Ketika banyak orang memandang bisnis properti sebagai dunia yang eksklusif dan penuh hambatan, Azhary Husni justru melihatnya sebagai ladang pemberdayaan.
Ia bukan hanya seorang developer perumahan di kawasan Jabodetabek, tapi juga penggerak sistem pemasaran berbasis komunitas; terutama dari kalangan ibu rumah tangga, karyawan, dan mahasiswa.
Baginya, membangun rumah tak hanya soal batu dan semen, tapi juga tentang membangun harapan bagi banyak orang untuk ikut tumbuh bersama. Simak kisahnya seperti dilansir dalam YouTube Sekali Seumur Hidup.
Sempat Minus Ratusan Juta
Sejak mulai terjun ke dunia pengembangan properti pada tahun 2016, Azhary dihadapkan pada tantangan klasik: produk bisa dibuat, tetapi menjualnya bukan hal mudah.
Azhary mencapai titik terendah ketika ia mengambil alih sebuah proyek perumahan macet. Ternyata, perumahan tersebut dipenuhi masalah yang jauh lebih kompleks dari perkiraan.
“Saya dan tim sudah berusaha keras, tapi hasilnya belum maksimal. Sampai saya sadar, kami tak bisa mengandalkan sistem lama yang bertumpu pada tenaga penjual in-house,” kenangnya. Dari kegagalan ini, grup developer Haka Land yang ia kelola sempat mengalami minus sampai ratusan juta.
Setelah itu, muncul satu gagasan yang mengubah arah. Azhary mulai melihat potensi besar dari orang-orang yang sedang benar-benar membutuhkan penghasilan tambahan.
Menemukan “Pasukan Penjualan” yang Tak Terduga
Ketika ia membuka program freelance penjualan properti, hasilnya mengejutkan. Yang paling antusias justru bukan mereka yang berlatar belakang profesional di bidang properti, melainkan ibu rumah tangga, mahasiswa, dan pekerja swasta yang mencari tambahan penghasilan.
“Mereka semangat luar biasa. Bukan hanya karena komisinya besar, tapi karena mereka benar-benar butuh. Dan ketika tahu bisa jualan dari rumah, mereka langsung belajar cepat,” ujarnya.
Salah satu kisah datang dari Ima, ibu rumah tangga yang pertama kali bergabung saat pandemi COVID-19 melanda. Suaminya terkena PHK, dan ia mencoba berbagai cara menghasilkan uang, mulai dari afiliasi e-commerce hingga konten TikTok. Namun, buat Ima hasil komisinya masih belum mencukupi. Hingga akhirnya ia dikenalkan pada HAKA LAND, jaringan proyek properti yang dikembangkan Azhary.
“Saya dikasih tahu kalau bisa jual rumah tanpa harus datang ke lokasi. Cukup update status di WhatsApp, Instagram, dan TikTok. Waktu berhasil closing pertama, komisinya langsung dua digit. Saya nggak nyangka,” cerita Ima.
Menciptakan Sistem : “Jualan Properti Semudah Update Status”
Azhary sadar bahwa menjual properti tidak sesederhana memposting barang jualan online. Tapi ia percaya, jika sistemnya dibangun dengan tepat, maka siapapun bisa ikut terlibat.
Ia menciptakan metode distribusi konten dan edukasi produk yang terstruktur. Semua materi promosi disiapkan dalam satu kanal, mulai dari konten grafis, video, hingga copywriting, dalam channel telegram bersama mitra marketingnya. Tugas para freelance marketer hanya membagikan materi tersebut ke kanal digital atau jaringan mereka.
“Kalau ada calon pembeli yang tertarik, mereka tinggal lempar ke tim kami. Kami yang lanjut follow up, presentasi, survey, hingga akad. Setelah closing, komisi langsung kami transfer ke mitra,” jelas Azhary.
Dengan sistem ini, ia menegaskan bahwa menjadi bagian dari bisnis properti tidak harus dimulai dari modal besar atau pengalaman panjang.
Ketika Ibu Rumah Tangga Menjadi Ujung Tombak Penjualan
Ima bukan satu-satunya contoh. Azhary mencatat, sebagian besar penjualan tertinggi justru datang dari para ibu rumah tangga. Mereka mampu multitasking: mengurus anak, mengelola rumah, sekaligus membangun jaringan penjualan. Bahkan ada yang mampu konsisten menjual dua hingga tiga unit rumah setiap bulannya.
Menurut Azhary, Ibu-ibu ini merupakan pembelajar yang antusias. Ima misalnya, setelah kesulitan mendapatkan closing kedua untuk promosinya, Ima menyisihkan sebagian komisinya untuk mengembangkan diri dan belajar lagi.
“Saya ambil kelas iklan dan belajar dari nol, dan sekarang sudah bisa setting iklan Meta dan TikTok Ads. Closing saya lebih terarah, iklan saya nggak boncos lagi,” ujar Ima.
Kesuksesan para mitra ini mendorong Azhary untuk terus mengembangkan skema penjualan kolaboratif. Ia menyesuaikan sistemnya agar fleksibel: bisa dilakukan online atau offline, tergantung kekuatan masing-masing individu.
“Banyak ibu-ibu yang gaptek, terutama usia di atas 40. Tapi saya tak memaksa semua harus digital. Yang penting punya semangat dan jaringan. Dari arisan, grup keluarga, hingga teman suami, semua bisa jadi pasar,” ungkapnya.
Cerita dari Jawa Timur : Dari Kuli Bangunan ke Penjual Properti
Bukan hanya di Jabodetabek, sistem ini bahkan mampu menjangkau wilayah luar. Salah satu mitra dari Jawa Timur, yang sebelumnya bekerja sebagai kuli bangunan, kini mampu konsisten menjual properti Azhary meskipun jarak proyek dan tempat tinggalnya jauh.
“Dia sempat kesulitan dapat pekerjaan dan bangun bisnis, lalu gabung ke kami. Ternyata setelah belajar, bisa closing 1-2 unit per bulan. Saya happy banget lihat dia beli motor, bahkan rumah dan berangkat umroh. Saya merasa ini bukan lagi soal sistem, tapi soal harapan untuk sesama,” kata Azhary.
Prinsip yang Mengakar : Membantu Karena Pernah Dibantu
Dalam refleksinya, Azhary mengaku bahwa semangat kolaborasi yang ia bangun bersumber dari pengalaman pribadi. Ia mengingat betul bagaimana banyak orang membantunya saat sedang jatuh, dan ia bertekad untuk mengembalikannya dengan membantu orang lain naik.
“Kalau saya bisa membuka peluang, kenapa tidak? Saya percaya ilmu dan jaringan adalah kunci. Dulu saya dibantu banyak orang. Sekarang giliran saya membuka jalan,” ujarnya.
Azhary menutup dengan harapan sederhana: agar makin banyak orang yang menyadari bahwa bisnis properti bukan hanya milik segelintir elite, tetapi peluang yang bisa diakses siapa saja, selama ada semangat belajar dan kemauan berbagi.
Press Release ini juga sudah tayang di VRITIMES
