Menilik Prosesi Erau Adat Pelas Benua, Perhelatan Budaya Kutai Kartanegara

0
127
Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI, Sultan Adji Muhammad Arifin didampingi oleh Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah, pada kegiatan pembukaan Festival Erau Adat Pelas Benua 2023

TNews, Kukar – Kemeriahan Erau Adat Pelas Benua, salah satu festival budaya tertua di Nusantara, kembali meramaikan Kutai Kartanegara (Kukar). Kegiatan ini berlangsung selama sepekan, mulai dari tanggal 24 September – 1 Oktober 2023 di Kota Tenggarong.

Erau Adat Pelas Benua 2023 yang bertema ‘Semangat IKN Menjaga Adat dan Tradisi Budaya’ ini digelar di beberapa titik lokasi yaitu Kedaton Kesultanan Kukar Ing Martadipura, Stadion Rondong Demang, halaman parkir penyebrangan jembatan Reporepo dan Jalan Diponegoro.

Sebagai rangkaian pembuka, prosesi mendirikan Tiang Ayu menjadi momen yang penuh makna. Para pemangku adat Kukar dengan tekun mendirikan Tiang Ayu di Karaton yang melambangkan persatuan dan kekuatan komunitas. Tiang Ayu ini akan direbahkan pada hari akhir festival tersebut.

Tak kalah pentingnya, penyalaan Api Brong menjadi simbol keharmonisan dalam kehidupan masyarakat Kutai. Api yang berkobar dalam bor khas Kutai Kartanegara menggambarkan semangat persatuan dan keberagaman dalam budaya lokal.

Pembukaan festival ini menyuguhkan kirab budaya dari berbagai kecamatan, serta disajikan tarian massal yang melibatkan 650 penari. Sedangkan, di halaman parkir stadion ada bazar produk UMKM dan stand pembangunan OPD dan Kecamatan.

Rangkaian kegiatan lainnya yaitu
Ziarah Makam Raha-raja dalam rangka HUT Kota Tenggarong ke-241, prosesi Ngulur Naga dan Belimbur di Halaman Kedaton, hingga merebahkan Tiang Ayu Keraton di  Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara.

Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah mengatakan, perhelatan Erau Adat Pelas Benua ini menjadi ajang penting untuk memelihara dan menghidupkan kembali tradisi adat dan budaya Kutai Kartanegara yang kaya akan warisan nenek moyang. Acara ini juga mempererat ikatan sosial dalam masyarakat Kukar serta menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin mengenal lebih jauh kekayaan budaya Nusantara.

Tidak hanya sekadar upacara tradisional, Erau kini juga diperkaya dengan kegiatan ekonomi kreatif. Pelaku usaha lokal memanfaatkan momen ini untuk memamerkan produk-produk kreatif mereka, menjadikan Erau sebagai platform yang mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah ini.

 “Bahwa dalam sepekan ini ada ruang waktu untuk para pelaku usaha untuk menjual barang usahanya,” tutur Edi Damansyah.

“Ekosistemnya terbangun, terutama dalam menjaga dan melestarikan budaya, objek wisata dan ekonomi kreatif yang berdampak pada peningkatan ekonomi,” sambungnya.

Orang nomor satu di Kota Raja ini meminta partisipasi aktif dari semua stakeholder dan masyarakat Kukar pada umumnya untuk menjadikan Erau Adat Pelas Benua sebagai wahana pelestarian budaya dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan.

Sekilas Tentang Erau

Erau berasal dari bahasa Kutai “eroh” yang artinya ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita, suasana yang ramai yang artinya banyaknya kegiatan sekolompok orang yang mempunyai hajatan dan mengandung makna, baik bersikap sakral, ritual maupun hiburan.

Erau pertama kali dilaksanakan pada upacara ‘tijak tanah’ dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Erau pun dilaksanakan saat Aji Batara Agung Dewa Sakti diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara tahun 1300-1325. Sejak itulah erau selalu diadakan setiap terjadi  penggantian atau penobatan Raja-Raja Kutai Kartanegara.p

Upacara Erau juga digelar saat pemberian gelar dari raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa untuk kerajaan. Pelaksanaan upacara ini dilaksanakan oleh kerabat karaton atau istana dengan mengundang semua tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan. Mereka datang dari seluruh pelosok wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara dengan membawa bekal bahan makanan, ternak, buah-buahan dan juga para seniman.

Dalam upacara ini, sultan serta kerabat karaton memberikan pelayanan terbaik berupa jamuan makan kepada rakyat sebagai tanda terima kasih sultan atas pengabdian rakyatnya.

Setelah berakhir masa pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara pada tahun 1960, wilayah ini menjadi daerah otonomi Kabupaten Kutai. Tradisi Erau tetap dilestarikan sebagai pesta rakyat melalui festival budaya yang menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Kutai dalam rangka memperingati hari jadi Kota Tenggarong sebagai pusat Kabupaten Kutai Kartanegara yang berdiri pada 29 September 1782.

Pelaksanaan Erau

Pelaksanaan erau terakhir menurut tata cara Kesultanan Kutai Kartanegara dilaksanakan pada tahun 1965, ketika diadakan upacara pengangkatan Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat.

Sedangkan erau sebagai upacara adat Kutai dalam usaha pelestarian budaya dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara baru diadakan pada tahun 1971 atas prakarsa Bupati Kutai Kartanegara saat itu yakni Drs. H. Achmad Dahlan. Pada masa pemerintahannya, upacara Erau dilaksanakan dua tahun sekali dalam rangka  peringati hari ulang Kota Tenggarong.

Atas petunjuk Sultan Kutai Kartanegara yang terakhir Sultan A.M Parikesit, maka Erau dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara, namun tidak boleh mengadakan upacara tijak kepala, dan pemberian gelar. Erau hanya dapat dilaksanakan pada perayaan hari ulang tahun Kota Tenggarong, upacara adat lain dari Suku Dayak, kesenian, olahraga atau ketangkasan.

Erau sebagai Pesta Budaya Kutai Kartanegara

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah mengambil langkah bersejarah dengan menetapkan perayaan Erau sebagai pesta budaya resmi daerah ini. Keputusan tersebut mencerminkan tekad kuat untuk melestarikan dan mempromosikan warisan budaya yang kaya di tengah pesatnya perkembangan zaman.

Perayaan Erau yang memiliki akar sejarah dalam kebudayaan Kutai Kartanegara, sekarang akan menjadi bagian tetap dalam Calendar Of Events Pariwisata Nasional. Dalam agenda ini, festival Erau akan mempersembahkan beragam seni dan budaya yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, mencakup tarian tradisional, seni musik, kuliner khas, dan banyak lagi. (Adv/Diskominfo Kukar)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.