Esensi Kompensasi Pada Kepolisian Pasca Disahkannya UU ASN Terbaru

0
38

Oleh :

  1. Fazri Romadhon
  2. Breacman P. Putra
  3. Batara Indra

Mahasiswa S2 Ilmu Administrasi Universitas Indonesia

TNews, OPINI – Pemolisian telah melalui banyak perubahan radikal selama bertahun-tahun. Sejak diperkenalkannya pemolisian profesional di bawah kendali politik dalam demokrasi, berbagai model pemolisian telah diuji dan diimplementasikan (Burcher & Whelan, 2019).

Contoh yang paling khas adalah pemolisian masyarakat (Community Policing), pemolisian toleransi nol (Zero Tolerance Policing), pemolisian yang dipimpin intelijen (Intelligence-Led Policing), pemolisian pemecahan masalah (Problem Solving Policing), pemolisian preventif (Preventative Policing), pemolisian kooperatif (Cooperative Policing), dan lain-lain (Maguire, 2000).

Pada berbagai perkembangan istlilah yang ditunjukkan, terdapat makna bahwa kinerja polisi perlu terus dikembangkan seiring transformasi yang terjadi.

Tuntutan kinerja polisi lebih ditekankan lagi pasca disahkannya UU ASN terbaru. Kebijakan ini akan memberikan nuansa baru dalam budaya kerja, transformasi rekrutmen dan jabatan ASN, kinerja ASN, pengembangan karier ASN, pengembangan kompetensi ASN, penataan tenaga Non-ASN atau honorer, serta digitalisasi manajemen ASN.

Semangat performance based bureaucracy semakin terlihat pada UU ASN terbaru yang disahkan.

Adopsi paradigma New Public Management (NPM) semakin terlihat mengingat orientasi NPM sendiri adalah kinerja, bukan peraturan atau kebijakan (Dunn & Miller, 2007).

Dalam konteks upaya meningkatkan kinerja atau sebagai hasil dari kinerja, NPM memperkenalkan pay for performance sebagai pendekatan manajemen gaji untuk sektor publik.

Berdasarkan nilai-nilai NPM yang menekankan kinerja tinggi dan standar terstruktur, pembayaran untuk kinerja muncul sebagai sistem yang menggunakan insentif moneter ekstrinsik untuk meningkatkan motivasi dan usaha serta kinerja pegawai (Park & Berry, 2014).

Dalam kaitannya dengan pay for performance, UU ASN terbaru mengubah konsep komponen hak bagi ASN yang ini juga akan berimbas bagi anggota kepolisian, menggantinya dengan penghargaan dan pengakuan yang bersumber dari penghasilan, penghargaan yang berfungsi sebagai motivasi, tunjangan, fasilitas jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri, serta bantuan hukum.

Hal ini selaras dengan kondisi pada banyak organisasi yang mempunyai ekspektasi tinggi bahwa pembayaran atas kinerja membawa perubahan budaya dan mendorong tingkat kinerja individu dan organisasi yang lebih tinggi.

Idenya, pay for performance merupakan skema yang bertujuan untuk memberikan kompensasi kepada karyawan berdasarkan kinerja (Boachie-Mensah & Dogbe, 2011).

Anggota Polri merupakan sumber daya yang paling vital bagi setiap organisasi Polri. Polri memiliki tanggung jawab untuk mengelola anggotanya sehingga terus termotivasi dengan memberikan kompensasi terbaik sesuai standar.

Implementasi yang sudah berjalan, Polri memberikan reward dan punishment terhadap kinerja personilnya. Pemberian reward terhadap kinerja di dalam organisasi Polri yaitu berupa pemberian tunjangan kinerja sebagaimana yang telah diatur pelaksanaannya dalam Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2018 Tentang Tunjangan Kinerja Pegawai Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selain berupa tunjangan kinerja pemberian reward juga dilakukan dengan memberikan penghargaan berupa penghargaan tertulis dan juga penghargaan berupa sekolah bagi personil yang memiliki kinerja yang baik dan begitu sebaliknya akan diberikan hukuman bagi personil yang memiliki kinerja buruk berupa demosi maupun hukuman lainnya sebagaimana yang telah diatur di dalam peraturan anggota Polri.

Kompensasi yang diberikan oleh Polri memiliki relevansinya dengan tuntutan kinerja anggota Polri yang semakin berkembang.

Merujuk berbagai literatur, makna kinerja pekerjaan sangat bervariasi, dari pandangan yang lebih tradisional yang berfokus pada pekerjaan dan tugas tetap hingga pemahaman yang lebih luas tentang peran kerja dalam konteks organisasi yang dinamis.

Alasan mendasar dari pergeseran fokus ini adalah lingkungan kerja yang sangat kompetitif dan global, di mana semua organisasi harus berorientasi untuk menanggapi situasi yang dinamis dan berubah.

Apalagi, perilaku kerja anggota Polri juga tidak dapat dilepaskan dari termonilogi yang dikemukakan Podsakoff, Morrison, dan Martinez dkk. (2018) sebagai in-role behavior dan extra-role behavior.

In-role behavior mengacu pada tugas dan tanggung jawab formal yang dijalankan seorang pegawai sebagai bagian integral dari persyaratan pekerjaannya, sedangkan extra-role behavior mengacu pada aktivitas di luar persyaratan pekerjaan formal yang dipilih oleh seorang pegawai tanpa mengharapkan imbalan langsung (Vigoda, 2000).

Dalam konteks ini, kompensasi memiliki peran memotivasi anggota Polri untuk berkinerja tinggi mengingat tidak hanya in-role behavior yang dilakukan, tetapi juga extra-role behavior.

Hubungan antara in-role behavior dan extra-role behavior tidaklah sederhana. Itu tergantung pada apakah organisasi memiliki sistem kontrol berbasis perilaku atau berbasis hasil (Bergeron dkk., 2013) karena bagi beberapa orang, in-role behavior dan extra-role behavior berdiri terpisah (Hsu, Shih, & Li, 2017; van Loon, Vandenabeele, & Leisink, 2017). Untuk mengantisipasi overlap antara in-role behavior dan extra-role behavior, desain kompensasi sangat dibutuhkan sehingga mampu mempengaruhi kinerja pekerjaan (Humphrey, Nahrgang, & Morgeson, 2007; Parker, Morgeson, & Johns, 2017).

Lebih khusus di era Society 5.0 dituntut memiliki kinerja adaptif, sehingga kompensasi relevan dipandang sebagai instrumen yang dapat memotivasi anggota Polri untuk meningkatkan kinerjanya.

Lingkungan organisasi Polri yang terus berubah dan tidak dapat ditebak menjadi penyebab hal tersebut. Oleh karena itu, definisi kinerja adaptif yang perlu dimiliki oleh anggota Polri dimaknai sebagai perilaku kerja fleksibel yang membantu anggota Polri beradaptasi dengan perubahan dengan menunjukkan keunggulan dalam pemecahan masalah, ketidakpastian/stres/kontrol krisis, pembelajaran baru, dan kemampuan beradaptasi yang berhubungan dengan orang, budaya, dan lingkungan. (***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.