TNews, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai terlalu lamban dalam mengusut tuntas kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Presiden Direktur PT Nusa Halmahera Mineral (NHM), Haji Robert Nitiyudo Wachjo, dan mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK).
Penilaian ini disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif KPK Watch, Yusuf Sahide, dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
“Kasus ini sudah bergulir sejak 2024, tapi sampai sekarang belum ada perkembangan signifikan. KPK terkesan lambat menangani perkara ini,” ujar Yusuf.
Kasus ini mencuat setelah terungkap dugaan aliran dana miliaran rupiah dari Haji Robert kepada AGK, yang kala itu masih menjabat sebagai gubernur. Dana tersebut diduga kuat berkaitan dengan pengurusan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di wilayah Maluku Utara.
AGK sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka sebelum wafat pada 14 Maret 2025. Ia juga terjerat perkara TPPU dengan nilai fantastis—lebih dari Rp100 miliar.
Meski AGK telah meninggal dunia, KPK tidak serta merta menutup penyelidikan. Yusuf Sahide menyatakan bahwa langkah KPK melanjutkan proses penyidikan layak diapresiasi.
“Seorang pejabat negara tidak boleh menerima apapun dari pengusaha, apalagi jika itu berkaitan dengan jabatan. Itu jelas gratifikasi,” tegas Yusuf.
Dalam sidang Pengadilan Tipikor Ternate, nama Haji Robert kerap disebut. Ia bahkan hadir dan mengakui telah menyerahkan dana sebesar Rp2,5 miliar kepada Thoriq Kasuba, anak AGK, untuk usaha kos-kosan di Weda.
“Itu pinjaman, bukan pemberian. Ada perjanjian, akan dikembalikan dalam lima tahun,” jelas Haji Robert di hadapan majelis hakim.
Namun, dakwaan KPK menyebut nilai uang yang diberikan jauh lebih besar. Jaksa mencatat setidaknya AGK menerima Rp2,2 miliar secara tunai di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta, serta Rp3,345 miliar lainnya yang disalurkan lewat perantara, total mencapai sekitar Rp5,5 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami peran sejumlah pihak lain dalam kasus ini.
“Terkait AGK dan Haji Robert, semuanya masih dalam pendalaman. Banyak pihak yang kami dalami perannya,” ungkap Asep.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa meskipun status tersangka AGK otomatis gugur karena wafat, fakta-fakta persidangan tetap menjadi dasar penting dalam analisis hukum.
“Perkara terhadap AGK memang berhenti, tapi bukan berarti proses berhenti. Fakta di persidangan bisa dikembangkan ke pihak lain bila ditemukan bukti yang cukup,” tegas Budi.
Dengan begitu, sorotan kini beralih dari penerima yang telah meninggal kepada pihak pemberi yang masih hidup—termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain di lingkaran bisnis maupun pemerintahan. (Kokon)