempat tidak melihat kelapa sawit sebagai tanaman hias belaka. Hal ini karena penduduk setempat masih banyak bergantung pada minyak kelapa. Bukan telapak tangan.

“Kelapa sawit merupakan bagian integral dari perekonomian Afrika Tengah. Pada paruh kedua abad ke-19, dengan meningkatnya permintaan bahan mentah untuk produksi mentega dan sabun di Eropa dan kemudian di Amerika, industri ekspor minyak sawit di bagian dunia itu juga berkembang.”

“Kelapa sawit dengan cepat menarik perhatian Hindia Belanda. Pada tahun 1848 di Kebun Raya Bogor ditanam pohon pertama Elaeis Guinaeensis. Upaya terus menerus dilakukan untuk menyebarkan kelapa sawit ke seluruh nusantara, namun saat itu pohon itu tidak lebih dari penghias taman atau jalan,” kata JTM van Laanen dkk dalam buku Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia (1987).

Jadilah Primadona
Kepopuleran kelapa sawit sebagai tanaman hias juga mencuat. Benih disebar ke berbagai lokasi. Apalagi kelapa sawit di Bogor tumbuh subur dan berbuah. Setelah itu, beberapa tahun kemudian, kelapa sawit diuji menjadi komoditas perdagangan.

Karesidenan Banyumas dan Palembang adalah yang pertama mencoba. Perkebunan kelapa sawit dilakukan secara masif. Namun, tanaman kelapa sawit tidak tumbuh dengan baik. Pemerintah kolonial tidak menyerah. Mereka kembali mempromosikan uji coba di daerah lain.

“Selanjutnya pernah dilakukan uji coba di Muara Enim tahun 1869, Musi Ulu tahun 1870, dan Belitung tahun 1890. Namun pertumbuhannya tidak begitu baik. Belakangan diketahui bahwa iklim daerah Palembang tidak cocok untuk pertumbuhan kelapa sawit.”

“Kemudian dikembangkan di Sumut, hasilnya bagus. Keunggulan sawit Sumut sudah dikenal sejak sebelum Perang Dunia II dengan varietas Dura Deli yaitu tanaman sawit yang ditanam di Tanah Deli (Medan dan sekitarnya),” tulis Derom Bangun tentang sejarah sawit di Indonesia dalam bukunya. buku Derom Bangun: Memoar ‘Duta. Kelapa Sawit Indonesia (2010).

Sawit mulai menjadi komoditas andalan pada tahun 1911. Saat itu, perusahaan sawit mulai banyak membuka perkebunan di pantai timur Sumatera. Usaha itu untuk sementara menguntungkan, hingga akhirnya pecah Perang Dunia I dan The Great Depression tahun 1923-1939.

Lambat laun, produksi perkebunan kelapa sawit di Hindia Belanda pun meningkat. Baik pengusaha maupun pemerintah kolonial sama-sama diuntungkan. Bahkan, ekspornya mampu mengalahkan dominasi negara-negara Eropa yang merupakan tempat lahirnya minyak sawit.

“Pengolahan kelapa sawit (Elaeis guineënsis) di Hindia Belanda mulai dilirik pada tahun 1911, namun berkembang pesat dalam keberadaannya yang singkat. Berbeda dengan kelapa, semua pengolahan minyak sawit ditangani oleh perusahaan Eropa. Daerah produksi utama berada di Pantai Timur Sumatera dan Aceh pada tahun 1928, menghasilkan sekitar 97 persen dari total produksi Hindia Belanda yang dapat dikonversi menjadi 27.030 ton minyak.”

“Pemerintah juga punya perkebunan di daerah ini, tapi sebagian besar masih dalam proses persiapan. Minyak kelapa sawit diekstraksi dari pulp di pabrik-pabrik yang berlokasi di perkebunan; bijinya setelah dipisahkan dari dagingnya, dikupas dan diekspor bersama minyaknya. Pengolahan komoditas kelapa ksawit terus mengalami perkembangan,” ujar J. Stroomberg terkait sejarah kelapa sawit di Indonesia dalam buku Dutch East Indies 1930 (2018).

Penulis : Ora Krishna Lubis

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.