Angkat 2 Tema Penting, Kemenag Gelar Workshop Penguatan Religiosity Index 2024 dan Penguatan Peran Media dalam Sosialisasi Perspektif Moderasi Beragama

0
164
Gambar : Suasana workshop yang digelar Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang berlangsung 29 - 31 Januari 2024 di Hotel Malyabhara, Yogyakarta. Foto: Clementine Roesiani.

TNews, YOGYAKARTA – Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) menyelenggarakan workshop dengan 2 tema penting : Penguatan Religiosity Index (Relix) 2024 dan Penguatan Peran Media dalam Sosialisasi Perspektif Moderasi Beragama yang berlangsung 29-31 Januari 2024 di Hotel Malyabhara, Yogyakarta.

Dalam pembukaannya, Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Arfi Hatim mengatakan, “Cukup banyak yang kami undang dari berbagai unsur untuk 2 tema pembicaraan ini. Kami telah memfilter, baik dari akademisi, perguruan tinggi, maupun dari berbagai ormas keagamaan. Relix ini merupakan program prioritas khusus dari Menteri Agama, dan telah dilaksanakan sejak tahun 2021 sampai terakhir tahun 2023 dan saat ini sudah masuk tahun ke-4.”

“Relix ini telah dilaksanakan tiga tahun berturut-turut. Yang pertama basisnya adalah report atau laporan. Karena itu kami mengundang beberapa peserta khususnya Yogyakarta yang pernah mengikuti pelatihan deteksi dini Relix.”

Relix adalah sistem deteksi dini konflik sosial berdimensi keagamaan. Perseteruan dan benturan fisik antara 2 kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung pada waktu tertentu dan berdampak luas yang menyebabkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial, sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

Gambar : Salah satu narasumber dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Abdul Jamil Wahab memaparkan tema Penguatan Peran Media dalam Sosialisasi Moderasi Beragama. Foto: Clementine Roesiani.

Kemenag mempunyai tanggung jawab dalam menangani konflik, lebih spesifiknya pencegahan konflik, pengertian konflik, dan pemulihan paska konflik. Adanya peran tokoh agama yang merupakan salah satu mitra utama dan dibina oleh Kemenag sebagai salah satu pemangku kepentingan kunci atau Key Stakeholder dalam penanganan konflik sosial di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

“Kami dari Puslitbang tentu mempunyai kewajiban sebagai penyaji data. Mencari pola agar Relix ini menjadi preferensi bagi pimpinan, khususnya Kemenag untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam rangka pencegahan dan penanganan konflik.”

“Yang kami lakukan selama ini berbasis Report beberapa tahun yang lalu dan juga berbasis kepada survey atau riset. Kalau berbasis Report, jelas posisi Puslitbang Diklat menyajikan platform digital untuk para pengambil kebijakan.”

“Yang berbasis Report diperlukan adanya aktor yang telah melalui pelatihan deteksi dini ini sebagai agen yang melakukan pelaporan secara Realtime tentang kondisi daerah masing-masing. Tahun ini pelatihan dilaksanakan secara Online maupun Offline,” terangnya.

“Bulan depan pelatihan untuk deteksi dini akan dilaksanakan. Pertanyaannya, bagaimana menggabungkan dua metode yang berbasis Report dengan metode berbasis survey bisa saling melengkapi dan saling menguatkan. Ini perlu dicari polanya, sehingga dalam mengambil kebijakan sesuai dengan arahan pimpinan yang harus kita tuntaskan di tahun 2024 ini.”

Sementara itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Abdul Jamil Wahab memaparkan, penguatan moderasi beragama merupakan salah satu program prioritas di Kemenag, bahkan sudah menjadi program nasional. Jadi, ini benar-benar menjadi salah satu indikator capaian pembangunan di bidang agama, terutama di bidang harmoni dan kerukunan umat beragama. Bahwa, untuk mencapai harmoni atau kerukunan umat beragama diperlukan beragama yang moderat atau moderasi beragama.

“Ada tujuh program prioritas di Kemenag, yaitu Penguatan Moderasi Beragama, Transformasi Digital, Tahun Toleransi Beragama, Revitalisasi KUA, Religiosity Index, Kemandirian Pesantren, dan Cyber Islamic University. Tujuh program prioritas ini pada tahun 2024 ingin disempurnakan dan dituntaskan.”

“Yang belum banyak adalah melibatkan media sosial. Pengguna internet hingga saat ini mencapai 200 juta lebih. Kita tidak bisa mengabaikan dunia digital.”

“Dalam moderasi beragama, mengabaikan peran media akan menyebabkan efektivitas penguatan moderasi beragama tidak maksimal. Masyarakat biasa bisa menjadi Influencer moderasi beragama. Bagaimana dakwah itu dikembangkan dalam bentuk konten-konten yang bisa dimunculkan di media sosial kita.”

“Dalam Perpres 58 Tahun 2023 ada beberapa hal yang sangat penting. Pemerintah daerah dan masyarakat bisa mengembangkan moderasi beragama dan ini harus didukung pemerintah, termasuk Pemda. Jadi nanti pemerintah DIY dengan kabupaten dan kotamadya punya agenda-agenda untuk penguatan moderasi beragama.

“Dari pusat sampai daerah menjadi penanggung jawab pelaksana penguatan moderasi beragama. Ada Sekretaris Bersama di tingkat nasional yang diketahui Menteri Agama, jadi moderasi beragama lebih terencana,” sambungnya.

Narasumber Rosidin Kadiri memaparkan keberhasilan penguatan moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat terlihat dari tingginya 4 indikator utama, yakni : komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi.

“Sedang esensi moderasi beragama mengedepankan 7 pesan keagamaan yang perlu terus digaungkan, yaitu : menjaga keselamatan jiwa, menjunjung tinggi keadaban mulia, menghormati harkat dan martabat kemanusiaan, memperkuat nilai moderasi, mewujudkan perdamaian, menghargai kemajemukan, dan menaati komitmen berbangsa,” tutupnya.*

Reporter : Clementine

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.